Pages

Senin, 11 April 2011

Puding coklat :)

SATOE

Siang yang panas dan cukup terik ini, anak kelas 2 IPA 3 sedang olahraga. Mereka dipaksa untuk bermain basket di siang sepanas ini. Terdengar beberapa keluhan, jeritan, juga teriakan perut yang keroncongan. Padahal lima menit lagi bel istirahat akan berbunyi tapi Pak Mantoro belum mengijinkan murid-murid untuk keluar dari lapangan. Anak IPA 3 merasa tersiksa. Tentu saja jam istirahat mereka akan tersita karena mereka harus ganti baju dulu….

Huahh… panas…

Seorang cewek berdiri kaku di tengah lapangan. Rambutnya diikat tinggi-tinggi untuk mengalahkan rasa panas tapi tetap saja, wajahnya sudah keringatan gitu. Kerongkongannya kering namun dari tadi dia ga nyerah untuk terus teriak…

“Oper ke gue…! Oper ke gue aja!”

Tapi ga ada yang ngewaro dia. Ya secara gitu cewek ini udah keliatan banget ga bisa olahraga apapun! Bahkan untuk megang bola!

Dia menyeka keringat yang meleleh di keningnya. Ia melihat Melva, sahabat dekatnya, sedang berjuang merebut bola lawan.

“Ayo, Mel!!” seru cewek itu. Lesung pipitnya yang kempot dipertontonkannya.

Ngomong-ngomong, nama cewek ini adalah Alya. Mengenai sifatnya…. Tebak sendiri deh…

Cewek ini melompat-lompat rendah sambil terus memberikan semangat pada Melva. Kayak lagi pertandingan aja, padahal kan cuma main biasa doang…

Sementara itu anak IPA 6 baru pada keluar kelas. Mereka baru aja melewati ulangan Kimia yang susah dan rese abis. Masa itungannya ampe koma-komaan? Wajah-wajah yang baru aja keluar kelas rata-rata sama, pada puyeng, serasa keluar asap dari kepala mereka. Semuanya pada langsung ngacir, pengen ke kantin, cari minuman dan udara segarr…

“Gue ke toilet dulu ya…” ucap Reyno pada temannya, Andra.

Andra mengangguk tak jelas. Ulangan Kimia tadi membuat dia kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.

Reyno berjalan lunglai sambil memegang kepalanya yang sakit. Sebenarnya dari kemaren kepalanya emang udah sakit namun rasa sakitnya bertambah karena ulangan kimia yang banyak menguras otaknya hingga batas over load!!

Reyno menyebrangi lapangan basket. Dia tidak peduli kalau di situ masih ada yang berolahraga menjelang detik-detik bel istirahat berbunyi.

“Melva, oper ke gue aja!!” seru Alya masih semangat ingin mendapat bola.

Melva akhirnya mengoper pada Alya juga, agak iba sih, dari tadi temannya itu belum menyentuh bola sama sekali.

Alya menangkap bola itu. Bola hampir menggelincir di kedua tangan Alya, mungkin karena tangannya basah kena keringat, lagipula bola itu memang sudah licin dari tadi dipegang terus oleh anak-anak yang lain. Yaiks.

Baru saja menyentuh bola, Alya tersenyum polos dengan lesung pipit di pipi kanannya, “Mel, tangkap!!” Cewek yang aneh… baru aja dapet bola eh langsung dioper lagi…

Dengan sembarangan Alya melempar bola itu, Melva di mana, bola terlempar ke mana.

Tiba-tiba bola yang dilempar oleh Alya itu mendarat tepat di kepala cowok yang sedang menyebrangi lapangan sambil memegangi kepala. Ya siapa lagi kalo bukan Reyno.

Cowok itu seketika roboh di tengah lapangan. Kepalanya yang dari kemaren sakit, otaknya yang udah over load, kini ditambah bola basket nyasar membuat kepalanya benjol.

Reyno masih roboh di tengah lapangan, memegangi kepalanya yang benjol dan sakit itu. Kepala gue…. sakit… Dia merasa otaknya bocor eh, geger otak.

“Astaga… Maafin gue…” Alya langsung berlari mendekati korbannya itu.

Dengan tangan masih memijit-mijit kepala dan kesadaran yang masih minim, Reyno menatap cewek yang duduk di hadapannya itu. Duhh… kepala gue pusing…

“Lo ga apa-apa??” tanya cewek itu setengah khawatir.

Reyno tersenyum tipis. “Gak apa-apa….” Tapi yang jelas dia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya yang kesakitan.

Reyno merasa hidungnya sakit, seperti ada sesuatu yang basah yang mengalir dari hidungnya. Ternyata darah…

“Hi-hidung lo berdarah….” ucap cewek itu setengah menjerit histeris.

Reyno memegang hidungnya. Dia memang sudah merasa kalau hidungnya memang akan mimisan dari tadi pagi. Tapi sepertinya mimisannya langsung sukses ngucur kayak kran air berkat bola basket yang memukul kepalanya itu. Thanks, cewek berlesung pipit!!

Reyno makin pusing. Sementara mata cewek di hadapannya sudah mulai berkaca-kaca hampir menangis, anak-anak yang tadi olahraga malah mengelilinginya. Dan sekarang Reyno merasa dia akan memuntahkan isi otaknya plus semua rumus kimia tadi.

“Ya ampun, lo apain, Al?”

“Hidungnya ampe berdarah lo buat…”

“Ngga… hidung gue…” Belum selesai Reyno menjelaskan kalau hidungnya memang menunjukkan tanda-tanda akan mimisan sejak pagi, eh cewek itu malah nangis. Reyno makin pusing sekaligus serba salah. Nangisnya itu lho, kayak anak kecil yang disuapin tai cicak.

“Reyno, ngapain lo di sini?”

Reyno menoleh ke sumber suara yang sangat dikenalnya. Ternyata Andra. Reyno tak menjawab, dia kembali melirik ke cewek yang nangis.

“Ya ampun, hidung lo napa?” Andra langsung mengangkat temannya itu dan memaksanya berjalan meninggalkan lapangan basket tersebut. Dengan sesempoyongan, Reyno dibawa ke UKS.

“Al! Alya!!” seru Melva menegur temennya yang masih menangis. “Lo ngapain masih nangis? Orangnya ga kenapa-napa kok… udah dibawa ke UKS.”

“Gue gak sengaja…” ucap Alya sambil menghapus air mata di pipinya.

“Ya udahlah… lo ga usah cengeng gitu… Mending kita ganti baju aja…” ujar Melva datar. Dia sih, udah biasa dengan sikap sobatnya yang emang rada aneh, ga wajar gitu kayak cewek metropop.

Alya mengangguk. Dia bangkit berdiri dan langsung mengikuti Melva ke kelas. Seketika itu juga dia sudah lupa dengan insiden tadi…

êêê

Sabtu siang ini, Jakarta cukup panas. Alya baru aja selese kerja kelompok di rumah Tomi. Kerja kelompok tadi cukup aneh, malah kebanyakan makan camilan. Perut Alya jadi mual, mungkin karena dia ga biasa makan yang pedes… ehem, tadi saja dia sudah numpang boker di toilet rumah Tomi.

“Duhh… perut gue sakit banget…” Alya berjalan sendiri sambil memegangi perutnya yang sakit. Matanya mulai berkunang-kunang, lidah sepet, dan dia merasa dia akan muntah.

Sambil menutup mulut, Alya celingak-celingukan di pinggir jalan, mencari taksi. Taksi mana sih… Aduhh… kayaknya gue bakal muntah…

Alya jongkok di pinggir jalan sambil terus menutup mulutnya. Dia ga mau sama sekali muntah di pinggir jalan. Bisa didenda 250 ribu dia karena sudah membuang sampah sembarangan. Atau bahkan jadi sepuluh kali lipat lantaran ‘sampah’ yang akan dia buang tidak berprikebersihan.

Apa gak ada alternatif lain…???

“Lo kenapa jongkok di pinggir jalan?” tanya seseorang mengagetkan Alya.

Alya menengadah. Dia ga kenal cowok itu sama sekali tapi dia sih ngerasa dia emang pernah liat tu orang tapi dia ga ingat dimana.

Ternyata cowok itu ga sendiri. Ada seorang cewek yang berdiri di sebelahnya sambil menatap Alya dengan rasa ingin tau.

“Hei… lo kenapa?” tanya cowok itu lagi.

Alya bangkit berdiri. “Ngga kenapa-napa kok… cuma sakit perut doang…”

Namun Alya merasa kakinya goyah. Ia merasa akan pingsan. Untunglah tubuhnya yang tadi akan jatuh itu langsung ditangkap oleh cowok yang tadi menanyakannya.

Mata Alya terpejam.

“Lo kenapa?” tanya cowok itu lagi masih menopang badan Alya supaya tidak jatuh.

“Mukanya pucet banget…” ujar seorang cewek.

Perlahan Alya membuka matanya. Ia masih bertanya-tanya dalam hati, siapakah cowok yang berada di hadapannya itu. Apa artis ya??

“Kayaknya…. Gue bakalan muntah…” ucap Alya pelan tapi pasti.

Sedetik setelah Alya mengatakan itu, wajahnya berubah warna…

Benar saja….

Huwekkk…!!

Alya muntah tepat di depan baju cowok itu. Dikit sih tapi kan tetep aja… Yaiks!

Dan beberapa detik kemudian Alya pingsan lagi. Kali ini pingsan beneran.

Cowok itu terpaku menatap bajunya yang kena muntahan. Hampir saja dia lepasin tuh cewek saking syoknya tiba-tiba dimuntahin gitu aja dan langsung enak-enakkan pingsan. Cowok ini nyengir pait melihat bajunya yang berubah warna.

“Astaga dia muntah di baju lo…” komentar cewek itu.

Cepat-cepat cowok itu mengeluarkan kunci mobil dari sakunya sementara tangannya yang lain masih menahan tubuh Alya supaya tidak jatuh di atas aspal. Lantas ia melemparkan kunci mobilnya pada cewek yang merupakan adiknya itu.

“Cepet buka mobil…”

Cewek itu langsung membuka mobil dengan tombol otomatis. Cowok itu pun menggendong Alya yang pingsan ke tempat duduk yang belakang.

“Lo yang nyetir, Tika…” ujar cowok itu ikut masuk dan duduk di tempat duduk belakang.

“Hah? Lo tau kan gue masih kelas 3 SMP? Belum punya SIM…”

“Bawel… Udah cepetan…”

“Huh, kalo gue ditilang, gue ajak lo ke penjara!!” Tika langsung memakai kaca mata hitam abagnya yang ada di dasboard, yeah itung-itung menyamar biar keliatan dewasa. Ke mana? Ke rumah sakit?”

“Ngapain? Bokap kan dokter… Kita ke rumah aja dulu…”

Tika mengangguk nurut. Ia pun langsung duduk di bangku supir dan mulai menyetir. Terkadang dia gak ngerti dengan jalan pikiran abangnya itu. Tika melirik abangnya yang duduk di belakang, memprihatinkan, sementara cewek yang tadi memuntahi abangnya itu enak-anakan tidur di pangkuan abangnya.

“Dia temen lo?” tanya Tika penasaran.

“Ngga sih… tapi kami satu sekolah…” Cowok yang bernama Reyno itu melirik cewek yang pernah membuat kepalanya benjol beberapa hari yang lalu.

êê

Alya mulai sadar. Badannya terasa pegal-pegal. Dia membuka matanya perlahan dan terkejut saat melihat seorang cewek yang tadi dia liat di pinggir jalan sedang memandanginya. Mata cewek itu keliatan berbinar dan penuh rasa ingin tau menatap Alya, seolah Alya itu barang langka.

Alya langsung terduduk dan memandang sekeliling dengan heran. Apa ini mimpi? Dia sedang duduk di sebuah sitbed di ruangan yang cukup luas di mana ada televisi berlayar datar yang sedang menyala.

“Akhirnya lo sadar juga…” ujar Tika tersenyum ramah.

“L-lo siapa?”

“Kenalin gue Tika…. Lo lagi di rumah gue… Abis tadi di pinggir jalan lo muntah dan pingsan sih… Ya udah kami bawa lo ke sini…”

Muntah? Alya masih belum cukup ngerti. Dia merasa seperti sedang bermimpi. Pelan-pelan, dia ingat juga. Pulang dari rumah Tomi, dia pusing, mual dan kemudian muntah di… badan orang… Ehh?

Tika mendekatkan wajahnya untuk menatap Alya lebih dekat hingga hanya berjarak dua puluh sentian.

“Lo kenapa muntah?” tanyanya dengan suara setengah berbisik, “A-pa-lo-ha-mil?”

Mata Alya langsung terbelalak.

“Tika, lo iseng banget sih, ngegodain orang!” tegur seseorang dari sofa seberang.

Alya menoleh. Ya ya Alya ingat! Cowok itu kan yang nolong dia di jalan! Tapi tetep aja dia ga kenal ama cowok itu, tapi Alya yakin pernah liat cowok itu di mana gitu…

Tika hanya nyengir sesaat. “Lo ga kenal ama dia?” Tika menunjuk Reyno yang masih menonton TV.

Alya menatap cowok itu tetep aja dia ga tau orang itu siapa. Dengan polos Alya menggeleng.

“Katanya sih, kalian satu sekolah…”

Alya menyipitkan matanya, berusaha untuk mengingat tapi tetep aja ga ingat.

“Rey, kayaknya dia ga pernah liat lo sama sekali deh…” tukas Tika. “Huuu… ga exist lo!”

“Ya udah, ga usah dipaksa…” Reyno menahan tangannya untuk tidak mendamprat muka adiknya dengan bantal. Dihina di depan cewek seumuran apalagi satu sekolah bagi Reyno itu menurunkan harga dirinya.

Tika kembali memandangi Alya. “Tadi lo muntah di baju Reyno, abang gue…”

Alya melotot tak percaya.

“Tadi tuh nyampe rumah dia langsung mandi dan ganti baju… Kasihan deh…” Tika cekikikan seperti sedang menertawakan harimau yang memakai baju berenda-renda.

Alya makin merasa sangat bersalah.

“Karena tadi lo pingsan, kami bawa lo ke sini berhubung bokap kami dokter… Tapi sayang banget ternyata bokap ama nyokap lagi pergi… malam mingguan katanya.”

Alya bangkit berdiri. “Maaf gue udah ngerepotin kalian semua… Makasih banget… tapi kayaknya gue mesti pulang dulu…” Dalam hati dia malu berat karena udah muntah ke baju orang dengan sembarangan… Ini sih lebih baik muntah di pinggir jalan aja tau gitu.

Reyno yang dari tadi kayaknya fokus nonton TV langsung berdiri. “Gue anter…”

“Ng… gak usah…” Alya malu berat pada cowok itu.

“Udahlah ga pa-pa… Lagian gue yakin lo ga tau daerah sini…”

Akhirnya terpaksa Alya menurut juga walaupun dia masih merasa bersalah dengan sangat.

Sementara cowok itu nyetir, sesekali Alya melirik Reyno dengan heran. Dia masih belum ingat pernah bertemu dengan cowok itu di mana.

“Kenapa?” tanya Reyno pada akhirnya karena dari tadi diliatin mulu.

“Lo sekolah di SMU 34 juga??”

“Yup. Kenalin gue Reyno, anak IPA 6…”

“Gu-gue Alya… Apa kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Emang kenapa?”

“Ng… gue ngerasa gue pernah ngeliat lo…”

Reyno tersenyum sekilas. “Lo bener-bener ga inget ya? Gue tuh orang yang pernah kena bola yang lo lempar…”

Alya masih mengernyit menandakan masih belum ingat.

Astaga… ni cewek belum inget juga ama orang yang pernah jadi korbannya?? “Beberapa hari yang lalu kepala gue ga sengaja kena bola basket yang lo lempar…”

“Yang mana ya?” Alya masih keliatan ragu tanda belum benar-benar ingat.

Emang ada berapa orang sih yang kena dia timpuk?? “Itu lho… yang ampe hidung gue berdarah…” ucap Reyno merasa kata-katanya pasti tepat sasaran menancap di otak Alya.

“Oh, yang itu!!!”

“Akhirnya inget juga…”

“Sori… sori banget ya… gue ga sengaja…”

“Udah ga pa-pa… Lo kan udah minta maaf waktu itu ampe nangis… Mana tega gue minta tanggung jawab…”

Alya terbengong tak percaya. “Minta tanggung jawab?”

“Bercanda… bercanda… gue cuma bercanda….” tambah Reyno takut cewek itu malah nangis lagi.

Mereka terdiam lagi.

“Rumah lo di jalan Bidadari Selatan nomor berapa?”

“Ung… nomor 15…”

Alya terkadang melirik Reyno diam-diam sambil bertanya-tanya apa cowok itu marah ya dia muntahin di pinggir jalan? Pasti menjijikkan bangetlah… Alya juga jadi inget, waktu itu aja ada temen sekelasnya yang muntah, Alya ampe ga nafsu makan dan bau muntahnya…. Uwekk! Alya merasa wajarnya orang yang dia muntahin kayak gitu setidaknya protes atau komentar, “Ih, jijik banget! Gue harus mandi air kembang tujuh rupa nih…” atau, “Gile, muntah lo bau amis banget… Yaiks!”

“Ng… gue boleh nanya sesuatu ga ke elo??”

“Apa?”

“Apa lo ga mau komentar sesuatu?” Alya malah balik nanya.

Reyno menoleh heran, masih menyetir, “Komentar apa?”

“Ta-tadi kan gue muntah di baju lo… Emang lo ga kan bilang kalo gue jorok atau bau atau apalah…?”

Tawa Reyno langsung meledak keluar. Dia terus tertawa selama dua menit. Ga nyangka juga kalau dia bakalan ketemu cewek sepolos dan selucu Alya.

“Kok lo malah ketawa??” tanya Alya polos.

Reyno menghapus setitik air yang keluar dari matanya itu hasil dari tawanya. Gila… ni cewek polos amat… “Emang lo mau gue komentar apa?”

Alya terdiam. Malu berat.

“Emang sih gue sempet syok… pertama kalinya kena muntah orang yang pernah buat kepala gue benjol… Tapi mau gimana lagi? Masa gue mau laporin lo ke Pak polisi?”

Alya dan Reyno sama-sama tertawa kocak.

êêê

Bel istirahat berbunyi. Alya berjalan sendirian keluar kelas menuju kantin. Meskipun Melva lagi ogah ke kantin tapi itu tidak dapat melunturkan niatnya untuk tetap nyari makan di kantin. Secara gitu perutnya udah keroncongan.

Saat melewati kelas IPA 6, Alya berpapasan dengan Reyno yang baru aja keluar kelas.

“Ah, elo…” gumam Alya.

Reyno tersenyum. “Mau ke kantin?”

Alya mengangguk. “Lo sendiri?”

Reyno mengangguk lemah. “Temen-temen gue masih pada ngerjain PR.”

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin yang ramai dan sesek.

“Duduk di mana, ya… Penuh banget…” ucap Reyno sambil memandang ke sekeliling. Kantin sekolah emang laku keras karena menunya yang kumplit dan enak.

“Tuh di situ kosong, Rey!!!” seru Alya semangat dengan lesung pipitnya yang menggemaskan. Alya menunjuk tempat yang memang masih kosong tapi itu kan tempat yang biasa ditempati oleh cowok-cowok kelas 3 yang jutek abis ke adik kelas.

“Itu kan bangkunya anak kelas 3…”

“Udah ga pa-pa!” Alya langsung menarik lengan Reyno dengan sok akrabnya.

Reyno angkat bahu. Lagian bangku yang mana juga sama aja kan? Toh ga ada nama pemiliknya atau satpamnya atau lisensinya kan??

“La mo mesen apa?” tanya Alya bersemangat, “Gue traktir deh… Yaa… sebagai bentuk rasa terimakasih gue lo tolongin…”

“Bener nih? Ng apa ya…? Nasi ayam penyet aja deh…”

“Oke… Minumnya?” Alya udah berlagak kayak waitress.

“Samain aja kayak yang lo…”

“Siap, Bozz!!” Alya langsung berbalik pergi menuju kios ayam penyet yang sangat ramai.

Reyno duduk di sana sambil memandangi Alya yang lagi nyempil berusaha memesan duluan. Badannya yang emang mungil memudahkan dia untuk bisa nyempil dan nyerobot dengan cara halal.

Reyno tersenyum sendiri. Tuh cewek ya… polos abis, ekspresif banget, apa adanya… Reyno ingat kalau cewek itu emang rada bolot juga dalam daya ingat. Tapi… lucu juga… dan…

Tiba-tiba Reyno terkejut karena lima cowok kelas tiga berdiri di hadapan Reyno sambil memelototinya dengan sangar. Mungkin mereka ga terima ada anak kelas 2 yang beraninya duduk di tempat mereka, bahkan sendiri tanpa bodyguard atau apa, ngebuat lima cowok ini merasa terhina dan direndahkan.

“Siapa yang suruh lo duduk di situ?” tanya salah satu dari mereka yang celananya rock n roll.

Reyno sudah membuka mulutnya tapi ga jadi ngomong. Masa dia mau jujur kalo yang nyuruh dia duduk di situ adalah Alya?

Karena Reyno bingung bagaimana cara untuk menjawabnya, seseorang yang baju seragamnya dikeluarin langsung menonjok Reyno tepat di pipi. Reyno sampai terpelanting ke lantai. Pipinya biru kena tonjok.

Sesaat kemudian mereka langsung jadi tontonan umum. Tak ada yang berniat nolongin atau melerai. Para penghuni kantin seneng karena akhirnya ada ‘hiburan’ drama laga juga setelah sekian lama di sekolah mereka ga ada yang beginian. Dasar anak SMU jaman sekarang!

Tanpa merasa malu kelima kakak kelas itu mendekati Reyno yang masih di lantai kantin. Bibir Reyno udah lecet sehingga berdarah. Reyno memegang bibirnya dan meringis, aku mana punya bekal tekwondo atau silat. Masa kabur? Cih!

“Dasar… Lo ga tau apa itu bangku kami?”

Reyno tak menjawab. Ingin sekali Reyno bilang, “Bangku nenek moyang lo!” tapi ga jadi ngomomg karena dia bisa dihajar.

Alya yang tadi asik-asikan mesen makanan langsung tersadar dengan adanya keributan. Dia berlari mendekati Reyno, kaget dengan keadaan cowok itu. Alya langsung berkacak pinggang sambil menjerit galak kepada kelima kakak kelas, membuat kantin makin bising.

“STOOOPP!!!”

“Ni apaan lagi cewek tiba-tiba teriak?” gumam salah satu dari 5 cowok kelas 3 yang memakai banyak gelang.

Alya melirik pada Reyno yang pipinya udah lebam. Alya merasa sangat bersalah, kan dia yang ngajak Reyno duduk di situ… Yang seharusnya kena tonjok kan dia…. Slalu saja… rasa-rasanya dia slalu membuat cowok itu menjadi korbannya!! Ya kena timpuk bolalah, kena muntahannyalah, dan sekarang kena tonjok orang… Dia bertanya-tanya apa dia ini slalu bikin orang sial ya??

Eeh, Alya nangis lagi. Semua ini pasti salahku…

“Apaan sih lo tiba-tiba nangis?” tanya anak kelas 3 yang lain sebel dan bingung.

Alya malah ngejerit, “BU.. PAK.. ADA YANG MUKUL REYNO!!!!”

Kontanlah kantin itu langsung heboh. Bagi sebagian orang tontonan ini makin menarik dan lucu. Drama laga dengan diselingi komedi romantis karena sang pemeran utama yang dikeroyok kakak kelas dibela oleh cewek imut kempot yang berteriak memanggil bala bantuan.

Alya ga berhenti sampai di situ saja. Dia menjerit heboh manggil satu persatu nama guru di sekolah. Tapi Alya memang benar-benar menangis. “BU SISKA… BU ATIK… PA MANTORO…!! ADA YANG MUKUL REYNO!”

“Iya, iya…. Sori… Kami ga sengaja…” ucap kakak kelas itu risih juga ngeliat ada yang nangis ampe segitunya, bisa-bisa mereka kena skors.

Tapi Alya ga berhenti menangis.

“Eh, udah dong, jangan nangis terus…” pinta yang lain. Orang itu melirik ke arah Reyno, “Suruh dong pacar lo ini supaya ga nangis lagi…” Orang itu sempet mendesis, “Sableng ni cewek.”

Reyno tercengang, napa jadi aneh gini ya?

“Al, udah dong jangan nangis lagi….” Karena Alya ga berhenti nangis, Reyno langsung menarik cewek itu pergi ke UKS. Cewek itu masih menangis, berjalan sesempoyongan dipapah oleh Reyno.

Seharusnya kan gue yang dibawa ke UKS tapi napa malah dia yang butuh diobatin??

“Udah dong jangan nangis….” Reyno memandangi UKS yang kosong dan agak kumal. Males dehh kalo mesti dirawat di ruangan ini, mana ga ada yang mau ngurus.

Akhirnya Alya berhenti nangis juga.

Reyno menghela nafas lega, “Kenapa lo yang nangis? Yang kena tonjok kan gue…” Dengan dramatisir Reyno menunjukkan bibirnya yang sobek.

“Tapi kan gue yang ngajak lo duduk di situ…” Alya cecegukan.

Reyno terdiam. Good answer.

Alya menghapus air matanya persis kayak anak kecil, “Gue udah berkali-kali ngebuat lo sial…”

Reyno memandangi cewek itu. Dia kembali teringat dengan kesialan yang ia alami karena cewek itu. Tapi hanya satu yang membuatnya ingin tertawa yaitu kesialannya hari ini. Sikap Alya yang spontan menjerit-jerit manggil satu per satu nama guru di sekolah itu jelas membuatnya ingin ngakak kalau kembali membayangkannya, ya walaupun pipinya memar….

Reyno tak bisa menahan tawanya. Dia pun tertawa terbahak-bahak membuat Alya bingung.

“Kok lo malah ngetawain gue?”

Reyno tersenyum. “Kalo kayak gini terus sih, gue rela deh kena tonjok tiap hari…”

Alya berusaha mencerna maksud dari perkataan Reyno. Namun dia tidak mengerti sama sekali.

Reyno masih tersenyum, “Lo mau jadi pacar gue?”

Alya terbengong polos. “Pa-car??”

êêê

DOEA

“Hah? Sejak kapan lo punya pacar?” tanya Melva tak percaya, “Ama siapa?”

Alya terdiam sesaat. Dia juga heran kenapa dia bisa nerima gitu aja jadian ama Reyno yang baru dia kenal secara tidak sengaja… yeah…

“Oi! Ama siapa?” tanya Melva ga sabaran.

“Reyno…”

“Reyno yang mana??”

“Itu lho… yang hidungnya pernah berdarah kena bola yang gue oper ke lo…”

“Hah? Apa?!! Kok bisa?”

Alya cuma bisa angkat bahu.

Melva menatap sobatnya itu dengan tak percaya. Kok bisa segampang itu?

Sementara itu Andra, teman Reyno juga sama terkejutnya dengan berita yang dia dengar dari Reyno.

“Lo jadian ama cewek itu? Gak salah? Yang nangis teriak-teriak manggil guru di kantin kemaren itu?”

Reyno mengangguk sambil tersenyum.

Andra memandangi temannya itu dengan iba. “Kok bisa? Lo bercanda ya?”

“Pala lo bercanda! Gue seriuslah!”

“Kok bisa? Dia kan yang pernah buat kepala lo benjol trus kemaren juga dia udah bikin pipi lo biru kan?”

“Bukan dia kali yang nonjok gue…” ralat Reyno.

“Yaa maksud gue… gimana kalo besok-besok dia ga sengaja buat lo celaka lagi dan makin parah??”

Reyno langsung menjitak kepala temannya itu dengan gemas. “Lo jangan ngedoain yang engga-engga deh… Gue tuh suka ma dia…”

“Hah?” Andra mencermati Reyno dengan seksama.

“Ga tau sih… tapi yah, jalanin aja…”

“Dia kan pacar pertama lo…”

“Terus?” tanya Reyno jadi sedikit sewot.

“Kan kasihan lo… Ntar kalo lo trauma pacaran gimana..?”

“Kurang asem lo! Udah gue bilang jangan doain yang engga-engga…”

“Hehehe….”

êêê

Hari ini saat di kantin, Melva tak henti-hentinya menggoda Alya.

“Tuh pacar lo… Si Reyno itu…”

“Apaan sih!” Alya melirik ke meja yang tidak terlalu jauh dari meja mereka. Di sana ada Reyno dan empat orang teman sekelasnya. Dia masih bingung, serasa mimpi, kayak baru kemaren deh, dia muntah di bajunya Reyno… Eh, sekarang dah jadian lagi. Aneh deh.

“Rey, tuh cewek lo… Kok gak disamperin??” goda Andra sambil menunjuk Alya yang lagi bengong di meja lain.

Reyno melirik sesaat.

“Hah? Reyno jadian? Ama siapa?” tanya Defta, teman sekelas Reyno.

“Iya… Ama anak IPA 3…”

“Siapa? Siapa? Yang mana?”

“Itu lho yang pernah bikin kepalanya benjol…”

“Yang mana? Gue gak tau…”

“Itu lho yang kemaren teriak-teriak di kantin….”

Kontan yang lain langsung tertawa terpingkal-pingkal.

“Oh, yang itu… Masa sih…”

“Iya, Rey??”

Reyno menutup sebagian hidung dan mulutnya dengan tangan kanannya sambil melirik Andra dengan murka. Dia benar-benar malu.

“Kalo kalian ga percaya, gue panggil deh tuh cewek…” gumam Andra jahil abis.

Belum sempat Reyno mencegah, Andra dah keburu manggil Alya dengan panggilan yang berani.

“Alya!!!”

Yang dipanggil menoleh terkejut. Sambil berkali-kali bolak balik menatap Reyno dan teman-temannya itu.

“Lo apa-apaan, ANDRA!” tukas Reyno setengah berbisik. Dia tidak berani membalas tatapan Alya saking malunya.

“Alya, sini deh! Lo dipanggil ama Reyno….”

Reyno ingin sekali melem mulut temannya itu dengan lakban. Apalagi teman-temannya yang lain mulai mengekeh tak jelas.

“Alya, lo dipanggil tuh…” goda Melva, “Sana…”

Masih kebingungan, Alya pun bangkit berdiri menghampiri meja Reyno. Dia menatap Reyno dengan ekspresi bertanya-tanya.

Tapi Reyno malah tidak berkata apa-apa membuat Alya makin bingung. Reyno memegang hidungnya dan sesekali garuk-garuk kepala karena salting.

“Lo napa, Rey? Katanya mo ada yang lo omongin kan ke doi?” celoteh Erik menahan tawa.

Kaki Reyno sengaja menginjak kaki Erik dengan gemas saking jengkelnya.

Erik mengucapkan, “Aw… Aw…Mama…” tanpa suara sambil menatap memelas pada kawannya itu.

“Lo napa, Rik?” tanya Andra terkekeh-kekeh.

Reyno menatap Andra dengan tatapan membunuh. Giliran lo nanti… Kaki gue ga nyampe.

Alya masih berdiri di sana menunggu sampai Reyno mengatakan sesuatu. “Apa, Rey?” tanya Alya pada akhirnya.

“Ng… oh… gue lupa…” ucap Reyno dengan tampang super innocence dan charming membuat Defta mengikik jijai.

Alya terbengong dan dengan polosnya ia hanya berkata, “Oh gitu…”

“Gue inget kok…” ujar Andra tiba-tiba. Ia meringis melihat mata Reyno yang udah melotot kayak ikan mati. Bagi Andra sih, yah sekalian aja deh disiksa tujuh hari tujuh malam daripada membiarkan lelucon ini berakhir begitu saja. “Tadi sih… seinget gue… Reyno mo ngajak lo jalan sabtu ini… Mo ngapain sih, Rey? Gue lupa…”

Reyno tak menjawab. Benar-benar ia dibuat malu. Dia jadi berpikir siksaan apakah yang pantas untuk temannya itu. Godam atau palu ya??

Karena Reyno tak menjawab akhirnya Erik yang menjawab, “Katanya sih, mau ngajak nonton… Iya kan, Rey?”

Reyno kembali menginjak kaki Erik sampai kaki Erik bengkak rasanya digencet seperti itu membuat Erik bergumam-gumam tak jelas, “Ampun, Rey… Ampun…”

Alya memandangi Reyno, masih menunggu penjelasan dari semuanya itu.

“Ng… itu…anu…”

“Kalian ngobrol aja, gue mau ke toilet dulu…” Andra bangkit berdiri sambil mengedip norak.

Yang lainnya juga ikut-ikutan minta ijin mau ke toilet. Mereka semua langsung ngacir meninggalkan meja itu sambil tertawa terbahak-bahak.

“Lo duduk deh…” gumam Reyno pada akhirnya. Alya menurut. “Ng… yah, kalo lo emang ga keberatan sih… gue emang mau ngajak lo nonton sabtu ini…” Sial, gara-gara mereka gue jadi kayak orang bego gini…

Alya tersenyum manis memperlihatkan lesung pipitnya. “Jam berapa?”

“Jam berapa ya…. Jam dua deh di Senayan…” Dalam hati seneng juga karena Alya mau diajak jalan.

“Oh oke….”

“Ng…. lo mo mesen apa? Kayaknya temen gue ga kan balik lagi tuh…”

Alya tertawa. “Apa aja deh…”

Reyno pun langsung memesan makanan. Sementara itu Melva duduk dongkol di bangkunya menatap Alya dengan gemas.

Bagus ya… Gue dilupain…

êêê

“Lo mo ke mana, Rey?” tanya Tika pada abangnya dengan penasaran ngeliat abangnya yang tiba-tiba sibuk bersiap-siap di sabtu siang itu.

“Mo kencan, adeku yang malang…”

“Hah? Kencan? Ma siapa? Ma Andra ya??”

“Cih!” Dalam hati Reyno tertawa karena sudah menghukum Andra dan yang lainnya dengan pantas karena kejailan mereka. Reyno meneke mereka lima kali!!

Tika langsung mendekati Reyno yang sibuk mengaca sambil bersiul-siul dengan ceria.

“Trus ma siapa? Erik, ya?”

Reyno menatap adiknya dengan sinis. “Plis dong…” Dia kira aku ga laku apa ampe memutuskan homo?

“Jadi ma siapa dong? Kasih tau Tika!!”

“Ama Alya…”

Mulut Tika langsung menganga. “Cewek yang pernah muntah di baju lo itu??”

“Yup!”

“Kok bisa??”

Reyno sudah bosan dengan komentar orang-orang yang selalu mengatakan kok bisa? Dia hanya mencubit pipi Tika, “Ya, bisa dong…” Lantas Reyno malah pergi mengambil jaket dan kunci mobilnya. “Dah, Tika sayang…. Jaga rumah ya… Gue pergi dulu. Hihihi…”

Reyno menyeti r sambil bersiul-siul nyaring dan sesekali menyerukan, “Senayan jam dua!!”

Jam dua kurang lima belas menit Reyno udah nyampe. Mungkin karena dia terlalu bersemangat kali ya…

Dia duduk di bangku taman di sana dengan tenang dan sabar.

Ntar gue ajak dia nonton…. Nonton film yang dia suka aja… Hehe, kan first date. Terus… makan di food court sambil ngajak ngobrol soal keluarganya… Abis itu… gue ajak dia ke toko buku ah… And the last… gue anter dia pulang sambil minta supaya mulai senin pulang dan pergi sekolah bareng…. Cihuy!! Hahaha… gue jenius juga soal beginian.

Tapi sudah jam dua lebih tiga puluh menit, yang ditunggu belum keliatan juga…

Kok lama? Ah, mungkin dia kelamaan siap-siap buat gue…. Nyehehe… kan fist date.. biasa, cewek pasti pengen tampil perfect dan secantik mungkin. Secara cowoknya gue : Reyno!

Terdengar suara petir dari kejauhan. Reyno menengadah menatap langit yang gelap. Kayaknya sebentar lagi bakal……….

Byuuurrr!!!

Hujan deras langsung turun begitu saja.

Sementara orang-orang di sekelilingnya sedang panik menghindari hujan deras dan mencari tempat berteduh, cowok itu masih duduk di sana. Ia bersikeras untuk tetap menunggu Alya sampai cewek itu datang!

Sore itu Alya sedang tidur-tiduran di kamarnya sambil membolak-balik majalahnya dengan bosan. Dia lupa sama sekali dengan Senayan jam dua atau nonton film, atau bahkan Reyno…..

Ponselnya bergetar. Ada SMS masuk dari Melva :

Oi, pasti lagi nge-date ya?

Slamet deh… Ditunggu ceritanya, sista!!^^

Sesaat Alya heran dan tak mengerti membaca SMS dari temannya itu, namun akhirnya dia inget juga.

Astaga, Reyno!!! (Cewek ini emang harus periksa ke dokter spesialis otak sekali-kali)

Alya langsung bangkit dari tempat tidurnya dan melihat jam dinding. Jam tiga kurang dua puluh menit-itu pun jamnya kan kelambatan setengah jam!! Jadi lebih tepatnya sekarang sudah jam tiga lebih sepuluh. Parah.

Cepat-cepat Alya langsung menelepon taksi karena hujan turun sangat deras. Alya terbirit berganti pakaian dan merapikan wajahnya.

“Alya, taksinya udah dateng…” seru Mamanya dari bawah.

Terdengar gedebak gedebuk di lantai dua. Alya berlari turun namun saat akan keluar, ia ditahan Mamanya.

“Kamu mau kemana, Al?”

“Mau nonton, Ma… Penjelasannya nanti aja deh… Dia udah nunggu Alya lama banget.”

“Iya deh… Payungnya udah dibawa?”

Alya mengangguk, “Aku pergi dulu ya, Ma!” Alya melesat masuk ke dalam taksi.

Reyno menggigil diguyur hujan dari tadi. Dia kemana sih? Apa macet ya karna hujan?

Sebuah taksi berhenti tak jauh dari hadapannya. Dan orang yang slama ini ia tunggu keluar sambil membuka payung, berlari mendekati Reyno. Ia sangat tak menyangka ternyata Reyno berada di sana kehujanan. Kok adegannya kayak di film Meteor Garden ya?? Ihhh…

Reyno cukup puas melihat Alya datang juga… walaupun dia kebasahan!

Alya sudah berdiri di hadapan Reyno saat ini. Payungnya melindungi kepala Reyno seutuhnya.

“Sori…” sengalnya, “Gue udah bikin lo lama nunggu….”

Reyno tersenyum sekilas. Lagi-lagi dia menggigil kedinginan.

“Mending kita ke mobil lo aja deh…”

Iya, ya, mobilnya… Kenapa dia gak kepikiran sama sekali untuk menunggu Alya dalam mobilnya? Kan lebih aman, ga kehujanan. Dasar, cinta itu emang buta eh tulalit pula.

Mereka pun masuk ke dalam mobil. Jok mobil itu dibuat basah karena sekujur tubuh Reyno tidak ada yang kering.

“Dari tadi gue nelepon lo… Ga kerasa, ya?” gumam Alya.

Reyno tersadar. Ponselnya kan ada di saku celananya. Dengan lugunya, Reyno mengeluarkan seonggok HPnya yang basah.

Kan bener kan? Cinta itu tulalit meskipun lo sebenarnya bukan orang yang tulalit…

“Kayaknya HP gue udah rusak parah…” ucap Reyno lebih pada dirinya sendiri. Prihatin….

“Maafin gue, Rey… Gue… gue udah ngebuat lo nunggu lama. Gue bener-bener lupa…Gue gak sengaja….”

Sebenernyaa… hati Reyno perih mendengar kata-kata Alya yang mengatakan kalo dia lupa. Kok bisa sih?? Lagi-lagi kata-kata itu…. Emang iya sih… Kok bisa sih?? Sebenarnya bagi Reyno lebih baik Alya berbohong kalau tadi jalanan sangat macet daripada mendengar kalau ternyata Alya yang lupa. Owh man!!

Reyno menatap Alya yang sepertinya bakal nangis itu. “Udah, Al… Gue ga apa-apa kok…” Reyno ga mau cewek itu nangis di first date mereka, kesannya gatot banget alias gagal total!!

“Maafin gue….” Mata Alya makin berkaca-kaca saja. Dia menatap Reyno dengan tatapan nanar karena terhalang air mata.

“Iya, gue maafin kok…”

“Tapi ini yang keempat kalinya gue udah buat lo sial. Gue udah banyak nyusahin…”

“Udahlah, Al! Gak usah bilang yang engga-engga…” ucap Reyno dengan nada tinggi dan menyentak.

Alya langsung terdiam. Kaget.

“Ng… sori… gue gak bermaksud ngebentak lo… Gue sama sekali ga marah…” Reyno bingung sendiri. Sebenarnya dia tidak suka siapapun mengatakan kalau dia mengalami kesialan kalau bersama dengan Alya. Dia tidak terlalu suka mendengar kata-kata macam itu, apalagi yan ngomong justru cewek itu sendiri.

“Berhubung filmnya udah dimulai dari tadi, gimana kalo kita kita ke toko buku aja?” ujar Reyno lembut berusaha mencairkan suasana.

Apa aku bilang? Cinta itu tu-la-lit sekaligus gak punya akal sehat.

“Lo basah, Rey… Mending kita pulang aja…”

Hati Reyno hancur mendengar kata-kata itu. Kencan pertama yang sudah si jenius ini siapkan secara apik gagal total. Ancurr, ancurr!! Ga ada romantis atau so sweet-so sweetan. Reyno ga tau respon apa yang bakalan diberikan Tika. Ketawa ampe nangis atau nangis ampe ketawa.

Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang saja.

êêê

Esok paginya Alya mendapat telepon. Nomornya sih, nomor rumah Reyno…

“Halo?”

“Ni Alya?” tanya cewek dari seberang.

“Iya…”

“Heh, tanggung jawab lo… Lo udah bikin abang tercinta gue sekarat!”

“Apa?” Alya langsung memutar otak. Kemarin sih, Reyno emang kehujanan. Jangan-jangan Reyno langsung sakit dan bahkan katanya… apa? Sekarat?

“Helloow? Masih ada orang ga sih?” protes Tika.

“Re-Reyno di rumah sakit?” Alya menelan ludah dalam-dalam.

“Nggak, dia di rumah. Kami ga punya biaya buat berobat. Mending lo cepet-cepet dateng ke sini dan tanggung jawab! Lo kan yang buat dia kehujanan kemaren!”

“Gue ga bermaksud……”

“Pokoknya lo cepet ke sini!!” Tika langsung memutuskan komunikasi begitu saja.

Tika tertawa terpingkal-pingkal tanpa suara. Dia sengaja nelepon Alya dari nomor yang tertulis gede di meja belajar abangnya itu. Dia sengaja ngerjain Alya. Tika sih yakin Alya pasti percaya padahal udah jelas ayah mereka kan dokter dan lagian…

Tika mengintip sesaat ke dalam kamar Reyno. Abangnya cuma demam, selebihnya baik-baik aja, ga ada sekarat-sekaratan. Reyno lagi berbaring sambil baca majalah otomotif tuh… Dia keliatan sehat, tidak pucat sama sekali.

Cewek yang masih kelas 3 SMP itu mengikik lagi. Dia ga sabar nunggu Alya, si cewek polos itu, datang ke rumah. Asik nih, bisa ngerjain dua orang sekaligus. Pasti seru!

Alya berlari sambil memeluk ibunya yang sedang asyik nonton TV itu. “Mama!!!”

“Lho? Kenapa, Sayang?”

“Ma… kemaren Reyno kan kehujanan… Trus tadi adiknya nelepon dan bilang kalo dia sekarat dan katanya aku mesti ke sana, tanggung jawab. Gimana dong, Ma?”

Wanita setengah baya itu hanya tersenyum. Beliau sudah banyak memakan asam garam dalam hal begituan. Jadi beliau hanya tersenyum tenang sambil mengelus kening anaknya dengan sayang. “Ya sudah… Mending kamu bawa sesuatu ke sana untuk pacarmu itu…”

“Tapi apa, Ma? Bunga pemakaman?”

“Hus! Ngomong apa kamu? Mending kamu bawa makanan atau buah-buahan…”

“Apa dong, Ma? Kasih ide…”

“Mama punya ide. Gimana kalo kamu buatin dia puding cokelat? Semua orang kan suka puding cokelat…”

êê

Sekitar jam setengah tiga sore, tamu yang ditunggu dengan tak sabar oleh Tika datang juga. Dan sebelumnya, Alya sudah berulang kali menelepon menanyakan jalan menuju rumah itu. Payah…

“Akhirnya datang juga… Lama amat sih!” celoteh Tika saat membukakan pintu untuk Alya.

“Siapa, Ka?” tanya Mamanya dari dalam.

“Pacarnya Reyno, Ma, yang tadi Tika ceritain…”

“Oh ya?” Mama Reyno langsung nongol dan menyambut Alya dengan hangat. Mamanya ini emang penasaran banget dengan cewe yang tadi Tika ceritain. Soalnya tadi Tika cerita kalo pacarnya Reyno polos dan pernah ngemuntahin Reyno.

Alya tegang setengah mati, ngeri kalau disuruh tanggung jawab.

Wanita yang seumuran dengan mamanya itu tersenyum. “Ka, kamu bawa Alya ke atas ya…Mama nyiapin minuman dulu… Tadi sih, Mama liat Reyno tidur…”

“Siap, Ma!” Dengan sopan Tika pun langsung mengajak Alya untuk ke atas. Alya jadi bingung sendiri. Dia kira dia bakal dibentak-bentak ama Tika, habis di telepon galak amat, tapi kok sekarang…?

Ternyata memang benar. Reyno tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Ini pertama kalinya Alya masuk ke kamar Reyno. Segalanya serba otomotif… Poster-poster bahkan corak seprai dan gorden.

“Yahh… dia masih molor…”

Alya tersenyum. Dia lega juga ngeliat ternyata Reyno ga keliatan kayak orang yang mau mati. Mungkin masa kritisnya udah lewat kali ya…

“Ntar kalo dia bangun tolong kasih ini ke dia ya…” Alya meletakkan bingkisan di meja, di samping tempat tidur Reyno.

“Apaan tuh?” tanya Tika.

“Cuma makanan…”

“Trus lo mau pulang?”

“Ngga… Mending gue di bawah… bantuin nyokap lo….”

Tika tersenyum sekilas. Alya pun keluar meninggalkan ruangan itu. Kesempatan emas ni! Tika duduk di sofa kamar abangnya itu sambil mengodok-odok laci abangnya, berharap menemukan aksesoris gaya masa kini. Dia memang sering melakukannya di saat kesempatan begitu nyata di depan mata seperti ini.

Karena suara ribut yang ditimbulkan Tika yang mengodok-odok laci, Reyno terbangun juga. Ia membuka matanya perlahan, “Lo ngapain, Ka? Ngutil lagi ya? Tega lo gue lagi sakit gini lo malah ngutil…

Tika terpaku. Ia menggenggam erat gelang keren yang ia temukan. Tika langsung berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ah...! Akhirnya lo bangun juga... Tadi si Alya ke sini...”

“Hah? Masa?” Reyno langsung terduduk di atas tempat tidur. Dia benar-benar langsung sehat!-bahkan kalo disuruh push up oleh Alya, Reyno yakin bisa.

Tika cekikikan ngeliat tampang abangnya itu.

“Trus dia dimana?”

“Di bawah... bareng nyokap... Oh iya, tuh dia bawain makanan buat lo...” Tika menunjuk sebuah bungkusan di atas meja.

Reyno langsung berlari turun.

Tika memutar kedua bola matanya, “Bener kan... langsung sehat...” Tika juga ikut-ikutan lari, mengikuti abangnya, tak lupa menyembunyikan gelang keren di sakunya dengan aman.

Reyno berhenti di anak tangga keempat dari bawah. Ia menatap Alya yang berada di ruang keluarga sedang asyik mengobrol dengan ibunya. Seulas senyum tersungging di bibir Reyno. “Alya....”

Alya menoleh. “Reyno...! Lo udah baikan?”

Reyno tak menjawab apa-apa. Ia hanya tersenyum makin lebar. Ohh, mimpi apa gue tadi… Di depan mata gue, Mama dan Alya keliatan akrab. Pasti lagi ngomongin gue…

“Sini deh! Tante lagi nyeritain hobi lo yang suka ngompol waktu SD...” ujar Alya polos banget.

Reyno tercengang. Ia memandang sesuatu yang sedang dipegang oleh Alya. Album foto!!! Dada Reyno seperti kereta uap yang sedang berjalan. Tidaaaakkk!!! Dengan sengit, Reyno menatap ibunya. Ternyata ibunya lagi enak-enakan tertawa! Plis dong.... anak sendiri dipermaluin.

“Mama hebat!!!” seru Tika yang tadinya berada di belakang Reyno, langsung berlari turun mendekati ibunya. Ia tertawa puas, merasa Mamanya canggih juga.

Apa-apaan mereka?!!!

Mama yang tidak peka dengan perasaan anaknya.... juga adik yang jailnya minta ampun, seneng ngeliat abangnya sendiri gondok.........Keluarga macam apa ini?!

Berusaha stay cool, tapi tetep aja malu bo! Reyno ga bisa cool lagi wong mereka lagi ngomongin dirinya yang suka ngompol waktu SD. Dan sebenernya... Reyno agak sedih dengan kata-kata Alya barusan yang menyatakan kalo hobinya waktu SD adalah ngompol. That’s too much! Tidaaaaakkk!!! Itu bukan hobi!!

“Mama gue cerita apa aja ke lo?” tanya Reyno berusaha cool, duduk di sebelah Alya.

Alya tertawa pelan. Dan de-ngan-so-pan-nya cewek ini menunjukkan foto Reyno saat SD yang sedang menangis dengan celana yang basah karena ompolan.

Wajah Reyno menegang. Ia menatap ibu dan adiknya dengan berang. Apa gue bilang? Tu foto buang aja kek, bakar aja sekalian... Bener kan kata gue.... Akhirnya tu foto jadi aib gue SELAMANYA....

“Ah, itu kan dulu...” Reyno berusaha menutupi dan mengubur aibnya dalam-dalam, walaupun wajahnya udah merah pucat : malu sekaligus down..

Tika tertawa renyah, geli ngeliat abangnya yang keki.

Alya tersenyum. “Tapi lo imut ya, waktu SD...”

“Oh, iya dong.... “ gumam Reyno seneng banget masalah ngompolnya gak diungkit lagi. Alya, lo emang cewek tepat buat gue. Gue yakin sekarang!

Tika hanya menjulurkan lidah tanda jijik. “Imut-imut tukang ngompol...”

Yaaaa... lagi-lagi diungkit.

“Tapi walaupun suka ngompol, Reyno banyak prestasinya lho waktu SD, Al...” bela Mama.

Akhirnya aku dibela juga!! Gini kek dari tadi. Oh, Mama… mungkin memang benar ‘surga’ hanya di bawah telapak kakimu…

“Oh, iya, Tante?”

“Dia menang lomba pidato bahasa inggris.... Reyno juga jago olahraga dan main musik lho....”

Hidung Reyno kembang kempis dipuji gitu di depan Alya. Akh, senangnya.

“Tapi sayang.... waktu difoto dia malah ngompol....” lanjut Mama sambil tertawa lepas, “Ternyata slama pidato dia nahan pipis...”

“Mungkin karena nahan pipisnya itu dia menang...” Tika ikut menimpali.

Alya tertawa polos sambil melirik Reyno yang mukanya udah merah kayak kepiting rebus.

Untunglah tiba-tiba ada suara dering handphone. Yah setidaknya mengalihkan pembicaraan...

“HP siapa tuh?” tanya Tika.

“Oh...” Alya baru tersadar dan langsung mengeluarkan ponsel dari tas mungilnya. Ia langsung menjawab panggilan, “Ya, Ma?”

“Kamu lagi dimana?” tanya Mama Alya dari sebrang.

“Di rumah Reyno, Ma...”

“Kamu cepet pulang ya... Bentar lagi paman dan bibimu datang dari Lembang.”

“Oh, iya, Ma.... Ini juga mau pulang kok...”

Komunikasi pun terputus.

Alya langsung bangkit berdiri dan pamitan pada yang lain. “Tante, Alya pamitan pulang dulu ya...”

“Lho? Kenapa cepat-cepat?” tanya Ibu Reyno.

“Alya keasyikan di sini sampai lupa saudara Alya mau datang ke rumah sebentar lagi...”

“Oo gitu...”

“Gue anter lo deh...” Reyno pun ikut-ikutan berdiri.

“Ah, ngga usah... Lo kan masih sakit...”

“Ga pa-pa kok kalo cuma nyetir mobil doang...”

“Udah ga pa-pa, Rey... Gue pulang sendiri aja. Beneran, ga pa-pa kok....”

Alya dan Reyno, dibuntuti oleh Tika, berjalan keluar rumah.

“Beneran lo ga mau gue anter?” tanya Reyno sekali lagi, “Emang lo tau jalan pulang??”

“Gue ga pa-pa, Reyno.... Tadi aja gue bisa dateng ke sini, masa pulangnya ga bisa....”

Tika mendengus pelan. Iya, tapi bulak balik nelepon ke sini nanya jalan!

“Ya udah kalo gitu.... Hati-hati ya...” ucap Reyno lembut.

Alya berjalan mundur sambil tersenyum lebar, “Daaahhh....” Baru juga dibilang supaya hati-hati, eh, Alya nubruk gerbang karena dia jalan mundur membuat Tika cekikikan.

“Al, lo ga kenapa-napa kan?”

“Gue gak apa-apa kok....” gumam Alya mengelus pinggangnya yang nyeri. “Daahhh...”

Alya pun menghilang di balik gerbang.

Tika tertawa pelan. Bentar lagi juga paling nelepon lagi nanya jalan.

Reyno langsung menatap adiknya dengan sinis. “Lo...! Bagus ya.... Lo ngebuat gue malu!!”

Tika hanya tertawa dan berjalan masuk rumah dengan gontai. “Gue kan cuma kasih tau kenyataan.... Ngapain lo mesti heboh?”

Reyno sudah ingin meremas isi kepala adiknya itu.

“Emang dia ilfeel?” Tika menoleh dengan cengirannya yang khas, “Engga kan?”

Ya, engga sih... Tapi kan tetep aja.......

Reyno hanya memonyongkan mulutnya, menahan jengkel. Ia pun langsung ngacir ke kamarnya. Namun saat melihat sebuah bingkisan yang tersimpan di atas meja kamarnya yang kata Tika dari Alya, perasaan Reyno langsung meler.... Dia melompat mengambil bingkisan itu sambil bertanya-tanya, makanan apa yang ada di dalam sana.

Reyno membawa bingkisan itu turun dan meletakkannya di atas meja makan. Dengan perlahan ia membuka kantung plastik itu.

Ada mangkuk besar bertutup dan di atasnya ada sebuah kartu. Kartu kuning bergambar winnie the pooh. Di kartu itu tertulis-tulisan tangan Alya-yang isinya :

Untuk: Rey

Cepet sembuh yaaaa!!!

Skali lagi gue minta maaf kalo karna gue lo jatuh sakit.

Oia, ni ada makanan buat lo. Gue harap lo suka! Tapi bentuknya agak aneh gitu.... Ga pa-pa ya.... Gue udah ngulang ampe 3 kali coba karena bentuknya yang ancur mulu. Tapi karna ga da waktu lagi, ya udah deh, seadanya... Hehe.

Keep smile.

AL

Reyno tersenyum lebar. Ia tidak akan membuang kartu itu. Disimpan di dompet mungkin? Atau dibingkai ya??

Masih dengan senyum mengembang kayak baru menang lotre, Reyno membuka tutup mangkuk tersebut. Dan di dalamnya ada.... entah bisa dibilang seonggok atau mungkin sebuah....seperti jelly yang basah dan bergoyang-goyang saking jellynya.

Awalnya Reyno bertanya-tanya makanan apakah itu. Namun beberapa saat kemudian dia sadar juga kalau mungkin itu adalah.... puding coklat???

Bentuknya memang agak aneh. Sepertinya Alya gagal mencetak puding itu menjadi bentuk mangkuk yang sempurna. Alhasil yang ada ialah puding yang agak penyot sana-sini dan sejujurnya.... meragukan untuk dimakan.

Tika duduk di hadapan abangnya sambil memandangi puding tersebut. “Apaan tuh? Aneh amat. Dari Alya?”

Reyno mengangguk sekenanya, masih memandangi puding coklat new version itu.

“Kalo gue jadi lo sih, gue ga kan mau makan... Hih, bentuknya aneh gitu... Jangan-jangan ntar gue langsung diare abis makan begituan...”

“Tika! Daripada kamu gangguin Reyno mending kamu bantu Mama nyuci piring........” seru Mama dari dapur yang tadi emang sempet nguping.

“Ogah ah, Ma... Maless...” jawab Tika. Ia memandang Reyno lagi, “Cepet makan...... Gue ga sabar pengen liat lo diare.

Reyno menghela nafas, dia ga ada tenaga buat meladeni adiknya. Dengan berani ia mengambil garpu yang memang sudah sengaja disediakan Alya. Garpunya juga aneh. Gagangnya yang terbuat dari plastik berbentuk Snoopy.

Cowok itu menyendokkan puding itu lalu memasukkannya ke dalam mulut.... dan....

Mata Reyno langsung berbinar. Wajahnya pun langsung ceria gitu...

“Gimana? Ga enak kan?” Tika masih ngotot kalo makanan itu ga enak.

Reyno tak menjawab. Namun dari gelagatnya yang langsung makan lagi, lagi, dan lagi.... kayaknya sih....

Tika mengernyit menatap abangnya yang menikmati puding itu dengan wajah yang sangat bahagia. Dia sih nyangkanya Reyno cuma akting doang. Tika jadi ngehayal jangan-jangan itu cuma taktik supaya Tika ikut makan dan nantinya langsung sakit perut.

Tiba-tiba telepon berdering. Baik Reyno maupun Tika tidak bergeming dari tempatnya. Reyno masih asyik makan puding sambil senyum sendiri sementara Tika masih memandangi abangnya dengan curiga.

“Tika!! Itu telepon bunyi apa kamu ga dengar?” tukas Mama galak dari dapur.

Tika menghela nafas panjang. “Iya, Ma...iya...” Tika pun bangkit berdiri menuju telepon yang berada di ruang tamu sambil sesekali mengawasi Reyno yang siapa tau bakalan muntah atau terbirit ke kamar mandi.

“Halo? Siapa ni?” tukas Tika malas-malasan.

“Ini Tika, ya... Ini Alya...” sapa suara dari seberang.

“Oh elo.... Kenapa? Mau nanya jalan, ya?”

“Hehe... iya.... Dari rumah lo kan belok kanan, lurus terus belok kanan lagi kan?”

Tika garuk-garuk kepala dengan gemas. Seharusnya dari rumahnya kan belok kiri dulu baru belok kanan.... tapi tuh cewek malah....

“Halo, Tika??”

“Ahh, lo ngomong ama Reyno aja ya....” Lantas Tika langsung memanggil abangnya. “Rey, ni Alya, mo ngomong ama lo....”

Cowok itu langsung mendongak dengan semangat dan langsung berlari menyambut gagang telepon yang dipegang Tika.

Tika tersenyum masam melihat abangnya yang semalam manja banget minta dikerokinlah, dipijitinlah, eeh sekarang udah semangat banget, hiperaktif lagi. Dasarrr!!

Tika mengendap-ngendap kembali ke ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ia duduk di hadapan puding coklat buatan Alya yang keadaannya agak menyedihkan itu. Ia memandang puding itu dengan menghina. “Idiihh puding ancur gitu mana selera buat dimakan...” Tapiiii....

Tika tergoda juga untuk mencobanya, apalagi Reyno keliatannya bahagia banget makan tuh puding doang.

Tika menelan ludah dalam-dalam. Wajahnya udah kayak peserta di Fear Factor aja.... Dengan lambat tapi pasti, ia pun menyendokkan puding coklat itu dan memasukkannya ke dalam mulut.... Dan....

Gila! Enak banget!!!!

Tika memelototi puding itu tak percaya. Bentuk sih ancur tapi kok rasanya enak banget ya???

Alhasil, Tika memakannya lagi, lagi, lagi..... dan lagi.....

“Tika!!!!!!!” seru Reyno tak percaya melihat adiknya yang tega makan puding pemberian Alya sampai tinggal setengah mangkuk lagi.

Tika cuma nyengir. Sebenernya dia heran juga kenapa dia bisa tidak sekontrol itu makan puding love-love abangnya. “Sori.... abis enak sih....” Tika langsung kabur, dikejar oleh Reyno. Satu-satunya benteng teraman untuk Tika saat ini ialah berlindung di balik punggung Mama.

“Sini lo.... Jangan sembunyi!” seru Reyno.

“Aduh, aduh, kalian apa-apaan sih??” tukas Mama jadi pusing.

“Itu, Ma, Tika makan puding yang dibawa Alya buat Reyno....” Reyno mengadu.

“Ga pa-pan kan, Ma? Tika kan cuma nyicip doang.... Reyno tuh yang pelit....”

“Udah ah!!” tukas Mama. Ia berpaling menatap Reyno, “Rey, udahlah.... cuma puding doang....”

Reyno cemberut. “Itu kan dari Alya...”

Tika mencibir. Geli.

Reyno pun akhirnya mengalah juga. Ia kembali ke meja makan dan menatap pudingnya yang tinggal separuh. Ia memakannya beberapa sendok lalu memasukkannya ke dalam kulkas dengan hati-hati.

“Kok dimasukkin ke kulkas?” gumam Tika, cerewetnya kambuh lagi, “Gak diabisin?”

“Nggak! Buat besok aja.... Awas kalo lo makan lagi.”

“Yeee!! Ntar kalo basi gimana?”

“Biarin!”

Tika jadi menduga jangan-jangan Reyno akan tetap memakan puding itu sekalipun basi. Kan dari Alya......

“Tadi gue udah nelepon Papa, nyuruh supaya mampir dulu ke toko kue dan beli puding coklat!!” seru Tika mencibir pada abangnya yang pelit.

Malamnya Papa memang pulang sambil membawa puding coklat yang dibeli dari toko tapi tetap saja rasanya lebih enak buatan Alya ^^,

êêê

“Gimana acara nonton lo? Sukses?” tanya Melva yang langsung membanjiri Alya yang baru datang pagi itu dengan sejuta pertanyaan.

Alya menggeleng jujur. “Ngga.... Gue telat dan gue buat dia kehujanan.... Yahh, dia sakit gitu deh jadinya.”

“Apa???!!!!” Melva memelototi sahabatnya dengan tak percaya. Pulpen yang tadi di pegang untuk mengerjakan PR terlempar begitu saja. “Alya, lo tega banget. Itu first date lho...”

Alya tersenyum serba salah. “Yaa... gue kan dah minta maaf ke dia.......”

Melva masih geleng-geleng, prihatin juga dengan nasib Reyno.

Sementara itu di kelas IPA 6, temen-temen deket Reyno lagi ngakak, ngetawain kekonyolan kisah Reyno Sabtu Minggu.

“Hahahaha!!! Bener kan kata gue?” seru Andra sambil memukul-mukul meja. Andra pernah bilang pada temen segank yang lain kalau acara nonton itu bakalan gagal maning.

“Apes banget lo, bro!!” comment Defta nyengir.

“Ngga juga...” sahut Reyno, “Minggu dia datang ngejenguk ke rumah.... Dia bawa puding coklat yang enaaakkkk banget!! Ga nyesel gue sakit demam.”

“Wah? Dia bisa masak juga?”

“Lo ga kan percaya! Bentuk pudingnya tuh emang ancur banget tapi rasanya itu lho.... meleleh ampe ke hati.....”

Yang lain langsung tertawa terbahak-bahak. Reyno langsung dilempari dengan berbagai alat tulis karena yang lain ga tahan dengan mukanya yang telenovela abis.

êê

Saat istirahat, Reyno dan kawan-kawannya berpapasan dengan Alya yang sepertinya baru dari perpus gitu bawa tumpukan buku, entah buat apa.

“Eh, tu cewek lo....” gumam Erik saat melihat Alya yang beberapa meter tak jauh dari tempat mereka berada.

“ALYA!!!” Bukannya sang pacar yang menyapa malah Andra yang teriak sok akrab.

Alya menoleh dari balik tumpukan buku yang ia bawa. Dia menarik salah satu lengannya untuk melambai. Baru mau bilang, “Hai…” buku-buku itu gedubrak jatoh dengan sukses.

Andra, Erik, dan Defta cekikikan. Mereka langsung membekap mulut ngeliat tampang sangar Reyno yang marah karena pacarnya yang tersayang diketawain.

“Alya, lo ga apa-apa?” Reyno berlari menghampiri Alya dan berusaha membantunya.

“Gue ga apa-apa kok…”

“Lo mo kemana?” tanya Reyno.

“Ng… gue mo ke kelas bawa buku-buku ini…”

“Oke, gue bantu ya…”

Alya hanya mengangguk.

Teman-teman Reyno yang melihat mereka hanya bisa berusit-suitan ceria.

“Rey, kami duluan ya…” gumam Defta mengedip penuh arti.

Akhirnya setelah selesai membantu Alya membawa buku-buku itu, Reyno mengajak Alya makan di kantin apalagi Alya bilang kalo dia emang belum sarapan. Ck ck.

Saat di kantin, tentu saja Reyno enggan kalo mesti semeja dengan teman-temannya yang kampring itu. Reyno tak sudi menerima ajakan teman-temannya yang minta supaya makan bareng aja. Cih… Dia sengaja memilih meja yang paling jauh dengan meja teman-temannya, supaya ga bikin heboh.

Tapi… kehebohan tetap saja kehebohan…

“Al, thanks ya buat pudingnya…” gumam Reyno dengan senyum mautnya, “Enak banget…”

Alya balas dengan senyum. “Harusnya gue yang minta maaf. Kan karna siapa coba lo jadi sakit gitu?”

Reyno hanya nyengir. “Ng, Al… Gue pacar yang ke berapa?”

“Hah?” Alya bengong polos.

“Mm,, ng ya maksud gue… Ng, gue pacar lo yang ke berapa?”

Alya yang tadinya sedang menuangkan saus ke mie basonya sontak terkejut. Saus yang sedang ia tuangkan pun malah berceceran ke meja. Parah.

Alya langsung membersihkan meja dengan tisu. Ia menatap malu pada Reyno sesekali. Reyno juga jadi hanya garuk-garuk kepala.

“Ng… kalo ga mau dijawab juga ga apa-apa kok…” Reyno tersenyum pada basonya. Sebenernya Reyno penasaran banget lantaran Alya gampang banget nerima dia sebagai cowoknya waktu nembak di UKS, mending kalo di restoran romantis. Makanya Reyno curiga, jangan-jangan Alya nerima semua cowok jadi pacarnya lagi? Yaa… sapa tau kan semenjak SD, Alya begitu polosnya nerima siapapun yang nembak dia?

“Ng… Lo pacar pertama gue, Rey…” kata Alya pelan sambil menunduk.

“Ha?” Reyno mendongak terkejut. Sriusan?

Alya tersenyum lagi. “Sebenernya sejak dulu gue selalu diajarin Mama buat ga pacaran…”

Reyno melongo. Berarti aku ga dapet restu, gitu?

“Kata Mama pacaran tuh hanya boleh satu kali, untuk akhirnya membangun sebuah keluarga. Kalo gonta ganti pasangan takutnya kalo udah nikah juga gitu, karna kebiasaan…”

Mulut Reyno menganga parah bahkan sepertinya mangkuk baso pun bisa dia telan.

Alya tersenyum simpul lalu memakan kembali basonya.

Reyno tak percaya dengan yang ia dengar barusan! Pacaran hanya boleh satu kali supaya pada akhirnya berkeluarga… Mm… berarti… dia serius dong?? Muka Reyno langsung merah bata.

Reyno tak tahan, dia makin penasaran. Lantas dia pun berani bertanya dengan bibir yang kering saking deg-degannya. “Ng… Jadi… Lo nerima gue jadi pacar lo… biar……?”

Alya mengernyit sesaat namun beberapa detik kemudian ia tau maksud pertanyaan Reyno. Reflek, Alya menggeleng-geleng keras karna malu. “Bu-bukan…… Eh, maksud gue…”

Saking grogi dan cerobohnya, Alya sampai menyenggol gelas yang ada di atas meja hingga gelas itu jatuh dan pecah, ingin menambah kemeriahan suasana rupanya.

Semua anak kantin menoleh serempak. Parahnya, temen-temen Reyno malah ngakak, ngetawain Reyno dan pacarnya yang slalu bikin kemeriahan di kantin.

“A-ah!! Gu-gue ga sengaja…” pekik Alya sambil membekap mulutnya. Wajahnya saja sudah pucat.

Reyno juga malu setengah mati. Dia langsung turun tangan dan membereskan pecahan gelas.

“Rey, maafin gue…” gumam Alya setengah menangis, ikut membantu Reyno membersihkan beling.

Reyno hanya menggeleng garing. Ni cewek… kenapa sih selalu nangis??

êêê

Hari ini adalah hari ulangtahun Reyno yang ketujuh belas. Alya sudah menyiapkan kado yang spesial untuk cowok itu. Sepulang sekolah rencananya sih Alya akan memberikannya.

Saat istirahat Alya sengaja memamerkan kadonya itu pada Melva. Alya juga menunjukkan bungkusan yang isinya puding coklat yang sudah ia buat.

“Bagus kan?” tanya Alya bangga.

Melva nyengir garing melihat kado yang dibungkus Alya dengan gambar winnie the pooh itu. Melva tauuu betul kalo sobatnya ini suka dengan winnie the pooh… ya tapi jangan sampe kado buat cowok bungkus kadonya winnie the pooh juga lah… Ini kan bukan ulangtahun anak SD!

“Napa lo bungkus pake winnie the pooh?”

“Lho emang aneh ya? Lucu lagi… Lo liat deh coraknya…” Alya tersenyum ceria sambil menunjuk gambar winnie the pooh yang chubby menggemaskan, “Gue aja mau kalo dikasih kado bungkus kadonya kayak gini, tapi sayang ulangtahun gue masih lama…”

Cengiran Melva makin garing. Dia ga tau ada masalah apa pada otak Alya. “Itu winnie the pooh, Alyaaa…” sindir Melva.

“Lho kenapa? Semua orang suka winnie the pooh kan?”

“Ya tapi kan lo mo kasih ke Reyno. Cowok lho, Al. Cowok bukan cewek atau bocah. Napa lo ga pake bungkus kado bergambar bunga aja sekalian??”

Alya mengernyit. “Reyno kan cowok, Mel… masa bungkus kadonya bunga?”

“Nah itu lo tau!” tukas Melva makin gemes dengan keleletan sobatnya. “Winnie the pooh tuh sama aja dengan bunga… masih ada unsur cewek. Reyno mana mau dikasih begituan…”

Alya langsung terdiam, menatap kadonya dengan nanar. Oh gitu ya… “Gue ga tau, Mel… Gue kok baru nyadar ya??”

Melva geleng-geleng.

“Huwaaa…” Tiba-tiba aja Alya langsung teriak, kecewa pada diri sendiri membuat beberapa teman sekelas menoleh kaget pada Alya. “Gimana dong…???”

“Lo tenang-tenang…” Melva langsung menenangkan Alya yang mulai mau nangis lagi itu. “Jangan kalap dulu.”

“Tapi kan bungkus kadonya, Mel…”

“Ya mau gimana lagi, Al? Masa mau lo bongkar lagi kadonya? Kan udah lo bungkus cantik dan rapi gitu…”

Alya menunduk lesu, setengah terisak.

Melva sendiri ga nyangka kalo reaksi Alya bakal seheboh ini. Perasaan Alya ma Reyno belum terlalu deket gimana deh… Setau Melva Alya ini pelupa dan cuek banget. Heran deh, napa ulangtahun Reyno bisa dia ingat dan lagian… tau dari mana? Melva sih hanya berharap yang terbaik untuk Alya. Dia bukannya mau ngedoain yang engga-engga… tapi dia tau betul sifat sobatnya ini. Pelupa, cengeng, tulalit, telmi dan terus-terusan menyalahkan diri sendiri. Melva hanya bisa berdoa supaya hubungan Alya dan Reyno ini bukan main-main belaka seperti remaja kebanyakan. Yah apa kek… semoga Alya tambah dewasa dan kekurangannya makin berkurang signifikan.

êê

Saat bel pulang sekolah, Alya pergi menuju kelas Reyno mau memberikan kado sekalian juga pulang bareng. Alya agak takut juga saat menyerahkan kado, semoga saja cowok itu ga marah atau tersinggung dengan bungkus kado winnie the pooh.

Alya mengangkat kedua alisnya saat melihat kelas IPA 6, kelas Reyno, yang pintunya masih tertutup, menandakan murid-muridnya belum keluar.

Kok belum pada keluar? Ada ulangan ya??

Alya berjalan pelan-pelan dan mengintip dari balik jendela. Matanya langsung membesar saat melihat ternyata anak IPA 6 sedang merayakan ulangtahun Reyno di kelas.

Reyno yang berulangtahun sedang ditarik-tarik Andra untuk maju ke depan kelas sementara anak-anak lain bertepuk tangan dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Di depan kelas juga sudah terhidang blackforest dengan sebatang lilin berbentuk angka tujuh belas yang menyala.

Alya tak menyangka.. kalau Reyno cukup adorable juga di kelas sampai ulangtahunnya dirayakan begini.

Reyno nyengir lebar, puas. Setelah perlakuan negatif dan sinis teman-teman sekelas sejak tadi pagi, ternyata inilah maksudnya. Reyno sangat terharu.

“Buat gue nih?” tanya Reyno terkekeh sambil menunjuk kue.

“Ya iyalah masa ya iya dong??” Andra mengekeh juga. “Cepet tiup lilinnya dan buat permintaan…”

Reyno tersenyum penuh arti. Rasanya kurang pantas kalau dia langsung meniup lilin tanpa mengucapkan sepatah dua patah kata terima kasih pada teman-teman sekelas. “Gue bener-bener ga nyangka… Sejak pagi gue dijutekin, ga diwaro, disinisin Andra…” Reyno nyengir, “Bahkan tadi ada lho yang ngejitak kepala gue dari belakang tapi ga ada yang ngaku…”

Beberapa anak IPA 6 tertawa.

“Itu gue…” sahut Erik dari bangkunya sambil tos dengan Defta.

Reyno melempar pandangan mautnya pada Erik. Seriusan, tadi tuh kepalanya sakit banget pas dijitak. Ternyata Eriklah yang melakukannya. Kesempatan tuh anak… Oke, tapi lantaran suasana hatinya lagi baik (lagi ulangtahun gitu lho), lantas Reyno hanya tertawa saja.

“Kalian udah nyiapin kue ini gue sangat berterima kasih…” Mata Reyno berbinar saat melirik beberapa kado di sebelah kue, “Juga kado-kadonya… gue terharu… Ternyata gue cukup populer juga sampai banyak yang ngasih kado. Makasih-makasih, gue tau gue baik tapi gue ga sombong kok…”

Andra menguap keras-keras. “Jijay amat. Udahlah ga usah pake kata sambutan. Cepet, tiup lilinnya…”

Reyno nyengir. Sebelum meniup lilin dia memejamkan mata, berdoa supaya di umurnya yang sudah matang ini dia semakin dewasa dan membahagiakan banyak orang. Reyno tersenyum lalu meniup lilin itu disertai dengan sorak sorai penonton.

“Potong kuenya! Potong kuenya!!” seru Defta sambil bertepuk tangan norak.

“First cake! First cake!” seru Erik, “Buat siapa tuh…”

Dibantu Andra, Reyno memotong blackforest itu. Sebenarnya kalau ada orangtuanya, Reyno pasti akan memberikan first cake pada mareka. Tapi ga mungkin kan dipanggil dulu?? Atau adiknya, Tika, menyebalkan namun yang memeriahkan suasana hatinya saat BT di rumah. Atau… Alya…

Andra menyenggol Reyno. “Sorry, bro, ini acara intern…”

Reyno nyengir. “First cake gue spesial untuuuukk……”

Alya memandang Reyno. Dia berharap bisa ikut ambil bagian dalam acara itu, membuat Reyno tak henti-hentinya tertawa. Seandainya Alya bagian dari IPA 6…

“ANDRA!!!” seru Reyno dan memberikannya pada Andra, sobat sejatinya yang paling jahil jumahil itu.

Andra terkekeh. Dia langsung memeluk bahu Reyno brotherly. Pura-pura terharu sambil mengusap pipinya yang sama sekali tidak basah. “Thanks, bro… Gue terharu…”

Reyno mengangguk-angguk. “Dimakan ya…”

Beberapa detik kemudian, Andra menunjukkan cengiran jahilnya pada yang lain. “Cukup basa basinya! Saatnya peraaannggg!!!” Sekonyong-konyong Andra langsung mencolek blackforest dan mencolekkan ke muka Reyno yang masih bengong ga ngerti ada kejadian apa.

Komplotan jahil lainnya yakni Erik dan Defta juga langsung menerjang, menghantam wajah dan rambut Reyno dengan krim dan tepung yang TERNYATA sudah mereka siapkan sebelumnya. Anak-anak IPA 6 lainnya juga langsung ikut-ikutan. Ada yang menampar, ada juga yang kesempatan mencicipi blackforest.

Alya terbelalak. Suasana yang tadinya kusyu langsung kacau dan brutal begini…

“Kaliaaaannn!!!” Reyno menyeruak dari banyak tangan yang menyerangnya. Pipinya sudah panas kena tamparan dan kena krim. Dengan gesit dia merebut krim, tepung dan kue. Ia langsung menyerang balik teman-temannya dengan lincah membuat para korbannya berteriak-teriak dan kabur keluar kelas.

“Jangan lari kalian semua!!” seru Reyno yang mendadak berubah jahil dan tidak berusaha cool seperti biasa. Yah mau gimana lagi mukanya sudah blepotan kayak joker di film Batman, dia mana bisa cool lagi kan.

Anak-anak IPA 6 berlarian keluar kelas sambil menjerit sekaligus tertawa-tawa karena yang berulangtahun balik nyerang. Kini lapangan basket mulai gempar dan heboh dengan aksi kejar-kejaran itu.

Reyno memicingkan matanya pada Andra yang masih bersih, belum kena noda sama sekali. Target berikutnya… lo!

Alya melotot melihat kehebohan dan kekacauan itu. Semua anak IPA 6 tertawa-tawa melihat Reyno mengoleskan krim ke wajah Andra. Mereka berdua malah sudah saling melempar krim. Kadang nyasar dan mengenai anak IPA 6 lain, yang akhirnya membuat semuanya ikut-ikutan saling melempari krim, tak hanya ke Reyno saja.

Reyno tertawa-tawa sampai terduduk di tanah, memegangi perutnya yang kram karena tak tahan dengan kegelian yang ada. Dia menunjuk-nunjuk muka Andra yang berwarna coklat kehitaman.

Andra juga ikut tertawa sampai menangis di lantai.

Kehebohan ulangtahun Reyno akhirnya diakhiri dengan tawa menggema anak IPA 6.

Alya memandang Reyno yang terus tertawa itu. Dia menunduk memandang kadonya yang berbungkus winnie the pooh. Apa bisa ya kadonya ini membuat Reyno tertawa lebar begitu. Alya mulai berpikir macam-macam. Selama ini dia merasa dia membuat Reyno stres, sial dan menderita saat bersamanya. Tidak beruntung sama sekali.

Alya langsung berbalik pergi dari sana, memilih untuk menunggu Reyno di tempat parkir.

Setelah sejam membersihkan diri dan masih terus tertawa, akhirnya Reyno bisa pulang juga. Dia berjalan menuju tempat parkir sambil menenteng bungkusan besar berisi kado-kado dari teman-temannya. Ia bersiul-siul ceria. Tadi dia sudah mengirim SMS pada Alya untuk menunggunya di tempat parkir.

“Hei…” sapa Reyno saat melihat Alya di dekat mobilnya. “Maaf ya nunggu lama…”

Alya menggeleng.

Reyno terdiam sesaat. Apa dia tau ya kalo hari ini aku ulangtahun?? Tapi Reyno mencelos sendiri saat ingat kalo Alya temasuk pelupa. Tapi mungkin tak ada salahnya bertanya. “Al… lo tau ga sekarang hari apa?”

Alya yang dari tadi menunduk langsung mendongak. “Selasa…”

Reyno tersenyum tipis. Jawaban yang sama sekali tidak memuaskan. Ya udah deh kalo dia emang ga tau… ga usah dipaksa juga kali. “Ya udah, kita masuk aja ke mobil yuk…”

“Eh, eh…” Alya menahan Reyno dengan kata-katanya. Alya mengeluarkan kado dari dalam tas dan ia berikan pada Reyno yang melotot tak percaya. “I-ini… Kado…”

Mulut Reyno masih menganga saat ia memegang kado itu. Dia benar-benar tak percaya!! Ternyata Alya ingat!!! Yeah walaupun bungkus kadonya kayak anak kecil dan kecewekan…

”Waaahhh… Makasih…” Reyno tersenyum lebar, senang bukan kepalang.

“Oh ya ada satu lagi…” Dengan hati-hati Alya mengeluarkan bungkusan lain dari tasnya yang berisi puding coklat. “Nih…”

“Itu apa lagi?” tanya Reyno makin lebar senyumnya.

“Puding coklat…”

“Waaa…” Reyno langsung menerimanya. Dia duduk di tanah (tak peduli itu kotor sekalipun). Alya juga ikut-ikutan duduk di sebelah Reyno. “Kadonya boleh gue buka ga??”

“Ja-jangan…” cegah Alya, takut kalau nanti melihat ekspresi Reyno yang kecewa. “Di rumah aja…”

“Lho kenapa?”

“Malu…”

Reyno terkekeh. Bisa malu juga tuh cewek. “Kalo pudingnya boleh dimakan sekarang ga?”

Alya mengangguk lambat. “Tapi kenapa ga di rumah aja?”

Reyno angkat bahu lalu membuka tutup mangkok. Reyno mana mau kalau Tika akan mencuri pudingnya lagi!

Reyno langsung melahap puding itu. Seperti biasa walau bentuknya ga karuan tapi rasanya enak banget!! Dalam sekejap Reyno menghabiskan puding itu di depan Alya.

“Makasih… Enak banget!!”

Alya tersenyum.

Sambil melap mulut, Reyno mengambil kartu ucapan yang tertempel di belakang kadonya. Lagi-lagi kartunya bergambar winnie the pooh. Di sana tertulis dengan tinta PINK :

Slamat ulangtahun, Rey… ^^

Semoga tambah baik, tambah patuh orangtua, tambah pinter dan selalu beruntung…

Keep smile ya.

Sukses selalu. Cheers!

Alya

Reyno tersenyum penuh haru saat membacanya. Baginya kata-kata sederhana ini sangat menyentuh. Dia perhatian juga…

“Gue harap lo selalu beruntung, Rey…” ucap Alya, “Ga sial mulu kalo sama gue…”

“Tuh kan… kok ngomongnya gitu lagi?” protes Reyno.

“Tapi bener kan?”

“Lo ga boleh ngomong gitu, Al…” Reyno menatap jalanan. Dia kadang kesal kalau ada yang bilang dia selalu sial saat bersama Alya. Dan bahkan Alya juga mengakuinya. Bagaimana mungkin? Reyno tidak mau kalau semua itu adalah fakta. Dia merasa nyaman dan seneng aja tuh saat bersama Alya… yeah walau memang banyak ketiban sial…

Alya menunduk, merasa bersalah. “Gue kan cuma berdoa dan berharap, Rey… Ga boleh ya?”

Reyno menoleh, memandang Alya yang menunduk. Bener-bener tuh cewek polos abis. Tapi Reyno tersenyum juga. Dia mengelus sekali kepala Alya lalu bangkit berdiri. “Pulang yuk…”

Untuk beberapa detik Alya tak bergeming, masih terkejut dengan sikap Reyno barusan. Namun Alya langsung bangkit berdiri juga, tidak mau terlalu dramatis.

Mereka berdua sama-sama masuk ke dalam mobil.

“Laper ga? Kita makan dulu ya…” ujar Reyno sambil menyalakan mobil.

“Bukannya tadi udah makan puding?”

Reyno tertawa pelan. “Belum kenyang lagi. Lagian… hari ini adalah hari yang sangat bersejarah dan unforgetable birthdayHarus dirayain…” Reyno tersenyum saat melirik Alya.

Saat di rumah, Reyno membuka kado dari Alya. Isinya adalah sebuah dompet classy dan sebuah gantungan kunci berbentuk miniatur mobil.

Reyno tersenyum. Dia senang sekali dengan kedua hadiah itu. Dia langsung memasangkan gantungan kunci itu ke kunci mobilnya. Sedangkan dompet itu dia simpan baik-baik di laci. Mungkin saat waktunya tepat nanti dia akan pakai dompet itu.

êêê

Pagi itu Alya masuk ke kelasnya dengan ceria seperti biasa sambil menyapa teman-teman sekelasnya dengan semangat.

“Al, lo bawa topi ga? Pagi ini kan upacara, merayakan Hari Sumpah Pemuda.” Celetuk Ihsan.

“Haahh??” Alya melongo. Ia baru inget kalau ternyata hari ini ada upacara, padahal kemarin sudah diumumkan lewat mikrofon sekolah kalau hari ini siswa siswi wajib memakai seragam lengkap upacara.

“Lo ga bawa topi, Al?” tanya Melva saat Alya sudah duduk di bangkunya. Melva sih sudah biasa dengan kecerobohan atau amnesia sesaat temannya ini. Makanya dia ga terlalu surprised.

Alya mengangguk lemah. “Gimana dong, Mel? Pasti gue kena hukuman... Hwaaa...”

Melva juga bingung sendiri. Ia yang biasanya menjadi reminder Alya akan tugas-tugas sekolah juga lupa untuk memberitau sobatnya ini semalam untuk membawa topi.

Bel berbunyi tanda bahwa upacara akan segera dimulai. Para Guru BP berjalan keliling kelas demi kelas menyuruh murid-murid untuk segera ke lapangan upacara.

“Ya udahlah, Al... mau gimana lagi...” gumam Melva sambil menepuk bahu Alya, “Yuk ke lapangan... semoga aja ga ada pemeriksaan.”

Alya mengangguk, mengharapkan yang dikatakan Melva benar-benar terjadi. Mereka berdua pun berjalan bersama-sama menuju lapangan upacara. Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan Reyno dan teman-teman sekelasnya yang rombongan (dengan kompaknya) menuju lapangan upacara.

“Haii...” sapa Reyno pada Alya.

“Hai...” balas Alya berusaha tersenyum karna hatinya masih dilanda kecemasan.

“Ciyee ciyee...” goda Erik sambil mendorong-dorong badan Reyno, “Slalu aja nyuri waktu buat ngedeketin doi.”

“Apa sih...” Reyno malah balik mendorong-dorong badan Erik untuk menutupi rasa groginya. Alhasil Reyno, Erik, Andra dan Defta malah saling dorong-dorongan membuat lorong yang memang sudah sesak dengan banyaknya murid yang akan menuju lapangan makin kacau lagi.

Alya hanya tertawa kecil. Matanya tak sengaja melihat ke arah teman-teman cewek sekelas Reyno yang dari tadi memperhatikannya. Alya sudah akan tersenyum namun 3 cewek itu malah membuang muka dengan judes. Alya heran sendiri, ada apa ya?

Ia melirik Melva yang sibuk SMS-an. Inginnya sih Alya langsung menceritakan yang ia lihat pada sobatnya. Tapi kalau dipikir-pikir, rasanya terlalu negative thinking juga...

Alya melihat lagi 3 cewek itu berjalan di depannya sambil bisik-bisik. Sesekali melirik Alya dengan mata berkilat tajam.

Kenapa ya?? Alya bertanya-tanya sendiri dalam hati. Alya jadi berpikir apa jangan-jangan 3 cewek itu tidak suka kalau Reyno pacaran dengannya? Yah mungkin saja cemburu atau apa karna Reyno memang cukup populer di sekolahan (karna sikapnya yang ramah pada siapa saja). Alya jadi sedikit terintimidasi dipandangi begitu.

“Udah ah... jangan dorong-dorongan terus...” tukas Reyno menyudahi ‘acara dorong-dorongan’ ga penting itu. Ia mendekati Alya membuat 3 temannya makin bersuit-suitan. “Al, hari ini lo ada ulangan?”

Alya menggeleng. “Engga. Lo?”

“Hehehe... gue ada ulangan Matematika...”

“Ohh...” Hanya itu jawaban Alya.

Reyno agak kecewa juga. Sebenarnya maksud basa basinya ialah untuk mencari perhatian Alya, yah... minta sedikit semangat gitu...

“Si Reyno minta disemangatin, Al...” celetuk Andra terkekeh-kekeh.

“Hihihi... dasar manja.” Defta ikut berkomentar membuat telinga Reyno makin panas.

Alya tersenyum, baru ngeuh sebenarnya. “Kalo gitu semangat ya, Rey... Ayo... semangat...” ucapnya dengan bernada. Alya tersenyum lebar membuat hati Reyno berbunga-bunga ga karuan. Alya mengangkat dua tangannya memberikan semangat pada Reyno, “Ulangannya semoga bagus...”

Reyno terkekeh. Mukanya sudah merah. Ia gemas sekali melihat Alya yang polos dan apa adanya. Dia memang tidak pernah menyesal sudah mengenal Alya. “Makasih yaa..”

Melva sudah menahan tawa. Dia yang walaupun dari tadi keliatan autis karna sibuk SMS-an, ternyata menguping baik-baik semua pembicaraan itu. Melva merasa kalau dua orang itu memang tidak sedang main-main dalam pacaran.

Mereka semua pun sampai di lapangan upacara. Reyno yang sudah akan berpisah dengan Alya karna pisah barisan, memandangi Alya yang sepertinya tidak membawa topi. “Al, topi lo mana?”

“Haahh?? Ng, ng... gue ga bawa topi, Rey...” Alya agak malu juga, “Gue lupa...”

Reyno terdiam sesaat. Ia melirik sekilas ke tengah lapangan, beberapa guru BP sudah berkeliling ‘mencari mangsa’ yang tidak memakai atribut dengan lengkap. “Kayaknya bakal ada pemeriksaan...” Tanpa banyak berpikir lagi Reyno langsung melepas topi yang ia pakai dan lantas ia kenakan di kepala Alya. “Nih lo yang pake ini...”

Melva langsung menoleh kaget. Andra, Erik dan Defta juga sampai menatap tidak berkedip.

“Eh... nggak usah, Rey...” gumam Alya berusaha melepaskan topi yang dipakaikan Reyno.

“Gak apa-apa...” sahut Rey sambil tersenyum, “Lo aja yang pake... Gue kan cowok, udah biasa kalo dijemur di lapangan... tapi lo kan cewek, Al...”

Erik bersiul nyaring, kagum juga dengan sifat pengorbanan Reyno yang sungguh gantle ini.

Reyno menepuk kepala Alya sekali lagi dengan senyum manisnya. “Lain kali jangan lupa lagi ya...” Reyno pun langsung pergi begitu saja, diikuti 3 temannya yang bersuit-suitan.

Melva juga ber’waw’ ria. “Beruntung lo, Al... lo ga akan kena hukuman hari ini... Pacar lo itu keren juga...”

Alya masih memandang kepergian Reyno. Hatinya sedikit merasa bersalah (lagi). Namun dalam hati ia berterimakasih pada kebaikan Reyno ini.

***

Sore ini sekitar jam 5, Reyno sudah standby di rumah Alya. Dai tadi pagi Reyno memang sudah bulak balik SMS Alya untuk mengingatkan cewek itu akan kencannya hari ini pergi ke bioskop. Reyno datang selain untuk menjemput, juga untuk minta ijin pada Ibu Alya.

“Kalian pulang jam berapa?” tanya Mama Alya ramah. Beliau memang sudah mendengar cerita anaknya tentang Reyno.

“Nyampe sini sebelum jam 9, Tante...” Reyno tersenyum, agak deg-degan sebenarnya.

Tiba-tiba saja Alya turun dengan suara gedebak gedebuk keras. Ia mendekati Reyno dengan penuh permintaan maaf. “Maaf ya, Rey... gue lama ya?”

“Eng-engga...” Mendadak Reyno langsung terbata-bata. Cewek di depannya ini sudah terlihat sangat cantik dan manis dengan balutan dress pink polkadot putih. Reyno tersenyum memandang Alya. “Al... lo cantik banget...”

Alya reflek menutup wajahnya karna malu. “Gue berlebihan ya, Rey...?”

“Engga kok, Al...” Reyno tersenyum lembut.

Mama Alya yang dari tadi masih ada di sana akhirnya berdehem saja pada dua anak yang malah saling memandang itu. “Ayo cepat kalian pergi, nanti filmnya keburu dimulai lho...”

Reyno mengangguk malu, tersadar kalau dari tadi dipandangi Mama Alya. “Kalo gitu, kami berangkat dulu ya, Tante...”

“Hati-hati ya... jangan kemaleman lho...” gumam Mama sambil disalam oleh Reyno dan Alya.

Reyno senang sekali karna akhirnya dia bisa jalan juga dengan Alya (setelah kencan mereka yang dulu gatot alias gagal total karna Alya yang lupa dengan janjian mereka itu). Reyno memang sengaja menjemput Alya supaya cewek itu ga telat atau terkena amnesia mendadak lagi.

Ah senangnya... Hari ini pasti semuanya berjalan lancar. Cihuuuy...

Sesuai dengan rencananya, Reyno mengajak Alya untuk nonton. Setengah jam lagi film akan diputar, Reyno mengajak Alya untuk membeli cemilan saat mereka nonton nanti.

“Mau cemilan apa, Al?” tanya Reyno manis.

Alya tersenyum, “Ga ada puding coklat ya?”

Reyno malah tertawa lebar. Rasanya suasana hari ini sungguh menunjang dan sangat positif sekali. “Gue juga emang suka puding coklat tapi hanya puding coklat buatan Alya aja.”

Alya terkekeh malu. “Nanti Alya buatin lagi ya.”

Reyno mengangguk. “Yawdah, cemilan buat nonton filmnya popcorn mau ga?”

Alya mengangguk dan mereka berdua langsung menuju stand yang menjual pop corn. Kalau Reyno memesan pop corn keju, Alya memesan pop corn ekstra pedas.

“Gue baru tau lho kalo lo ternyata suka yang pedes-pedes...”

Alya tersenyum gugup. Dia sih emang ga biasa makan pedas, namun alasan dia membeli pop corn pedas sebagai jaga-jaga kalau-kalau film yang mereka tonton akan menyeramkan. Sebetulnya mereka hanya akan nonton film Harry Potter saja, tapi entah kenapa untuk ukuran film begituan Alya kadang ketakutan. Memang aneh cewek ini. Dia tidak terlalu suka dengan film magis, hanya saja ia tak enak kalau mengatakannya pada Reyno karna cowok itu kelihatan sangat bersemangat dan terus membicarakan Harry Potter.

Film pun dimulai dan mereka menonton di tempat yang cukup strategis. Lumayan. Reyno makin berpikir kencannya hari ini akan sukses tanpa ada kekacauan sedikit pun!

Haha, akhirnya aku merasakan kencan yang sesungguhnya! Lihat kami, Erik!

Setiap penonton yang duduk dalam ruang bioskop itu mulai menikmati film Harry Potter dari menit ke menit. Efek sound dan gambar yang lebih bagus dari sebelumnya membuat tiap penonton tidak bisa mengalihkan matanya dari layar. Namun berbeda halnya dengan Alya. Cewek itu malah menahan ketakutan saat menonton tiap adegan yang ia anggap menyeramkan padahal biasa saja.

“Ahh!!!”

Alya malah teriak ketakutan sendiri saat melihat wajah salah satu tokoh Harry Potter yang ia anggap menyeramkan padahal biasa saja itu.

Kontanlah penonton yang mendengar teriakan Alya itu merasa terganggu dan bergumam protes. Bagi mereka sama sekali tak ada alasan bagi salah penonton untuk berteriak kenceng kayak lihat vampire itu.

“Al, lo kenapa?” tanya Reyno cemas. Ia tidak bisa melihat wajah Alya dengan jelas karna lampu dimatikan.

Alya menggeleng-geleng. Alyaaaa...! Jangan rusak suasana! Tahan diri. “Eng-engga, Rey... Tadi kayaknya gue liat kecoak.”

“Kecoa?” Reyno tercengang mendengarnya. Sekarang ia benar-benar tak percaya kalau di gedung bioskop yang terbilang elite ini ada kecoak yang terbang.

“A-ah.. tapi kayaknya gue salah liat deh... Hehe, iya, salah lihat...”

Karna keberisikan Reyno dan Alya akhirnya salah satu penonton yang duduk di belakang mereka langsung protes keras dan menyindir. “Heh! Berisik banget sih! Mau nonton atau ngobrol?”

Karna teguran itu Alya dan Reyno langsung terdiam dan sama-sama kembali menonton ke layar.

Masih cemas, akhirnya Reyno mengetikkan kalimat di ponselnya lalu menunjukkannya pada Alya untuk cewek itu baca. Isinya :

Lo ga apa-apa kan, Al?

Alya hanya tersenyum sambil menggeleng pada Reyno. Ia mengembalikan ponsel Reyno lalu kembali asik menonton seolah film itu sangat menarik baginya, padahal Alya sedang menahan diri untuk setiap ketakutan-ketakutan yang ada dalam dirinya.

Tiap kali tokoh film Harry Potter yang bagi Alya wajahnya seram, Alya pasti akan memejamkan mata rapat-rapat untuk sesaat sambil menggigit bibir untuk tidak berteriak ketakutan.

Namun rasanya semua itu sia-sia saja karna slalu saja ia melihat ada banyak wajah seram dalam film itu, maka Alya pun memutuskan untuk makan pop corn saja, mengalihkan matanya pada hal yang lain.

Alya menunduk sambil asik makan pop corn sementara Reyno menonton serius, tidak tau kalau pacarnya tidak ikut menonton. Alya terus memakan pop corn yang cukup pedas itu sampai akhirnya bumbu cabai pada pop corn masuk ke dalam matanya. Alya merasa matanya perih seperti terbakar. Dia langsung berteriak kesakitan.

“Akhh.. Akhhh...”

Reyno menoleh kaget. Dia tidak bisa melihat apa-apa, hanya bisa mendengar teriakan aduhan Alya. “Al, lo kenapa?”

“Akhhh... mata gue, Rey... Akhh...” Alya mengucek-ngucek matanya namun matanya malah makin terasa terbakar karna ternyata tangannya tertempel banyak bumbu cabai. “Akhhh!!”

“Al?” Reyno memegang lengan Alya, “Lo kenapa?”

“Woi berisik banget sih! Ga tau apa ini bioskop?” protes salah satu penonton kesal banget karna film sedang seru-serunya.

Yang lain juga ikut berdumel protes, sebal banget dengan keributan yang ada karna merusak back sound film yang sudah sangat nyata.

“Kalo mau pacaran jangan di sini, di empang aja!”

Alya sudah ingin menangis, bukan karna suara-suara protes namun karna matanya yang perih seperti terbakar.

“Alya? Alya, lo kenapa?” tanya Reyno dengan suara lebih pelan sementara ruang bioskop masih gaduh.

“Ah! Sia-sia gue udah beli tiket nonton! Ini sih sama aja nonton film bajakan!” sindir salah satu penonton yang duduk tepat di belakang Alya dengan suara kerras-keras.

Alya tak tahan lagi. Matanya masih perih. Dia langsung bangkit berdiri dan disambut dengan ‘huuuu’ panjang penonton, merasa terganggu dengan gerak Alya yang sudah menghalangi layar.

Melihat kepergian Alya, Reyno juga bangkit berdiri dan mengejar. Dia juga disambut dengan ‘huuu’ yang tak kalah panjangnya, bahkan ada juga yang melempar bungkus pop corn saking dongkolnya.

Di luar bioskop, Reyno kehilangan jejak Alya. Entah kemana cewek itu pergi.

Reyno menoleh ke sana ke mari, mencari-cari Alya dengan kebingungan yang amat sangat. Alya... Lo kemana sih, Al???

Reyno menelepon Alya namun tidak diangkat-angkat. Agak kesal Reyno langsung berlari menuruni lantai empat dengan mata yang terus menjelajah ke sana ke mari mencari sosok Alya.

Barulah dari eskalator lantai dua, Reyno melihat sosok Alya yang berlari keluar dari pintu mal. “Alya!!” serunya namun tak didengar karna jauh. Reyno sudah tak peduli kalau semua mata kini memandangnya dengan penuh keheranan. Reyno mempercepat larinya menuju luar mal.

Reyno menemukan Alya yang sedang duduk sendiri di bangku taman mal sambil mengucek-ngucek mata. Reyno menghela nafas dan berjalan perlahan mendekati Alya. Reyno menyangka kalau cewek itu sepertinya sedang menangis karna mengucek-ngucek mata. Kamu kenapa sih, Al?? Kenapa kamu kayak gini tiba-tiba? Aku bingung....

“Al...”

Cewek itu menoleh. Ia memandang Reyno dengan matanya yang merah dan masih basah. “Rey...” gumam Alya parau.

Reyno tercengang juga melihat mata Alya yang sangat merah itu. “Al, mata lo kenapa?”

Melihat sikap Reyno, Alya mulai menangis. “Mata gue tadi kena bubuk cabe pop corn... Mata gue perih banget, Rey...”

“Astaga...” Reyno baru tau kalau hal yang membuat Alya teriak-teriak mengaduh adalah karna matanya kemasukan bumbu cabe. “Mata lo sampe merah gitu, Al...”

Alya mengangguk dan menghapus air mata. Matanya sudah tidak seperih tadi namun masih terasa sakit dan bengkak.

Reyno memandang cewek itu dengan kasihan. Dia sempat bingung harus melakukan apa, namun dia mendapat wahyu juga akhirnya. “Lo tunggu di sini ya, Al... gue cari obatnya...”

Alya mengangguk dan Reyno langsung berlari pergi. Alya menatap kepergian cowok itu dengan penuh rasa bersalah. Dia merasa sudah merusak suasana dan lagi-lagi menyusahkan Reyno. Rasanya Alya merasa bukan apa-apa lagi deh. Reyno... maaf... maaf banget. Untuk kali ini lagi.. aku nyusahin... Lagi.

Lima menit kemudian Reyno sudah kembali dengan obat penyegar mata di tangannya yang ia beli di mini market terdekat. “Sini, Al, gue tetesin obat matanya...”

Alya mengangguk. Matanya melihat ke atas dan membiarkan Reyno meneteskan obat mata itu ke matanya. Saat meneteskan obat mata itu Reyno meringis melihat mata Alya yang merah. Dia berdoa pada Tuhan supaya mata Alya kembali sembuh dan baikan. Rasanya begitu miris kalau melihat pacar sendiri terlihat begitu menderita namun tidak banyak mengeluh.

Setelah selesai meneteskan obat mata dan Alya sibuk mengerjap-ngerjapkan matanya yang basah, Reyno menepuk kepala cewek itu. ia bergumam pelan. “Lain kali hati-hati ya...”

Alya menoleh dan mengangguk lalu menunduk. Ada perasaan bersalah yang masih berbekas di dalam hatinya. Sekarang ia merasa kalau Reyno terlihat letih karna hari ini kencan mereka kacau balau. Ia menganggap kalau cowok itu pasti sedang kecewa berat (padahal Reyno cemas dan khawatir dengan kondisi Alya).

Dia pasti kecewa banget sama aku... Aku kan sudah merusak suasana! Ah Alya, kenapa kamu slalu merusak suasana dan merepotkan orang sih??

“Makan yuk? Gue laper...” ucap Reyno yang dibalas dengan anggukan kecil Alya.

Mereka pun makan di sebuah restoran lantai 3 mal. Alya masih tak berhenti merasa bersalah dalam hatinya. Dia sungguh-sungguh merasa tidak enak pada Reyno. Makanya Alya kadang hanya diam, makan sambil menunduk.

Reyno memandang Alya yang makan dalam diam itu. Reyno jadi takut kalau Alya tidak enak badan atau mungkin matanya masih sakit ya? “Al, mata lo masih sakit?”

Alya mendongak dan menggeleng. Ia berusaha tersenyum, “Engga kok, Rey, udah ga sakit lagi kok...”

Reyno tersenyum. “Habis makan gue mau bawa lo ke suatu tempat, boleh?”

Alya mengangguk namun bingung, tidak tau akan dibawa ke mana oleh Reyno nanti. Tapi dia hanya berharap dia tidak mengacaukan suasana lagi.

Reyno kembali makan dengan senyum dikulum. Entah kenapa tadi ada sebersit ide kecil untuk membawa Alya ke pet shop yang juga ada dalam mal ini. Walau memang tadi Reyno sedikit kecewa karna dia tidak bisa menonton Harry Potter sampai tamat (padahal ini rencana emasnya!), tapi mungkin ke pet shop juga tidak terlalu buruk.

Sehabis makan Reyno mengajak Alya ke pet shop. Wajah Alya yang tadinya masih terlihat murung langsung cerah begitu saja saat menginjakkan kakinya di pet shop yang dipenuhi dengan suara gonggongan anjing dan meongan kucing. Reyno juga seneng banget ngeliat perubahan wajah dan ekspresi Alya ini. Ah syukurlah dia suka...

Alya mendekati seekor anak anjing yang sedang tertidur. Bulunya cantik, berwarna putih susu dan tebal. Alya mengelus-ngelus anjing itu dengan sayang. “Lucunya...”

Reyno tertawa pelan. Ia menggendong anak anjing lain jenis sama yang menggonggong pelan di sebelah anak anjing yang dielus-elus Alya. “Yang ini bantet banget ya?”

Alya tertawa lebar. “Lucu banget!”

Untungnya sang pemilik toko sangat ramah dan baik. Ia menawarkan Reyno dan Alya untuk membantu memberi makan anak-anak anjing itu. Tentu saja Reyno dan Alya mau. Dengan semangat mereka memberi makan anak-anak anjing dalam pet shop itu sambil sesekali cekikikan dan tertawa karna malah iseng memberi nama pada anak-anak anjing yang mereka beri makan.

“Yang ini gue kasih nama Milka ...” gumam Reyno mengangkat anak anjing berwarna putih susu dan memberi makan.

Alya terkekeh. “Gue juga mana mau kalah.” Lantas Alya mengangkat anak anjing bulldog yang begitu tenang. “Ini... big storm.”

“Ha? Big storm?” Reyno menahan tawa mendengar nama buatan Alya yang tidak sesuai dengan kondisi si anjing yang cenderung tenang seperti air.

“Yeah...” Alya menahan senyum karna sebentar lagi dia akan ngegaring. “...karna pandangan matanya sudah membuat big storm dalam hatiku.”

Reyno tertawa lebar, mana tahan. Tidak dia sangka Alya bisa sebodor ini juga. “Haha kocak banget...”

Sang pemilik toko juga tersenyum menahan tawa mendengar obrolan dua orang itu. Baginya Reyno dan Alya tidak menganggu sama sekali.

“Nah yang ini...” Reyno memberi makan anak anjing lincah berwarna abu. “Namanya Rider.”

“Ha???” Alya menganga parah. Baginya nama itu sangat aneh dan jarang untuk seekor anjing. Sekalian aja power ranger.

Reyno nyengir melihat ekspresi Alya. “Ada tulisannya lho di kandangnya... namanya Rider.”

Alya langsung tertawa kocak. Ternyata memang benar nama anak anjing lucu itu Rider. Setelah puas tertawa sambil memegang perut, Alya mengambil seekor anak anjing yang lucu menggemaskan berwarna coklat keemasan. Alya begitu sayang melihat anak anjing itu lebih daripada anak anjing lainnya. Mata anak anjing itu jernih dan memandang Alya dengan sayang tanpa menggonggong, seolah sudah ada ikatan batin. Anak anjing itu hanya menggoyangkan ekornya ke kiri dan ke kanan dan seolah tersenyum saat Alya menatapnya.

“Lucu banget...” gumam Alya pelan saking terpesonanya.

Reyno mendekati Alya dan anjing itu. Ia juga setuju kalau anjing itu lucu sekali.

“Namanya Lovely...” Reyno membaca nama di dalam kandang anjing itu.

“So sweet...” komentar Alya masih memandang mata anjing itu.

Penjaga toko begitu tertarik saat Alya dan Reyno bergantian mengelus Lovely. Dia mendekati mereka dan tersenyum ramah. “Anak anjing ini satu-satunya yang lahir dari anjing saya yang saya pelihara sejak kuliah...”

Alya dan Reyno menoleh, balas tersenyum sopan.

Penjaga toko itu juga mengelus punggung Lovely. “Induknya meninggal setelah melahirkannya karna pendarahan. Anjing saya itu meninggal dua minggu yang lalu...”

“Astaga....” Alya menyayangkan kalau ternyata Lovely sudah tidak mempunyai induk lagi. Alya menggendong anak anjing itu lagi dan mengelus-ngelusnya dalam pelukannya.

Reyno menarik penjaga toko itu ke pinggir, sudah akan melakukan transaksi karna sepertinya Alya suka banget sama anak anjing itu. “Pak, harga Lovely berapa?”

Penjaga toko tersenyum. “Tujuh ratus lima puluh ribu...”

Reyno menelan ludah dalam-dalam. Kalau harganya segitu sih duitnya kurang. Lagian dia kan masih anak SMA juga, jadi wajar kalo jarang punya uang segede itu. Reyno setengah berbisik, “Duit saya agak kurang, Pak.. mungkin baru terkumpul cukup seminggu lagi.... Kalo seminggu lagi saya beli ga apa-apa kan? Yahh... ng, maksudnya Lovely jangan dijual ke siapa-siapa dulu.”

Penjaga toko tersenyum lebar dan mengangguk. “Oke, ga jadi masalah kok...”

Reyno dan Alya masih melihat-lihat anjing yang berada di pet shop itu hingga sang penjaga toko mendatangi mereka dan memberikan dua gantungan HP berbentuk tulang sebagai kenang-kenangan. Tentu saja Reyno dan Alya menerimanya dengan senang hati. Mereka berterimakasih sekali karna penjaga toko begitu baik dan tetap membiarkan mereka lihat-lihat saja tanpa membeli.

“Bagus ya, Rey...” gumam Alya saat mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang.

Reyno mengangguk.



bersambung... (hehe)

Senin, 11 April 2011

Puding coklat :)

SATOE

Siang yang panas dan cukup terik ini, anak kelas 2 IPA 3 sedang olahraga. Mereka dipaksa untuk bermain basket di siang sepanas ini. Terdengar beberapa keluhan, jeritan, juga teriakan perut yang keroncongan. Padahal lima menit lagi bel istirahat akan berbunyi tapi Pak Mantoro belum mengijinkan murid-murid untuk keluar dari lapangan. Anak IPA 3 merasa tersiksa. Tentu saja jam istirahat mereka akan tersita karena mereka harus ganti baju dulu….

Huahh… panas…

Seorang cewek berdiri kaku di tengah lapangan. Rambutnya diikat tinggi-tinggi untuk mengalahkan rasa panas tapi tetap saja, wajahnya sudah keringatan gitu. Kerongkongannya kering namun dari tadi dia ga nyerah untuk terus teriak…

“Oper ke gue…! Oper ke gue aja!”

Tapi ga ada yang ngewaro dia. Ya secara gitu cewek ini udah keliatan banget ga bisa olahraga apapun! Bahkan untuk megang bola!

Dia menyeka keringat yang meleleh di keningnya. Ia melihat Melva, sahabat dekatnya, sedang berjuang merebut bola lawan.

“Ayo, Mel!!” seru cewek itu. Lesung pipitnya yang kempot dipertontonkannya.

Ngomong-ngomong, nama cewek ini adalah Alya. Mengenai sifatnya…. Tebak sendiri deh…

Cewek ini melompat-lompat rendah sambil terus memberikan semangat pada Melva. Kayak lagi pertandingan aja, padahal kan cuma main biasa doang…

Sementara itu anak IPA 6 baru pada keluar kelas. Mereka baru aja melewati ulangan Kimia yang susah dan rese abis. Masa itungannya ampe koma-komaan? Wajah-wajah yang baru aja keluar kelas rata-rata sama, pada puyeng, serasa keluar asap dari kepala mereka. Semuanya pada langsung ngacir, pengen ke kantin, cari minuman dan udara segarr…

“Gue ke toilet dulu ya…” ucap Reyno pada temannya, Andra.

Andra mengangguk tak jelas. Ulangan Kimia tadi membuat dia kehilangan kesadaran untuk beberapa saat.

Reyno berjalan lunglai sambil memegang kepalanya yang sakit. Sebenarnya dari kemaren kepalanya emang udah sakit namun rasa sakitnya bertambah karena ulangan kimia yang banyak menguras otaknya hingga batas over load!!

Reyno menyebrangi lapangan basket. Dia tidak peduli kalau di situ masih ada yang berolahraga menjelang detik-detik bel istirahat berbunyi.

“Melva, oper ke gue aja!!” seru Alya masih semangat ingin mendapat bola.

Melva akhirnya mengoper pada Alya juga, agak iba sih, dari tadi temannya itu belum menyentuh bola sama sekali.

Alya menangkap bola itu. Bola hampir menggelincir di kedua tangan Alya, mungkin karena tangannya basah kena keringat, lagipula bola itu memang sudah licin dari tadi dipegang terus oleh anak-anak yang lain. Yaiks.

Baru saja menyentuh bola, Alya tersenyum polos dengan lesung pipit di pipi kanannya, “Mel, tangkap!!” Cewek yang aneh… baru aja dapet bola eh langsung dioper lagi…

Dengan sembarangan Alya melempar bola itu, Melva di mana, bola terlempar ke mana.

Tiba-tiba bola yang dilempar oleh Alya itu mendarat tepat di kepala cowok yang sedang menyebrangi lapangan sambil memegangi kepala. Ya siapa lagi kalo bukan Reyno.

Cowok itu seketika roboh di tengah lapangan. Kepalanya yang dari kemaren sakit, otaknya yang udah over load, kini ditambah bola basket nyasar membuat kepalanya benjol.

Reyno masih roboh di tengah lapangan, memegangi kepalanya yang benjol dan sakit itu. Kepala gue…. sakit… Dia merasa otaknya bocor eh, geger otak.

“Astaga… Maafin gue…” Alya langsung berlari mendekati korbannya itu.

Dengan tangan masih memijit-mijit kepala dan kesadaran yang masih minim, Reyno menatap cewek yang duduk di hadapannya itu. Duhh… kepala gue pusing…

“Lo ga apa-apa??” tanya cewek itu setengah khawatir.

Reyno tersenyum tipis. “Gak apa-apa….” Tapi yang jelas dia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya yang kesakitan.

Reyno merasa hidungnya sakit, seperti ada sesuatu yang basah yang mengalir dari hidungnya. Ternyata darah…

“Hi-hidung lo berdarah….” ucap cewek itu setengah menjerit histeris.

Reyno memegang hidungnya. Dia memang sudah merasa kalau hidungnya memang akan mimisan dari tadi pagi. Tapi sepertinya mimisannya langsung sukses ngucur kayak kran air berkat bola basket yang memukul kepalanya itu. Thanks, cewek berlesung pipit!!

Reyno makin pusing. Sementara mata cewek di hadapannya sudah mulai berkaca-kaca hampir menangis, anak-anak yang tadi olahraga malah mengelilinginya. Dan sekarang Reyno merasa dia akan memuntahkan isi otaknya plus semua rumus kimia tadi.

“Ya ampun, lo apain, Al?”

“Hidungnya ampe berdarah lo buat…”

“Ngga… hidung gue…” Belum selesai Reyno menjelaskan kalau hidungnya memang menunjukkan tanda-tanda akan mimisan sejak pagi, eh cewek itu malah nangis. Reyno makin pusing sekaligus serba salah. Nangisnya itu lho, kayak anak kecil yang disuapin tai cicak.

“Reyno, ngapain lo di sini?”

Reyno menoleh ke sumber suara yang sangat dikenalnya. Ternyata Andra. Reyno tak menjawab, dia kembali melirik ke cewek yang nangis.

“Ya ampun, hidung lo napa?” Andra langsung mengangkat temannya itu dan memaksanya berjalan meninggalkan lapangan basket tersebut. Dengan sesempoyongan, Reyno dibawa ke UKS.

“Al! Alya!!” seru Melva menegur temennya yang masih menangis. “Lo ngapain masih nangis? Orangnya ga kenapa-napa kok… udah dibawa ke UKS.”

“Gue gak sengaja…” ucap Alya sambil menghapus air mata di pipinya.

“Ya udahlah… lo ga usah cengeng gitu… Mending kita ganti baju aja…” ujar Melva datar. Dia sih, udah biasa dengan sikap sobatnya yang emang rada aneh, ga wajar gitu kayak cewek metropop.

Alya mengangguk. Dia bangkit berdiri dan langsung mengikuti Melva ke kelas. Seketika itu juga dia sudah lupa dengan insiden tadi…

êêê

Sabtu siang ini, Jakarta cukup panas. Alya baru aja selese kerja kelompok di rumah Tomi. Kerja kelompok tadi cukup aneh, malah kebanyakan makan camilan. Perut Alya jadi mual, mungkin karena dia ga biasa makan yang pedes… ehem, tadi saja dia sudah numpang boker di toilet rumah Tomi.

“Duhh… perut gue sakit banget…” Alya berjalan sendiri sambil memegangi perutnya yang sakit. Matanya mulai berkunang-kunang, lidah sepet, dan dia merasa dia akan muntah.

Sambil menutup mulut, Alya celingak-celingukan di pinggir jalan, mencari taksi. Taksi mana sih… Aduhh… kayaknya gue bakal muntah…

Alya jongkok di pinggir jalan sambil terus menutup mulutnya. Dia ga mau sama sekali muntah di pinggir jalan. Bisa didenda 250 ribu dia karena sudah membuang sampah sembarangan. Atau bahkan jadi sepuluh kali lipat lantaran ‘sampah’ yang akan dia buang tidak berprikebersihan.

Apa gak ada alternatif lain…???

“Lo kenapa jongkok di pinggir jalan?” tanya seseorang mengagetkan Alya.

Alya menengadah. Dia ga kenal cowok itu sama sekali tapi dia sih ngerasa dia emang pernah liat tu orang tapi dia ga ingat dimana.

Ternyata cowok itu ga sendiri. Ada seorang cewek yang berdiri di sebelahnya sambil menatap Alya dengan rasa ingin tau.

“Hei… lo kenapa?” tanya cowok itu lagi.

Alya bangkit berdiri. “Ngga kenapa-napa kok… cuma sakit perut doang…”

Namun Alya merasa kakinya goyah. Ia merasa akan pingsan. Untunglah tubuhnya yang tadi akan jatuh itu langsung ditangkap oleh cowok yang tadi menanyakannya.

Mata Alya terpejam.

“Lo kenapa?” tanya cowok itu lagi masih menopang badan Alya supaya tidak jatuh.

“Mukanya pucet banget…” ujar seorang cewek.

Perlahan Alya membuka matanya. Ia masih bertanya-tanya dalam hati, siapakah cowok yang berada di hadapannya itu. Apa artis ya??

“Kayaknya…. Gue bakalan muntah…” ucap Alya pelan tapi pasti.

Sedetik setelah Alya mengatakan itu, wajahnya berubah warna…

Benar saja….

Huwekkk…!!

Alya muntah tepat di depan baju cowok itu. Dikit sih tapi kan tetep aja… Yaiks!

Dan beberapa detik kemudian Alya pingsan lagi. Kali ini pingsan beneran.

Cowok itu terpaku menatap bajunya yang kena muntahan. Hampir saja dia lepasin tuh cewek saking syoknya tiba-tiba dimuntahin gitu aja dan langsung enak-enakkan pingsan. Cowok ini nyengir pait melihat bajunya yang berubah warna.

“Astaga dia muntah di baju lo…” komentar cewek itu.

Cepat-cepat cowok itu mengeluarkan kunci mobil dari sakunya sementara tangannya yang lain masih menahan tubuh Alya supaya tidak jatuh di atas aspal. Lantas ia melemparkan kunci mobilnya pada cewek yang merupakan adiknya itu.

“Cepet buka mobil…”

Cewek itu langsung membuka mobil dengan tombol otomatis. Cowok itu pun menggendong Alya yang pingsan ke tempat duduk yang belakang.

“Lo yang nyetir, Tika…” ujar cowok itu ikut masuk dan duduk di tempat duduk belakang.

“Hah? Lo tau kan gue masih kelas 3 SMP? Belum punya SIM…”

“Bawel… Udah cepetan…”

“Huh, kalo gue ditilang, gue ajak lo ke penjara!!” Tika langsung memakai kaca mata hitam abagnya yang ada di dasboard, yeah itung-itung menyamar biar keliatan dewasa. Ke mana? Ke rumah sakit?”

“Ngapain? Bokap kan dokter… Kita ke rumah aja dulu…”

Tika mengangguk nurut. Ia pun langsung duduk di bangku supir dan mulai menyetir. Terkadang dia gak ngerti dengan jalan pikiran abangnya itu. Tika melirik abangnya yang duduk di belakang, memprihatinkan, sementara cewek yang tadi memuntahi abangnya itu enak-anakan tidur di pangkuan abangnya.

“Dia temen lo?” tanya Tika penasaran.

“Ngga sih… tapi kami satu sekolah…” Cowok yang bernama Reyno itu melirik cewek yang pernah membuat kepalanya benjol beberapa hari yang lalu.

êê

Alya mulai sadar. Badannya terasa pegal-pegal. Dia membuka matanya perlahan dan terkejut saat melihat seorang cewek yang tadi dia liat di pinggir jalan sedang memandanginya. Mata cewek itu keliatan berbinar dan penuh rasa ingin tau menatap Alya, seolah Alya itu barang langka.

Alya langsung terduduk dan memandang sekeliling dengan heran. Apa ini mimpi? Dia sedang duduk di sebuah sitbed di ruangan yang cukup luas di mana ada televisi berlayar datar yang sedang menyala.

“Akhirnya lo sadar juga…” ujar Tika tersenyum ramah.

“L-lo siapa?”

“Kenalin gue Tika…. Lo lagi di rumah gue… Abis tadi di pinggir jalan lo muntah dan pingsan sih… Ya udah kami bawa lo ke sini…”

Muntah? Alya masih belum cukup ngerti. Dia merasa seperti sedang bermimpi. Pelan-pelan, dia ingat juga. Pulang dari rumah Tomi, dia pusing, mual dan kemudian muntah di… badan orang… Ehh?

Tika mendekatkan wajahnya untuk menatap Alya lebih dekat hingga hanya berjarak dua puluh sentian.

“Lo kenapa muntah?” tanyanya dengan suara setengah berbisik, “A-pa-lo-ha-mil?”

Mata Alya langsung terbelalak.

“Tika, lo iseng banget sih, ngegodain orang!” tegur seseorang dari sofa seberang.

Alya menoleh. Ya ya Alya ingat! Cowok itu kan yang nolong dia di jalan! Tapi tetep aja dia ga kenal ama cowok itu, tapi Alya yakin pernah liat cowok itu di mana gitu…

Tika hanya nyengir sesaat. “Lo ga kenal ama dia?” Tika menunjuk Reyno yang masih menonton TV.

Alya menatap cowok itu tetep aja dia ga tau orang itu siapa. Dengan polos Alya menggeleng.

“Katanya sih, kalian satu sekolah…”

Alya menyipitkan matanya, berusaha untuk mengingat tapi tetep aja ga ingat.

“Rey, kayaknya dia ga pernah liat lo sama sekali deh…” tukas Tika. “Huuu… ga exist lo!”

“Ya udah, ga usah dipaksa…” Reyno menahan tangannya untuk tidak mendamprat muka adiknya dengan bantal. Dihina di depan cewek seumuran apalagi satu sekolah bagi Reyno itu menurunkan harga dirinya.

Tika kembali memandangi Alya. “Tadi lo muntah di baju Reyno, abang gue…”

Alya melotot tak percaya.

“Tadi tuh nyampe rumah dia langsung mandi dan ganti baju… Kasihan deh…” Tika cekikikan seperti sedang menertawakan harimau yang memakai baju berenda-renda.

Alya makin merasa sangat bersalah.

“Karena tadi lo pingsan, kami bawa lo ke sini berhubung bokap kami dokter… Tapi sayang banget ternyata bokap ama nyokap lagi pergi… malam mingguan katanya.”

Alya bangkit berdiri. “Maaf gue udah ngerepotin kalian semua… Makasih banget… tapi kayaknya gue mesti pulang dulu…” Dalam hati dia malu berat karena udah muntah ke baju orang dengan sembarangan… Ini sih lebih baik muntah di pinggir jalan aja tau gitu.

Reyno yang dari tadi kayaknya fokus nonton TV langsung berdiri. “Gue anter…”

“Ng… gak usah…” Alya malu berat pada cowok itu.

“Udahlah ga pa-pa… Lagian gue yakin lo ga tau daerah sini…”

Akhirnya terpaksa Alya menurut juga walaupun dia masih merasa bersalah dengan sangat.

Sementara cowok itu nyetir, sesekali Alya melirik Reyno dengan heran. Dia masih belum ingat pernah bertemu dengan cowok itu di mana.

“Kenapa?” tanya Reyno pada akhirnya karena dari tadi diliatin mulu.

“Lo sekolah di SMU 34 juga??”

“Yup. Kenalin gue Reyno, anak IPA 6…”

“Gu-gue Alya… Apa kita pernah ketemu sebelumnya?”

“Emang kenapa?”

“Ng… gue ngerasa gue pernah ngeliat lo…”

Reyno tersenyum sekilas. “Lo bener-bener ga inget ya? Gue tuh orang yang pernah kena bola yang lo lempar…”

Alya masih mengernyit menandakan masih belum ingat.

Astaga… ni cewek belum inget juga ama orang yang pernah jadi korbannya?? “Beberapa hari yang lalu kepala gue ga sengaja kena bola basket yang lo lempar…”

“Yang mana ya?” Alya masih keliatan ragu tanda belum benar-benar ingat.

Emang ada berapa orang sih yang kena dia timpuk?? “Itu lho… yang ampe hidung gue berdarah…” ucap Reyno merasa kata-katanya pasti tepat sasaran menancap di otak Alya.

“Oh, yang itu!!!”

“Akhirnya inget juga…”

“Sori… sori banget ya… gue ga sengaja…”

“Udah ga pa-pa… Lo kan udah minta maaf waktu itu ampe nangis… Mana tega gue minta tanggung jawab…”

Alya terbengong tak percaya. “Minta tanggung jawab?”

“Bercanda… bercanda… gue cuma bercanda….” tambah Reyno takut cewek itu malah nangis lagi.

Mereka terdiam lagi.

“Rumah lo di jalan Bidadari Selatan nomor berapa?”

“Ung… nomor 15…”

Alya terkadang melirik Reyno diam-diam sambil bertanya-tanya apa cowok itu marah ya dia muntahin di pinggir jalan? Pasti menjijikkan bangetlah… Alya juga jadi inget, waktu itu aja ada temen sekelasnya yang muntah, Alya ampe ga nafsu makan dan bau muntahnya…. Uwekk! Alya merasa wajarnya orang yang dia muntahin kayak gitu setidaknya protes atau komentar, “Ih, jijik banget! Gue harus mandi air kembang tujuh rupa nih…” atau, “Gile, muntah lo bau amis banget… Yaiks!”

“Ng… gue boleh nanya sesuatu ga ke elo??”

“Apa?”

“Apa lo ga mau komentar sesuatu?” Alya malah balik nanya.

Reyno menoleh heran, masih menyetir, “Komentar apa?”

“Ta-tadi kan gue muntah di baju lo… Emang lo ga kan bilang kalo gue jorok atau bau atau apalah…?”

Tawa Reyno langsung meledak keluar. Dia terus tertawa selama dua menit. Ga nyangka juga kalau dia bakalan ketemu cewek sepolos dan selucu Alya.

“Kok lo malah ketawa??” tanya Alya polos.

Reyno menghapus setitik air yang keluar dari matanya itu hasil dari tawanya. Gila… ni cewek polos amat… “Emang lo mau gue komentar apa?”

Alya terdiam. Malu berat.

“Emang sih gue sempet syok… pertama kalinya kena muntah orang yang pernah buat kepala gue benjol… Tapi mau gimana lagi? Masa gue mau laporin lo ke Pak polisi?”

Alya dan Reyno sama-sama tertawa kocak.

êêê

Bel istirahat berbunyi. Alya berjalan sendirian keluar kelas menuju kantin. Meskipun Melva lagi ogah ke kantin tapi itu tidak dapat melunturkan niatnya untuk tetap nyari makan di kantin. Secara gitu perutnya udah keroncongan.

Saat melewati kelas IPA 6, Alya berpapasan dengan Reyno yang baru aja keluar kelas.

“Ah, elo…” gumam Alya.

Reyno tersenyum. “Mau ke kantin?”

Alya mengangguk. “Lo sendiri?”

Reyno mengangguk lemah. “Temen-temen gue masih pada ngerjain PR.”

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin yang ramai dan sesek.

“Duduk di mana, ya… Penuh banget…” ucap Reyno sambil memandang ke sekeliling. Kantin sekolah emang laku keras karena menunya yang kumplit dan enak.

“Tuh di situ kosong, Rey!!!” seru Alya semangat dengan lesung pipitnya yang menggemaskan. Alya menunjuk tempat yang memang masih kosong tapi itu kan tempat yang biasa ditempati oleh cowok-cowok kelas 3 yang jutek abis ke adik kelas.

“Itu kan bangkunya anak kelas 3…”

“Udah ga pa-pa!” Alya langsung menarik lengan Reyno dengan sok akrabnya.

Reyno angkat bahu. Lagian bangku yang mana juga sama aja kan? Toh ga ada nama pemiliknya atau satpamnya atau lisensinya kan??

“La mo mesen apa?” tanya Alya bersemangat, “Gue traktir deh… Yaa… sebagai bentuk rasa terimakasih gue lo tolongin…”

“Bener nih? Ng apa ya…? Nasi ayam penyet aja deh…”

“Oke… Minumnya?” Alya udah berlagak kayak waitress.

“Samain aja kayak yang lo…”

“Siap, Bozz!!” Alya langsung berbalik pergi menuju kios ayam penyet yang sangat ramai.

Reyno duduk di sana sambil memandangi Alya yang lagi nyempil berusaha memesan duluan. Badannya yang emang mungil memudahkan dia untuk bisa nyempil dan nyerobot dengan cara halal.

Reyno tersenyum sendiri. Tuh cewek ya… polos abis, ekspresif banget, apa adanya… Reyno ingat kalau cewek itu emang rada bolot juga dalam daya ingat. Tapi… lucu juga… dan…

Tiba-tiba Reyno terkejut karena lima cowok kelas tiga berdiri di hadapan Reyno sambil memelototinya dengan sangar. Mungkin mereka ga terima ada anak kelas 2 yang beraninya duduk di tempat mereka, bahkan sendiri tanpa bodyguard atau apa, ngebuat lima cowok ini merasa terhina dan direndahkan.

“Siapa yang suruh lo duduk di situ?” tanya salah satu dari mereka yang celananya rock n roll.

Reyno sudah membuka mulutnya tapi ga jadi ngomong. Masa dia mau jujur kalo yang nyuruh dia duduk di situ adalah Alya?

Karena Reyno bingung bagaimana cara untuk menjawabnya, seseorang yang baju seragamnya dikeluarin langsung menonjok Reyno tepat di pipi. Reyno sampai terpelanting ke lantai. Pipinya biru kena tonjok.

Sesaat kemudian mereka langsung jadi tontonan umum. Tak ada yang berniat nolongin atau melerai. Para penghuni kantin seneng karena akhirnya ada ‘hiburan’ drama laga juga setelah sekian lama di sekolah mereka ga ada yang beginian. Dasar anak SMU jaman sekarang!

Tanpa merasa malu kelima kakak kelas itu mendekati Reyno yang masih di lantai kantin. Bibir Reyno udah lecet sehingga berdarah. Reyno memegang bibirnya dan meringis, aku mana punya bekal tekwondo atau silat. Masa kabur? Cih!

“Dasar… Lo ga tau apa itu bangku kami?”

Reyno tak menjawab. Ingin sekali Reyno bilang, “Bangku nenek moyang lo!” tapi ga jadi ngomomg karena dia bisa dihajar.

Alya yang tadi asik-asikan mesen makanan langsung tersadar dengan adanya keributan. Dia berlari mendekati Reyno, kaget dengan keadaan cowok itu. Alya langsung berkacak pinggang sambil menjerit galak kepada kelima kakak kelas, membuat kantin makin bising.

“STOOOPP!!!”

“Ni apaan lagi cewek tiba-tiba teriak?” gumam salah satu dari 5 cowok kelas 3 yang memakai banyak gelang.

Alya melirik pada Reyno yang pipinya udah lebam. Alya merasa sangat bersalah, kan dia yang ngajak Reyno duduk di situ… Yang seharusnya kena tonjok kan dia…. Slalu saja… rasa-rasanya dia slalu membuat cowok itu menjadi korbannya!! Ya kena timpuk bolalah, kena muntahannyalah, dan sekarang kena tonjok orang… Dia bertanya-tanya apa dia ini slalu bikin orang sial ya??

Eeh, Alya nangis lagi. Semua ini pasti salahku…

“Apaan sih lo tiba-tiba nangis?” tanya anak kelas 3 yang lain sebel dan bingung.

Alya malah ngejerit, “BU.. PAK.. ADA YANG MUKUL REYNO!!!!”

Kontanlah kantin itu langsung heboh. Bagi sebagian orang tontonan ini makin menarik dan lucu. Drama laga dengan diselingi komedi romantis karena sang pemeran utama yang dikeroyok kakak kelas dibela oleh cewek imut kempot yang berteriak memanggil bala bantuan.

Alya ga berhenti sampai di situ saja. Dia menjerit heboh manggil satu persatu nama guru di sekolah. Tapi Alya memang benar-benar menangis. “BU SISKA… BU ATIK… PA MANTORO…!! ADA YANG MUKUL REYNO!”

“Iya, iya…. Sori… Kami ga sengaja…” ucap kakak kelas itu risih juga ngeliat ada yang nangis ampe segitunya, bisa-bisa mereka kena skors.

Tapi Alya ga berhenti menangis.

“Eh, udah dong, jangan nangis terus…” pinta yang lain. Orang itu melirik ke arah Reyno, “Suruh dong pacar lo ini supaya ga nangis lagi…” Orang itu sempet mendesis, “Sableng ni cewek.”

Reyno tercengang, napa jadi aneh gini ya?

“Al, udah dong jangan nangis lagi….” Karena Alya ga berhenti nangis, Reyno langsung menarik cewek itu pergi ke UKS. Cewek itu masih menangis, berjalan sesempoyongan dipapah oleh Reyno.

Seharusnya kan gue yang dibawa ke UKS tapi napa malah dia yang butuh diobatin??

“Udah dong jangan nangis….” Reyno memandangi UKS yang kosong dan agak kumal. Males dehh kalo mesti dirawat di ruangan ini, mana ga ada yang mau ngurus.

Akhirnya Alya berhenti nangis juga.

Reyno menghela nafas lega, “Kenapa lo yang nangis? Yang kena tonjok kan gue…” Dengan dramatisir Reyno menunjukkan bibirnya yang sobek.

“Tapi kan gue yang ngajak lo duduk di situ…” Alya cecegukan.

Reyno terdiam. Good answer.

Alya menghapus air matanya persis kayak anak kecil, “Gue udah berkali-kali ngebuat lo sial…”

Reyno memandangi cewek itu. Dia kembali teringat dengan kesialan yang ia alami karena cewek itu. Tapi hanya satu yang membuatnya ingin tertawa yaitu kesialannya hari ini. Sikap Alya yang spontan menjerit-jerit manggil satu per satu nama guru di sekolah itu jelas membuatnya ingin ngakak kalau kembali membayangkannya, ya walaupun pipinya memar….

Reyno tak bisa menahan tawanya. Dia pun tertawa terbahak-bahak membuat Alya bingung.

“Kok lo malah ngetawain gue?”

Reyno tersenyum. “Kalo kayak gini terus sih, gue rela deh kena tonjok tiap hari…”

Alya berusaha mencerna maksud dari perkataan Reyno. Namun dia tidak mengerti sama sekali.

Reyno masih tersenyum, “Lo mau jadi pacar gue?”

Alya terbengong polos. “Pa-car??”

êêê

DOEA

“Hah? Sejak kapan lo punya pacar?” tanya Melva tak percaya, “Ama siapa?”

Alya terdiam sesaat. Dia juga heran kenapa dia bisa nerima gitu aja jadian ama Reyno yang baru dia kenal secara tidak sengaja… yeah…

“Oi! Ama siapa?” tanya Melva ga sabaran.

“Reyno…”

“Reyno yang mana??”

“Itu lho… yang hidungnya pernah berdarah kena bola yang gue oper ke lo…”

“Hah? Apa?!! Kok bisa?”

Alya cuma bisa angkat bahu.

Melva menatap sobatnya itu dengan tak percaya. Kok bisa segampang itu?

Sementara itu Andra, teman Reyno juga sama terkejutnya dengan berita yang dia dengar dari Reyno.

“Lo jadian ama cewek itu? Gak salah? Yang nangis teriak-teriak manggil guru di kantin kemaren itu?”

Reyno mengangguk sambil tersenyum.

Andra memandangi temannya itu dengan iba. “Kok bisa? Lo bercanda ya?”

“Pala lo bercanda! Gue seriuslah!”

“Kok bisa? Dia kan yang pernah buat kepala lo benjol trus kemaren juga dia udah bikin pipi lo biru kan?”

“Bukan dia kali yang nonjok gue…” ralat Reyno.

“Yaa maksud gue… gimana kalo besok-besok dia ga sengaja buat lo celaka lagi dan makin parah??”

Reyno langsung menjitak kepala temannya itu dengan gemas. “Lo jangan ngedoain yang engga-engga deh… Gue tuh suka ma dia…”

“Hah?” Andra mencermati Reyno dengan seksama.

“Ga tau sih… tapi yah, jalanin aja…”

“Dia kan pacar pertama lo…”

“Terus?” tanya Reyno jadi sedikit sewot.

“Kan kasihan lo… Ntar kalo lo trauma pacaran gimana..?”

“Kurang asem lo! Udah gue bilang jangan doain yang engga-engga…”

“Hehehe….”

êêê

Hari ini saat di kantin, Melva tak henti-hentinya menggoda Alya.

“Tuh pacar lo… Si Reyno itu…”

“Apaan sih!” Alya melirik ke meja yang tidak terlalu jauh dari meja mereka. Di sana ada Reyno dan empat orang teman sekelasnya. Dia masih bingung, serasa mimpi, kayak baru kemaren deh, dia muntah di bajunya Reyno… Eh, sekarang dah jadian lagi. Aneh deh.

“Rey, tuh cewek lo… Kok gak disamperin??” goda Andra sambil menunjuk Alya yang lagi bengong di meja lain.

Reyno melirik sesaat.

“Hah? Reyno jadian? Ama siapa?” tanya Defta, teman sekelas Reyno.

“Iya… Ama anak IPA 3…”

“Siapa? Siapa? Yang mana?”

“Itu lho yang pernah bikin kepalanya benjol…”

“Yang mana? Gue gak tau…”

“Itu lho yang kemaren teriak-teriak di kantin….”

Kontan yang lain langsung tertawa terpingkal-pingkal.

“Oh, yang itu… Masa sih…”

“Iya, Rey??”

Reyno menutup sebagian hidung dan mulutnya dengan tangan kanannya sambil melirik Andra dengan murka. Dia benar-benar malu.

“Kalo kalian ga percaya, gue panggil deh tuh cewek…” gumam Andra jahil abis.

Belum sempat Reyno mencegah, Andra dah keburu manggil Alya dengan panggilan yang berani.

“Alya!!!”

Yang dipanggil menoleh terkejut. Sambil berkali-kali bolak balik menatap Reyno dan teman-temannya itu.

“Lo apa-apaan, ANDRA!” tukas Reyno setengah berbisik. Dia tidak berani membalas tatapan Alya saking malunya.

“Alya, sini deh! Lo dipanggil ama Reyno….”

Reyno ingin sekali melem mulut temannya itu dengan lakban. Apalagi teman-temannya yang lain mulai mengekeh tak jelas.

“Alya, lo dipanggil tuh…” goda Melva, “Sana…”

Masih kebingungan, Alya pun bangkit berdiri menghampiri meja Reyno. Dia menatap Reyno dengan ekspresi bertanya-tanya.

Tapi Reyno malah tidak berkata apa-apa membuat Alya makin bingung. Reyno memegang hidungnya dan sesekali garuk-garuk kepala karena salting.

“Lo napa, Rey? Katanya mo ada yang lo omongin kan ke doi?” celoteh Erik menahan tawa.

Kaki Reyno sengaja menginjak kaki Erik dengan gemas saking jengkelnya.

Erik mengucapkan, “Aw… Aw…Mama…” tanpa suara sambil menatap memelas pada kawannya itu.

“Lo napa, Rik?” tanya Andra terkekeh-kekeh.

Reyno menatap Andra dengan tatapan membunuh. Giliran lo nanti… Kaki gue ga nyampe.

Alya masih berdiri di sana menunggu sampai Reyno mengatakan sesuatu. “Apa, Rey?” tanya Alya pada akhirnya.

“Ng… oh… gue lupa…” ucap Reyno dengan tampang super innocence dan charming membuat Defta mengikik jijai.

Alya terbengong dan dengan polosnya ia hanya berkata, “Oh gitu…”

“Gue inget kok…” ujar Andra tiba-tiba. Ia meringis melihat mata Reyno yang udah melotot kayak ikan mati. Bagi Andra sih, yah sekalian aja deh disiksa tujuh hari tujuh malam daripada membiarkan lelucon ini berakhir begitu saja. “Tadi sih… seinget gue… Reyno mo ngajak lo jalan sabtu ini… Mo ngapain sih, Rey? Gue lupa…”

Reyno tak menjawab. Benar-benar ia dibuat malu. Dia jadi berpikir siksaan apakah yang pantas untuk temannya itu. Godam atau palu ya??

Karena Reyno tak menjawab akhirnya Erik yang menjawab, “Katanya sih, mau ngajak nonton… Iya kan, Rey?”

Reyno kembali menginjak kaki Erik sampai kaki Erik bengkak rasanya digencet seperti itu membuat Erik bergumam-gumam tak jelas, “Ampun, Rey… Ampun…”

Alya memandangi Reyno, masih menunggu penjelasan dari semuanya itu.

“Ng… itu…anu…”

“Kalian ngobrol aja, gue mau ke toilet dulu…” Andra bangkit berdiri sambil mengedip norak.

Yang lainnya juga ikut-ikutan minta ijin mau ke toilet. Mereka semua langsung ngacir meninggalkan meja itu sambil tertawa terbahak-bahak.

“Lo duduk deh…” gumam Reyno pada akhirnya. Alya menurut. “Ng… yah, kalo lo emang ga keberatan sih… gue emang mau ngajak lo nonton sabtu ini…” Sial, gara-gara mereka gue jadi kayak orang bego gini…

Alya tersenyum manis memperlihatkan lesung pipitnya. “Jam berapa?”

“Jam berapa ya…. Jam dua deh di Senayan…” Dalam hati seneng juga karena Alya mau diajak jalan.

“Oh oke….”

“Ng…. lo mo mesen apa? Kayaknya temen gue ga kan balik lagi tuh…”

Alya tertawa. “Apa aja deh…”

Reyno pun langsung memesan makanan. Sementara itu Melva duduk dongkol di bangkunya menatap Alya dengan gemas.

Bagus ya… Gue dilupain…

êêê

“Lo mo ke mana, Rey?” tanya Tika pada abangnya dengan penasaran ngeliat abangnya yang tiba-tiba sibuk bersiap-siap di sabtu siang itu.

“Mo kencan, adeku yang malang…”

“Hah? Kencan? Ma siapa? Ma Andra ya??”

“Cih!” Dalam hati Reyno tertawa karena sudah menghukum Andra dan yang lainnya dengan pantas karena kejailan mereka. Reyno meneke mereka lima kali!!

Tika langsung mendekati Reyno yang sibuk mengaca sambil bersiul-siul dengan ceria.

“Trus ma siapa? Erik, ya?”

Reyno menatap adiknya dengan sinis. “Plis dong…” Dia kira aku ga laku apa ampe memutuskan homo?

“Jadi ma siapa dong? Kasih tau Tika!!”

“Ama Alya…”

Mulut Tika langsung menganga. “Cewek yang pernah muntah di baju lo itu??”

“Yup!”

“Kok bisa??”

Reyno sudah bosan dengan komentar orang-orang yang selalu mengatakan kok bisa? Dia hanya mencubit pipi Tika, “Ya, bisa dong…” Lantas Reyno malah pergi mengambil jaket dan kunci mobilnya. “Dah, Tika sayang…. Jaga rumah ya… Gue pergi dulu. Hihihi…”

Reyno menyeti r sambil bersiul-siul nyaring dan sesekali menyerukan, “Senayan jam dua!!”

Jam dua kurang lima belas menit Reyno udah nyampe. Mungkin karena dia terlalu bersemangat kali ya…

Dia duduk di bangku taman di sana dengan tenang dan sabar.

Ntar gue ajak dia nonton…. Nonton film yang dia suka aja… Hehe, kan first date. Terus… makan di food court sambil ngajak ngobrol soal keluarganya… Abis itu… gue ajak dia ke toko buku ah… And the last… gue anter dia pulang sambil minta supaya mulai senin pulang dan pergi sekolah bareng…. Cihuy!! Hahaha… gue jenius juga soal beginian.

Tapi sudah jam dua lebih tiga puluh menit, yang ditunggu belum keliatan juga…

Kok lama? Ah, mungkin dia kelamaan siap-siap buat gue…. Nyehehe… kan fist date.. biasa, cewek pasti pengen tampil perfect dan secantik mungkin. Secara cowoknya gue : Reyno!

Terdengar suara petir dari kejauhan. Reyno menengadah menatap langit yang gelap. Kayaknya sebentar lagi bakal……….

Byuuurrr!!!

Hujan deras langsung turun begitu saja.

Sementara orang-orang di sekelilingnya sedang panik menghindari hujan deras dan mencari tempat berteduh, cowok itu masih duduk di sana. Ia bersikeras untuk tetap menunggu Alya sampai cewek itu datang!

Sore itu Alya sedang tidur-tiduran di kamarnya sambil membolak-balik majalahnya dengan bosan. Dia lupa sama sekali dengan Senayan jam dua atau nonton film, atau bahkan Reyno…..

Ponselnya bergetar. Ada SMS masuk dari Melva :

Oi, pasti lagi nge-date ya?

Slamet deh… Ditunggu ceritanya, sista!!^^

Sesaat Alya heran dan tak mengerti membaca SMS dari temannya itu, namun akhirnya dia inget juga.

Astaga, Reyno!!! (Cewek ini emang harus periksa ke dokter spesialis otak sekali-kali)

Alya langsung bangkit dari tempat tidurnya dan melihat jam dinding. Jam tiga kurang dua puluh menit-itu pun jamnya kan kelambatan setengah jam!! Jadi lebih tepatnya sekarang sudah jam tiga lebih sepuluh. Parah.

Cepat-cepat Alya langsung menelepon taksi karena hujan turun sangat deras. Alya terbirit berganti pakaian dan merapikan wajahnya.

“Alya, taksinya udah dateng…” seru Mamanya dari bawah.

Terdengar gedebak gedebuk di lantai dua. Alya berlari turun namun saat akan keluar, ia ditahan Mamanya.

“Kamu mau kemana, Al?”

“Mau nonton, Ma… Penjelasannya nanti aja deh… Dia udah nunggu Alya lama banget.”

“Iya deh… Payungnya udah dibawa?”

Alya mengangguk, “Aku pergi dulu ya, Ma!” Alya melesat masuk ke dalam taksi.

Reyno menggigil diguyur hujan dari tadi. Dia kemana sih? Apa macet ya karna hujan?

Sebuah taksi berhenti tak jauh dari hadapannya. Dan orang yang slama ini ia tunggu keluar sambil membuka payung, berlari mendekati Reyno. Ia sangat tak menyangka ternyata Reyno berada di sana kehujanan. Kok adegannya kayak di film Meteor Garden ya?? Ihhh…

Reyno cukup puas melihat Alya datang juga… walaupun dia kebasahan!

Alya sudah berdiri di hadapan Reyno saat ini. Payungnya melindungi kepala Reyno seutuhnya.

“Sori…” sengalnya, “Gue udah bikin lo lama nunggu….”

Reyno tersenyum sekilas. Lagi-lagi dia menggigil kedinginan.

“Mending kita ke mobil lo aja deh…”

Iya, ya, mobilnya… Kenapa dia gak kepikiran sama sekali untuk menunggu Alya dalam mobilnya? Kan lebih aman, ga kehujanan. Dasar, cinta itu emang buta eh tulalit pula.

Mereka pun masuk ke dalam mobil. Jok mobil itu dibuat basah karena sekujur tubuh Reyno tidak ada yang kering.

“Dari tadi gue nelepon lo… Ga kerasa, ya?” gumam Alya.

Reyno tersadar. Ponselnya kan ada di saku celananya. Dengan lugunya, Reyno mengeluarkan seonggok HPnya yang basah.

Kan bener kan? Cinta itu tulalit meskipun lo sebenarnya bukan orang yang tulalit…

“Kayaknya HP gue udah rusak parah…” ucap Reyno lebih pada dirinya sendiri. Prihatin….

“Maafin gue, Rey… Gue… gue udah ngebuat lo nunggu lama. Gue bener-bener lupa…Gue gak sengaja….”

Sebenernyaa… hati Reyno perih mendengar kata-kata Alya yang mengatakan kalo dia lupa. Kok bisa sih?? Lagi-lagi kata-kata itu…. Emang iya sih… Kok bisa sih?? Sebenarnya bagi Reyno lebih baik Alya berbohong kalau tadi jalanan sangat macet daripada mendengar kalau ternyata Alya yang lupa. Owh man!!

Reyno menatap Alya yang sepertinya bakal nangis itu. “Udah, Al… Gue ga apa-apa kok…” Reyno ga mau cewek itu nangis di first date mereka, kesannya gatot banget alias gagal total!!

“Maafin gue….” Mata Alya makin berkaca-kaca saja. Dia menatap Reyno dengan tatapan nanar karena terhalang air mata.

“Iya, gue maafin kok…”

“Tapi ini yang keempat kalinya gue udah buat lo sial. Gue udah banyak nyusahin…”

“Udahlah, Al! Gak usah bilang yang engga-engga…” ucap Reyno dengan nada tinggi dan menyentak.

Alya langsung terdiam. Kaget.

“Ng… sori… gue gak bermaksud ngebentak lo… Gue sama sekali ga marah…” Reyno bingung sendiri. Sebenarnya dia tidak suka siapapun mengatakan kalau dia mengalami kesialan kalau bersama dengan Alya. Dia tidak terlalu suka mendengar kata-kata macam itu, apalagi yan ngomong justru cewek itu sendiri.

“Berhubung filmnya udah dimulai dari tadi, gimana kalo kita kita ke toko buku aja?” ujar Reyno lembut berusaha mencairkan suasana.

Apa aku bilang? Cinta itu tu-la-lit sekaligus gak punya akal sehat.

“Lo basah, Rey… Mending kita pulang aja…”

Hati Reyno hancur mendengar kata-kata itu. Kencan pertama yang sudah si jenius ini siapkan secara apik gagal total. Ancurr, ancurr!! Ga ada romantis atau so sweet-so sweetan. Reyno ga tau respon apa yang bakalan diberikan Tika. Ketawa ampe nangis atau nangis ampe ketawa.

Akhirnya mereka pun memutuskan untuk pulang saja.

êêê

Esok paginya Alya mendapat telepon. Nomornya sih, nomor rumah Reyno…

“Halo?”

“Ni Alya?” tanya cewek dari seberang.

“Iya…”

“Heh, tanggung jawab lo… Lo udah bikin abang tercinta gue sekarat!”

“Apa?” Alya langsung memutar otak. Kemarin sih, Reyno emang kehujanan. Jangan-jangan Reyno langsung sakit dan bahkan katanya… apa? Sekarat?

“Helloow? Masih ada orang ga sih?” protes Tika.

“Re-Reyno di rumah sakit?” Alya menelan ludah dalam-dalam.

“Nggak, dia di rumah. Kami ga punya biaya buat berobat. Mending lo cepet-cepet dateng ke sini dan tanggung jawab! Lo kan yang buat dia kehujanan kemaren!”

“Gue ga bermaksud……”

“Pokoknya lo cepet ke sini!!” Tika langsung memutuskan komunikasi begitu saja.

Tika tertawa terpingkal-pingkal tanpa suara. Dia sengaja nelepon Alya dari nomor yang tertulis gede di meja belajar abangnya itu. Dia sengaja ngerjain Alya. Tika sih yakin Alya pasti percaya padahal udah jelas ayah mereka kan dokter dan lagian…

Tika mengintip sesaat ke dalam kamar Reyno. Abangnya cuma demam, selebihnya baik-baik aja, ga ada sekarat-sekaratan. Reyno lagi berbaring sambil baca majalah otomotif tuh… Dia keliatan sehat, tidak pucat sama sekali.

Cewek yang masih kelas 3 SMP itu mengikik lagi. Dia ga sabar nunggu Alya, si cewek polos itu, datang ke rumah. Asik nih, bisa ngerjain dua orang sekaligus. Pasti seru!

Alya berlari sambil memeluk ibunya yang sedang asyik nonton TV itu. “Mama!!!”

“Lho? Kenapa, Sayang?”

“Ma… kemaren Reyno kan kehujanan… Trus tadi adiknya nelepon dan bilang kalo dia sekarat dan katanya aku mesti ke sana, tanggung jawab. Gimana dong, Ma?”

Wanita setengah baya itu hanya tersenyum. Beliau sudah banyak memakan asam garam dalam hal begituan. Jadi beliau hanya tersenyum tenang sambil mengelus kening anaknya dengan sayang. “Ya sudah… Mending kamu bawa sesuatu ke sana untuk pacarmu itu…”

“Tapi apa, Ma? Bunga pemakaman?”

“Hus! Ngomong apa kamu? Mending kamu bawa makanan atau buah-buahan…”

“Apa dong, Ma? Kasih ide…”

“Mama punya ide. Gimana kalo kamu buatin dia puding cokelat? Semua orang kan suka puding cokelat…”

êê

Sekitar jam setengah tiga sore, tamu yang ditunggu dengan tak sabar oleh Tika datang juga. Dan sebelumnya, Alya sudah berulang kali menelepon menanyakan jalan menuju rumah itu. Payah…

“Akhirnya datang juga… Lama amat sih!” celoteh Tika saat membukakan pintu untuk Alya.

“Siapa, Ka?” tanya Mamanya dari dalam.

“Pacarnya Reyno, Ma, yang tadi Tika ceritain…”

“Oh ya?” Mama Reyno langsung nongol dan menyambut Alya dengan hangat. Mamanya ini emang penasaran banget dengan cewe yang tadi Tika ceritain. Soalnya tadi Tika cerita kalo pacarnya Reyno polos dan pernah ngemuntahin Reyno.

Alya tegang setengah mati, ngeri kalau disuruh tanggung jawab.

Wanita yang seumuran dengan mamanya itu tersenyum. “Ka, kamu bawa Alya ke atas ya…Mama nyiapin minuman dulu… Tadi sih, Mama liat Reyno tidur…”

“Siap, Ma!” Dengan sopan Tika pun langsung mengajak Alya untuk ke atas. Alya jadi bingung sendiri. Dia kira dia bakal dibentak-bentak ama Tika, habis di telepon galak amat, tapi kok sekarang…?

Ternyata memang benar. Reyno tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Ini pertama kalinya Alya masuk ke kamar Reyno. Segalanya serba otomotif… Poster-poster bahkan corak seprai dan gorden.

“Yahh… dia masih molor…”

Alya tersenyum. Dia lega juga ngeliat ternyata Reyno ga keliatan kayak orang yang mau mati. Mungkin masa kritisnya udah lewat kali ya…

“Ntar kalo dia bangun tolong kasih ini ke dia ya…” Alya meletakkan bingkisan di meja, di samping tempat tidur Reyno.

“Apaan tuh?” tanya Tika.

“Cuma makanan…”

“Trus lo mau pulang?”

“Ngga… Mending gue di bawah… bantuin nyokap lo….”

Tika tersenyum sekilas. Alya pun keluar meninggalkan ruangan itu. Kesempatan emas ni! Tika duduk di sofa kamar abangnya itu sambil mengodok-odok laci abangnya, berharap menemukan aksesoris gaya masa kini. Dia memang sering melakukannya di saat kesempatan begitu nyata di depan mata seperti ini.

Karena suara ribut yang ditimbulkan Tika yang mengodok-odok laci, Reyno terbangun juga. Ia membuka matanya perlahan, “Lo ngapain, Ka? Ngutil lagi ya? Tega lo gue lagi sakit gini lo malah ngutil…

Tika terpaku. Ia menggenggam erat gelang keren yang ia temukan. Tika langsung berusaha mengalihkan pembicaraan. “Ah...! Akhirnya lo bangun juga... Tadi si Alya ke sini...”

“Hah? Masa?” Reyno langsung terduduk di atas tempat tidur. Dia benar-benar langsung sehat!-bahkan kalo disuruh push up oleh Alya, Reyno yakin bisa.

Tika cekikikan ngeliat tampang abangnya itu.

“Trus dia dimana?”

“Di bawah... bareng nyokap... Oh iya, tuh dia bawain makanan buat lo...” Tika menunjuk sebuah bungkusan di atas meja.

Reyno langsung berlari turun.

Tika memutar kedua bola matanya, “Bener kan... langsung sehat...” Tika juga ikut-ikutan lari, mengikuti abangnya, tak lupa menyembunyikan gelang keren di sakunya dengan aman.

Reyno berhenti di anak tangga keempat dari bawah. Ia menatap Alya yang berada di ruang keluarga sedang asyik mengobrol dengan ibunya. Seulas senyum tersungging di bibir Reyno. “Alya....”

Alya menoleh. “Reyno...! Lo udah baikan?”

Reyno tak menjawab apa-apa. Ia hanya tersenyum makin lebar. Ohh, mimpi apa gue tadi… Di depan mata gue, Mama dan Alya keliatan akrab. Pasti lagi ngomongin gue…

“Sini deh! Tante lagi nyeritain hobi lo yang suka ngompol waktu SD...” ujar Alya polos banget.

Reyno tercengang. Ia memandang sesuatu yang sedang dipegang oleh Alya. Album foto!!! Dada Reyno seperti kereta uap yang sedang berjalan. Tidaaaakkk!!! Dengan sengit, Reyno menatap ibunya. Ternyata ibunya lagi enak-enakan tertawa! Plis dong.... anak sendiri dipermaluin.

“Mama hebat!!!” seru Tika yang tadinya berada di belakang Reyno, langsung berlari turun mendekati ibunya. Ia tertawa puas, merasa Mamanya canggih juga.

Apa-apaan mereka?!!!

Mama yang tidak peka dengan perasaan anaknya.... juga adik yang jailnya minta ampun, seneng ngeliat abangnya sendiri gondok.........Keluarga macam apa ini?!

Berusaha stay cool, tapi tetep aja malu bo! Reyno ga bisa cool lagi wong mereka lagi ngomongin dirinya yang suka ngompol waktu SD. Dan sebenernya... Reyno agak sedih dengan kata-kata Alya barusan yang menyatakan kalo hobinya waktu SD adalah ngompol. That’s too much! Tidaaaaakkk!!! Itu bukan hobi!!

“Mama gue cerita apa aja ke lo?” tanya Reyno berusaha cool, duduk di sebelah Alya.

Alya tertawa pelan. Dan de-ngan-so-pan-nya cewek ini menunjukkan foto Reyno saat SD yang sedang menangis dengan celana yang basah karena ompolan.

Wajah Reyno menegang. Ia menatap ibu dan adiknya dengan berang. Apa gue bilang? Tu foto buang aja kek, bakar aja sekalian... Bener kan kata gue.... Akhirnya tu foto jadi aib gue SELAMANYA....

“Ah, itu kan dulu...” Reyno berusaha menutupi dan mengubur aibnya dalam-dalam, walaupun wajahnya udah merah pucat : malu sekaligus down..

Tika tertawa renyah, geli ngeliat abangnya yang keki.

Alya tersenyum. “Tapi lo imut ya, waktu SD...”

“Oh, iya dong.... “ gumam Reyno seneng banget masalah ngompolnya gak diungkit lagi. Alya, lo emang cewek tepat buat gue. Gue yakin sekarang!

Tika hanya menjulurkan lidah tanda jijik. “Imut-imut tukang ngompol...”

Yaaaa... lagi-lagi diungkit.

“Tapi walaupun suka ngompol, Reyno banyak prestasinya lho waktu SD, Al...” bela Mama.

Akhirnya aku dibela juga!! Gini kek dari tadi. Oh, Mama… mungkin memang benar ‘surga’ hanya di bawah telapak kakimu…

“Oh, iya, Tante?”

“Dia menang lomba pidato bahasa inggris.... Reyno juga jago olahraga dan main musik lho....”

Hidung Reyno kembang kempis dipuji gitu di depan Alya. Akh, senangnya.

“Tapi sayang.... waktu difoto dia malah ngompol....” lanjut Mama sambil tertawa lepas, “Ternyata slama pidato dia nahan pipis...”

“Mungkin karena nahan pipisnya itu dia menang...” Tika ikut menimpali.

Alya tertawa polos sambil melirik Reyno yang mukanya udah merah kayak kepiting rebus.

Untunglah tiba-tiba ada suara dering handphone. Yah setidaknya mengalihkan pembicaraan...

“HP siapa tuh?” tanya Tika.

“Oh...” Alya baru tersadar dan langsung mengeluarkan ponsel dari tas mungilnya. Ia langsung menjawab panggilan, “Ya, Ma?”

“Kamu lagi dimana?” tanya Mama Alya dari sebrang.

“Di rumah Reyno, Ma...”

“Kamu cepet pulang ya... Bentar lagi paman dan bibimu datang dari Lembang.”

“Oh, iya, Ma.... Ini juga mau pulang kok...”

Komunikasi pun terputus.

Alya langsung bangkit berdiri dan pamitan pada yang lain. “Tante, Alya pamitan pulang dulu ya...”

“Lho? Kenapa cepat-cepat?” tanya Ibu Reyno.

“Alya keasyikan di sini sampai lupa saudara Alya mau datang ke rumah sebentar lagi...”

“Oo gitu...”

“Gue anter lo deh...” Reyno pun ikut-ikutan berdiri.

“Ah, ngga usah... Lo kan masih sakit...”

“Ga pa-pa kok kalo cuma nyetir mobil doang...”

“Udah ga pa-pa, Rey... Gue pulang sendiri aja. Beneran, ga pa-pa kok....”

Alya dan Reyno, dibuntuti oleh Tika, berjalan keluar rumah.

“Beneran lo ga mau gue anter?” tanya Reyno sekali lagi, “Emang lo tau jalan pulang??”

“Gue ga pa-pa, Reyno.... Tadi aja gue bisa dateng ke sini, masa pulangnya ga bisa....”

Tika mendengus pelan. Iya, tapi bulak balik nelepon ke sini nanya jalan!

“Ya udah kalo gitu.... Hati-hati ya...” ucap Reyno lembut.

Alya berjalan mundur sambil tersenyum lebar, “Daaahhh....” Baru juga dibilang supaya hati-hati, eh, Alya nubruk gerbang karena dia jalan mundur membuat Tika cekikikan.

“Al, lo ga kenapa-napa kan?”

“Gue gak apa-apa kok....” gumam Alya mengelus pinggangnya yang nyeri. “Daahhh...”

Alya pun menghilang di balik gerbang.

Tika tertawa pelan. Bentar lagi juga paling nelepon lagi nanya jalan.

Reyno langsung menatap adiknya dengan sinis. “Lo...! Bagus ya.... Lo ngebuat gue malu!!”

Tika hanya tertawa dan berjalan masuk rumah dengan gontai. “Gue kan cuma kasih tau kenyataan.... Ngapain lo mesti heboh?”

Reyno sudah ingin meremas isi kepala adiknya itu.

“Emang dia ilfeel?” Tika menoleh dengan cengirannya yang khas, “Engga kan?”

Ya, engga sih... Tapi kan tetep aja.......

Reyno hanya memonyongkan mulutnya, menahan jengkel. Ia pun langsung ngacir ke kamarnya. Namun saat melihat sebuah bingkisan yang tersimpan di atas meja kamarnya yang kata Tika dari Alya, perasaan Reyno langsung meler.... Dia melompat mengambil bingkisan itu sambil bertanya-tanya, makanan apa yang ada di dalam sana.

Reyno membawa bingkisan itu turun dan meletakkannya di atas meja makan. Dengan perlahan ia membuka kantung plastik itu.

Ada mangkuk besar bertutup dan di atasnya ada sebuah kartu. Kartu kuning bergambar winnie the pooh. Di kartu itu tertulis-tulisan tangan Alya-yang isinya :

Untuk: Rey

Cepet sembuh yaaaa!!!

Skali lagi gue minta maaf kalo karna gue lo jatuh sakit.

Oia, ni ada makanan buat lo. Gue harap lo suka! Tapi bentuknya agak aneh gitu.... Ga pa-pa ya.... Gue udah ngulang ampe 3 kali coba karena bentuknya yang ancur mulu. Tapi karna ga da waktu lagi, ya udah deh, seadanya... Hehe.

Keep smile.

AL

Reyno tersenyum lebar. Ia tidak akan membuang kartu itu. Disimpan di dompet mungkin? Atau dibingkai ya??

Masih dengan senyum mengembang kayak baru menang lotre, Reyno membuka tutup mangkuk tersebut. Dan di dalamnya ada.... entah bisa dibilang seonggok atau mungkin sebuah....seperti jelly yang basah dan bergoyang-goyang saking jellynya.

Awalnya Reyno bertanya-tanya makanan apakah itu. Namun beberapa saat kemudian dia sadar juga kalau mungkin itu adalah.... puding coklat???

Bentuknya memang agak aneh. Sepertinya Alya gagal mencetak puding itu menjadi bentuk mangkuk yang sempurna. Alhasil yang ada ialah puding yang agak penyot sana-sini dan sejujurnya.... meragukan untuk dimakan.

Tika duduk di hadapan abangnya sambil memandangi puding tersebut. “Apaan tuh? Aneh amat. Dari Alya?”

Reyno mengangguk sekenanya, masih memandangi puding coklat new version itu.

“Kalo gue jadi lo sih, gue ga kan mau makan... Hih, bentuknya aneh gitu... Jangan-jangan ntar gue langsung diare abis makan begituan...”

“Tika! Daripada kamu gangguin Reyno mending kamu bantu Mama nyuci piring........” seru Mama dari dapur yang tadi emang sempet nguping.

“Ogah ah, Ma... Maless...” jawab Tika. Ia memandang Reyno lagi, “Cepet makan...... Gue ga sabar pengen liat lo diare.

Reyno menghela nafas, dia ga ada tenaga buat meladeni adiknya. Dengan berani ia mengambil garpu yang memang sudah sengaja disediakan Alya. Garpunya juga aneh. Gagangnya yang terbuat dari plastik berbentuk Snoopy.

Cowok itu menyendokkan puding itu lalu memasukkannya ke dalam mulut.... dan....

Mata Reyno langsung berbinar. Wajahnya pun langsung ceria gitu...

“Gimana? Ga enak kan?” Tika masih ngotot kalo makanan itu ga enak.

Reyno tak menjawab. Namun dari gelagatnya yang langsung makan lagi, lagi, dan lagi.... kayaknya sih....

Tika mengernyit menatap abangnya yang menikmati puding itu dengan wajah yang sangat bahagia. Dia sih nyangkanya Reyno cuma akting doang. Tika jadi ngehayal jangan-jangan itu cuma taktik supaya Tika ikut makan dan nantinya langsung sakit perut.

Tiba-tiba telepon berdering. Baik Reyno maupun Tika tidak bergeming dari tempatnya. Reyno masih asyik makan puding sambil senyum sendiri sementara Tika masih memandangi abangnya dengan curiga.

“Tika!! Itu telepon bunyi apa kamu ga dengar?” tukas Mama galak dari dapur.

Tika menghela nafas panjang. “Iya, Ma...iya...” Tika pun bangkit berdiri menuju telepon yang berada di ruang tamu sambil sesekali mengawasi Reyno yang siapa tau bakalan muntah atau terbirit ke kamar mandi.

“Halo? Siapa ni?” tukas Tika malas-malasan.

“Ini Tika, ya... Ini Alya...” sapa suara dari seberang.

“Oh elo.... Kenapa? Mau nanya jalan, ya?”

“Hehe... iya.... Dari rumah lo kan belok kanan, lurus terus belok kanan lagi kan?”

Tika garuk-garuk kepala dengan gemas. Seharusnya dari rumahnya kan belok kiri dulu baru belok kanan.... tapi tuh cewek malah....

“Halo, Tika??”

“Ahh, lo ngomong ama Reyno aja ya....” Lantas Tika langsung memanggil abangnya. “Rey, ni Alya, mo ngomong ama lo....”

Cowok itu langsung mendongak dengan semangat dan langsung berlari menyambut gagang telepon yang dipegang Tika.

Tika tersenyum masam melihat abangnya yang semalam manja banget minta dikerokinlah, dipijitinlah, eeh sekarang udah semangat banget, hiperaktif lagi. Dasarrr!!

Tika mengendap-ngendap kembali ke ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ia duduk di hadapan puding coklat buatan Alya yang keadaannya agak menyedihkan itu. Ia memandang puding itu dengan menghina. “Idiihh puding ancur gitu mana selera buat dimakan...” Tapiiii....

Tika tergoda juga untuk mencobanya, apalagi Reyno keliatannya bahagia banget makan tuh puding doang.

Tika menelan ludah dalam-dalam. Wajahnya udah kayak peserta di Fear Factor aja.... Dengan lambat tapi pasti, ia pun menyendokkan puding coklat itu dan memasukkannya ke dalam mulut.... Dan....

Gila! Enak banget!!!!

Tika memelototi puding itu tak percaya. Bentuk sih ancur tapi kok rasanya enak banget ya???

Alhasil, Tika memakannya lagi, lagi, lagi..... dan lagi.....

“Tika!!!!!!!” seru Reyno tak percaya melihat adiknya yang tega makan puding pemberian Alya sampai tinggal setengah mangkuk lagi.

Tika cuma nyengir. Sebenernya dia heran juga kenapa dia bisa tidak sekontrol itu makan puding love-love abangnya. “Sori.... abis enak sih....” Tika langsung kabur, dikejar oleh Reyno. Satu-satunya benteng teraman untuk Tika saat ini ialah berlindung di balik punggung Mama.

“Sini lo.... Jangan sembunyi!” seru Reyno.

“Aduh, aduh, kalian apa-apaan sih??” tukas Mama jadi pusing.

“Itu, Ma, Tika makan puding yang dibawa Alya buat Reyno....” Reyno mengadu.

“Ga pa-pan kan, Ma? Tika kan cuma nyicip doang.... Reyno tuh yang pelit....”

“Udah ah!!” tukas Mama. Ia berpaling menatap Reyno, “Rey, udahlah.... cuma puding doang....”

Reyno cemberut. “Itu kan dari Alya...”

Tika mencibir. Geli.

Reyno pun akhirnya mengalah juga. Ia kembali ke meja makan dan menatap pudingnya yang tinggal separuh. Ia memakannya beberapa sendok lalu memasukkannya ke dalam kulkas dengan hati-hati.

“Kok dimasukkin ke kulkas?” gumam Tika, cerewetnya kambuh lagi, “Gak diabisin?”

“Nggak! Buat besok aja.... Awas kalo lo makan lagi.”

“Yeee!! Ntar kalo basi gimana?”

“Biarin!”

Tika jadi menduga jangan-jangan Reyno akan tetap memakan puding itu sekalipun basi. Kan dari Alya......

“Tadi gue udah nelepon Papa, nyuruh supaya mampir dulu ke toko kue dan beli puding coklat!!” seru Tika mencibir pada abangnya yang pelit.

Malamnya Papa memang pulang sambil membawa puding coklat yang dibeli dari toko tapi tetap saja rasanya lebih enak buatan Alya ^^,

êêê

“Gimana acara nonton lo? Sukses?” tanya Melva yang langsung membanjiri Alya yang baru datang pagi itu dengan sejuta pertanyaan.

Alya menggeleng jujur. “Ngga.... Gue telat dan gue buat dia kehujanan.... Yahh, dia sakit gitu deh jadinya.”

“Apa???!!!!” Melva memelototi sahabatnya dengan tak percaya. Pulpen yang tadi di pegang untuk mengerjakan PR terlempar begitu saja. “Alya, lo tega banget. Itu first date lho...”

Alya tersenyum serba salah. “Yaa... gue kan dah minta maaf ke dia.......”

Melva masih geleng-geleng, prihatin juga dengan nasib Reyno.

Sementara itu di kelas IPA 6, temen-temen deket Reyno lagi ngakak, ngetawain kekonyolan kisah Reyno Sabtu Minggu.

“Hahahaha!!! Bener kan kata gue?” seru Andra sambil memukul-mukul meja. Andra pernah bilang pada temen segank yang lain kalau acara nonton itu bakalan gagal maning.

“Apes banget lo, bro!!” comment Defta nyengir.

“Ngga juga...” sahut Reyno, “Minggu dia datang ngejenguk ke rumah.... Dia bawa puding coklat yang enaaakkkk banget!! Ga nyesel gue sakit demam.”

“Wah? Dia bisa masak juga?”

“Lo ga kan percaya! Bentuk pudingnya tuh emang ancur banget tapi rasanya itu lho.... meleleh ampe ke hati.....”

Yang lain langsung tertawa terbahak-bahak. Reyno langsung dilempari dengan berbagai alat tulis karena yang lain ga tahan dengan mukanya yang telenovela abis.

êê

Saat istirahat, Reyno dan kawan-kawannya berpapasan dengan Alya yang sepertinya baru dari perpus gitu bawa tumpukan buku, entah buat apa.

“Eh, tu cewek lo....” gumam Erik saat melihat Alya yang beberapa meter tak jauh dari tempat mereka berada.

“ALYA!!!” Bukannya sang pacar yang menyapa malah Andra yang teriak sok akrab.

Alya menoleh dari balik tumpukan buku yang ia bawa. Dia menarik salah satu lengannya untuk melambai. Baru mau bilang, “Hai…” buku-buku itu gedubrak jatoh dengan sukses.

Andra, Erik, dan Defta cekikikan. Mereka langsung membekap mulut ngeliat tampang sangar Reyno yang marah karena pacarnya yang tersayang diketawain.

“Alya, lo ga apa-apa?” Reyno berlari menghampiri Alya dan berusaha membantunya.

“Gue ga apa-apa kok…”

“Lo mo kemana?” tanya Reyno.

“Ng… gue mo ke kelas bawa buku-buku ini…”

“Oke, gue bantu ya…”

Alya hanya mengangguk.

Teman-teman Reyno yang melihat mereka hanya bisa berusit-suitan ceria.

“Rey, kami duluan ya…” gumam Defta mengedip penuh arti.

Akhirnya setelah selesai membantu Alya membawa buku-buku itu, Reyno mengajak Alya makan di kantin apalagi Alya bilang kalo dia emang belum sarapan. Ck ck.

Saat di kantin, tentu saja Reyno enggan kalo mesti semeja dengan teman-temannya yang kampring itu. Reyno tak sudi menerima ajakan teman-temannya yang minta supaya makan bareng aja. Cih… Dia sengaja memilih meja yang paling jauh dengan meja teman-temannya, supaya ga bikin heboh.

Tapi… kehebohan tetap saja kehebohan…

“Al, thanks ya buat pudingnya…” gumam Reyno dengan senyum mautnya, “Enak banget…”

Alya balas dengan senyum. “Harusnya gue yang minta maaf. Kan karna siapa coba lo jadi sakit gitu?”

Reyno hanya nyengir. “Ng, Al… Gue pacar yang ke berapa?”

“Hah?” Alya bengong polos.

“Mm,, ng ya maksud gue… Ng, gue pacar lo yang ke berapa?”

Alya yang tadinya sedang menuangkan saus ke mie basonya sontak terkejut. Saus yang sedang ia tuangkan pun malah berceceran ke meja. Parah.

Alya langsung membersihkan meja dengan tisu. Ia menatap malu pada Reyno sesekali. Reyno juga jadi hanya garuk-garuk kepala.

“Ng… kalo ga mau dijawab juga ga apa-apa kok…” Reyno tersenyum pada basonya. Sebenernya Reyno penasaran banget lantaran Alya gampang banget nerima dia sebagai cowoknya waktu nembak di UKS, mending kalo di restoran romantis. Makanya Reyno curiga, jangan-jangan Alya nerima semua cowok jadi pacarnya lagi? Yaa… sapa tau kan semenjak SD, Alya begitu polosnya nerima siapapun yang nembak dia?

“Ng… Lo pacar pertama gue, Rey…” kata Alya pelan sambil menunduk.

“Ha?” Reyno mendongak terkejut. Sriusan?

Alya tersenyum lagi. “Sebenernya sejak dulu gue selalu diajarin Mama buat ga pacaran…”

Reyno melongo. Berarti aku ga dapet restu, gitu?

“Kata Mama pacaran tuh hanya boleh satu kali, untuk akhirnya membangun sebuah keluarga. Kalo gonta ganti pasangan takutnya kalo udah nikah juga gitu, karna kebiasaan…”

Mulut Reyno menganga parah bahkan sepertinya mangkuk baso pun bisa dia telan.

Alya tersenyum simpul lalu memakan kembali basonya.

Reyno tak percaya dengan yang ia dengar barusan! Pacaran hanya boleh satu kali supaya pada akhirnya berkeluarga… Mm… berarti… dia serius dong?? Muka Reyno langsung merah bata.

Reyno tak tahan, dia makin penasaran. Lantas dia pun berani bertanya dengan bibir yang kering saking deg-degannya. “Ng… Jadi… Lo nerima gue jadi pacar lo… biar……?”

Alya mengernyit sesaat namun beberapa detik kemudian ia tau maksud pertanyaan Reyno. Reflek, Alya menggeleng-geleng keras karna malu. “Bu-bukan…… Eh, maksud gue…”

Saking grogi dan cerobohnya, Alya sampai menyenggol gelas yang ada di atas meja hingga gelas itu jatuh dan pecah, ingin menambah kemeriahan suasana rupanya.

Semua anak kantin menoleh serempak. Parahnya, temen-temen Reyno malah ngakak, ngetawain Reyno dan pacarnya yang slalu bikin kemeriahan di kantin.

“A-ah!! Gu-gue ga sengaja…” pekik Alya sambil membekap mulutnya. Wajahnya saja sudah pucat.

Reyno juga malu setengah mati. Dia langsung turun tangan dan membereskan pecahan gelas.

“Rey, maafin gue…” gumam Alya setengah menangis, ikut membantu Reyno membersihkan beling.

Reyno hanya menggeleng garing. Ni cewek… kenapa sih selalu nangis??

êêê

Hari ini adalah hari ulangtahun Reyno yang ketujuh belas. Alya sudah menyiapkan kado yang spesial untuk cowok itu. Sepulang sekolah rencananya sih Alya akan memberikannya.

Saat istirahat Alya sengaja memamerkan kadonya itu pada Melva. Alya juga menunjukkan bungkusan yang isinya puding coklat yang sudah ia buat.

“Bagus kan?” tanya Alya bangga.

Melva nyengir garing melihat kado yang dibungkus Alya dengan gambar winnie the pooh itu. Melva tauuu betul kalo sobatnya ini suka dengan winnie the pooh… ya tapi jangan sampe kado buat cowok bungkus kadonya winnie the pooh juga lah… Ini kan bukan ulangtahun anak SD!

“Napa lo bungkus pake winnie the pooh?”

“Lho emang aneh ya? Lucu lagi… Lo liat deh coraknya…” Alya tersenyum ceria sambil menunjuk gambar winnie the pooh yang chubby menggemaskan, “Gue aja mau kalo dikasih kado bungkus kadonya kayak gini, tapi sayang ulangtahun gue masih lama…”

Cengiran Melva makin garing. Dia ga tau ada masalah apa pada otak Alya. “Itu winnie the pooh, Alyaaa…” sindir Melva.

“Lho kenapa? Semua orang suka winnie the pooh kan?”

“Ya tapi kan lo mo kasih ke Reyno. Cowok lho, Al. Cowok bukan cewek atau bocah. Napa lo ga pake bungkus kado bergambar bunga aja sekalian??”

Alya mengernyit. “Reyno kan cowok, Mel… masa bungkus kadonya bunga?”

“Nah itu lo tau!” tukas Melva makin gemes dengan keleletan sobatnya. “Winnie the pooh tuh sama aja dengan bunga… masih ada unsur cewek. Reyno mana mau dikasih begituan…”

Alya langsung terdiam, menatap kadonya dengan nanar. Oh gitu ya… “Gue ga tau, Mel… Gue kok baru nyadar ya??”

Melva geleng-geleng.

“Huwaaa…” Tiba-tiba aja Alya langsung teriak, kecewa pada diri sendiri membuat beberapa teman sekelas menoleh kaget pada Alya. “Gimana dong…???”

“Lo tenang-tenang…” Melva langsung menenangkan Alya yang mulai mau nangis lagi itu. “Jangan kalap dulu.”

“Tapi kan bungkus kadonya, Mel…”

“Ya mau gimana lagi, Al? Masa mau lo bongkar lagi kadonya? Kan udah lo bungkus cantik dan rapi gitu…”

Alya menunduk lesu, setengah terisak.

Melva sendiri ga nyangka kalo reaksi Alya bakal seheboh ini. Perasaan Alya ma Reyno belum terlalu deket gimana deh… Setau Melva Alya ini pelupa dan cuek banget. Heran deh, napa ulangtahun Reyno bisa dia ingat dan lagian… tau dari mana? Melva sih hanya berharap yang terbaik untuk Alya. Dia bukannya mau ngedoain yang engga-engga… tapi dia tau betul sifat sobatnya ini. Pelupa, cengeng, tulalit, telmi dan terus-terusan menyalahkan diri sendiri. Melva hanya bisa berdoa supaya hubungan Alya dan Reyno ini bukan main-main belaka seperti remaja kebanyakan. Yah apa kek… semoga Alya tambah dewasa dan kekurangannya makin berkurang signifikan.

êê

Saat bel pulang sekolah, Alya pergi menuju kelas Reyno mau memberikan kado sekalian juga pulang bareng. Alya agak takut juga saat menyerahkan kado, semoga saja cowok itu ga marah atau tersinggung dengan bungkus kado winnie the pooh.

Alya mengangkat kedua alisnya saat melihat kelas IPA 6, kelas Reyno, yang pintunya masih tertutup, menandakan murid-muridnya belum keluar.

Kok belum pada keluar? Ada ulangan ya??

Alya berjalan pelan-pelan dan mengintip dari balik jendela. Matanya langsung membesar saat melihat ternyata anak IPA 6 sedang merayakan ulangtahun Reyno di kelas.

Reyno yang berulangtahun sedang ditarik-tarik Andra untuk maju ke depan kelas sementara anak-anak lain bertepuk tangan dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Di depan kelas juga sudah terhidang blackforest dengan sebatang lilin berbentuk angka tujuh belas yang menyala.

Alya tak menyangka.. kalau Reyno cukup adorable juga di kelas sampai ulangtahunnya dirayakan begini.

Reyno nyengir lebar, puas. Setelah perlakuan negatif dan sinis teman-teman sekelas sejak tadi pagi, ternyata inilah maksudnya. Reyno sangat terharu.

“Buat gue nih?” tanya Reyno terkekeh sambil menunjuk kue.

“Ya iyalah masa ya iya dong??” Andra mengekeh juga. “Cepet tiup lilinnya dan buat permintaan…”

Reyno tersenyum penuh arti. Rasanya kurang pantas kalau dia langsung meniup lilin tanpa mengucapkan sepatah dua patah kata terima kasih pada teman-teman sekelas. “Gue bener-bener ga nyangka… Sejak pagi gue dijutekin, ga diwaro, disinisin Andra…” Reyno nyengir, “Bahkan tadi ada lho yang ngejitak kepala gue dari belakang tapi ga ada yang ngaku…”

Beberapa anak IPA 6 tertawa.

“Itu gue…” sahut Erik dari bangkunya sambil tos dengan Defta.

Reyno melempar pandangan mautnya pada Erik. Seriusan, tadi tuh kepalanya sakit banget pas dijitak. Ternyata Eriklah yang melakukannya. Kesempatan tuh anak… Oke, tapi lantaran suasana hatinya lagi baik (lagi ulangtahun gitu lho), lantas Reyno hanya tertawa saja.

“Kalian udah nyiapin kue ini gue sangat berterima kasih…” Mata Reyno berbinar saat melirik beberapa kado di sebelah kue, “Juga kado-kadonya… gue terharu… Ternyata gue cukup populer juga sampai banyak yang ngasih kado. Makasih-makasih, gue tau gue baik tapi gue ga sombong kok…”

Andra menguap keras-keras. “Jijay amat. Udahlah ga usah pake kata sambutan. Cepet, tiup lilinnya…”

Reyno nyengir. Sebelum meniup lilin dia memejamkan mata, berdoa supaya di umurnya yang sudah matang ini dia semakin dewasa dan membahagiakan banyak orang. Reyno tersenyum lalu meniup lilin itu disertai dengan sorak sorai penonton.

“Potong kuenya! Potong kuenya!!” seru Defta sambil bertepuk tangan norak.

“First cake! First cake!” seru Erik, “Buat siapa tuh…”

Dibantu Andra, Reyno memotong blackforest itu. Sebenarnya kalau ada orangtuanya, Reyno pasti akan memberikan first cake pada mareka. Tapi ga mungkin kan dipanggil dulu?? Atau adiknya, Tika, menyebalkan namun yang memeriahkan suasana hatinya saat BT di rumah. Atau… Alya…

Andra menyenggol Reyno. “Sorry, bro, ini acara intern…”

Reyno nyengir. “First cake gue spesial untuuuukk……”

Alya memandang Reyno. Dia berharap bisa ikut ambil bagian dalam acara itu, membuat Reyno tak henti-hentinya tertawa. Seandainya Alya bagian dari IPA 6…

“ANDRA!!!” seru Reyno dan memberikannya pada Andra, sobat sejatinya yang paling jahil jumahil itu.

Andra terkekeh. Dia langsung memeluk bahu Reyno brotherly. Pura-pura terharu sambil mengusap pipinya yang sama sekali tidak basah. “Thanks, bro… Gue terharu…”

Reyno mengangguk-angguk. “Dimakan ya…”

Beberapa detik kemudian, Andra menunjukkan cengiran jahilnya pada yang lain. “Cukup basa basinya! Saatnya peraaannggg!!!” Sekonyong-konyong Andra langsung mencolek blackforest dan mencolekkan ke muka Reyno yang masih bengong ga ngerti ada kejadian apa.

Komplotan jahil lainnya yakni Erik dan Defta juga langsung menerjang, menghantam wajah dan rambut Reyno dengan krim dan tepung yang TERNYATA sudah mereka siapkan sebelumnya. Anak-anak IPA 6 lainnya juga langsung ikut-ikutan. Ada yang menampar, ada juga yang kesempatan mencicipi blackforest.

Alya terbelalak. Suasana yang tadinya kusyu langsung kacau dan brutal begini…

“Kaliaaaannn!!!” Reyno menyeruak dari banyak tangan yang menyerangnya. Pipinya sudah panas kena tamparan dan kena krim. Dengan gesit dia merebut krim, tepung dan kue. Ia langsung menyerang balik teman-temannya dengan lincah membuat para korbannya berteriak-teriak dan kabur keluar kelas.

“Jangan lari kalian semua!!” seru Reyno yang mendadak berubah jahil dan tidak berusaha cool seperti biasa. Yah mau gimana lagi mukanya sudah blepotan kayak joker di film Batman, dia mana bisa cool lagi kan.

Anak-anak IPA 6 berlarian keluar kelas sambil menjerit sekaligus tertawa-tawa karena yang berulangtahun balik nyerang. Kini lapangan basket mulai gempar dan heboh dengan aksi kejar-kejaran itu.

Reyno memicingkan matanya pada Andra yang masih bersih, belum kena noda sama sekali. Target berikutnya… lo!

Alya melotot melihat kehebohan dan kekacauan itu. Semua anak IPA 6 tertawa-tawa melihat Reyno mengoleskan krim ke wajah Andra. Mereka berdua malah sudah saling melempar krim. Kadang nyasar dan mengenai anak IPA 6 lain, yang akhirnya membuat semuanya ikut-ikutan saling melempari krim, tak hanya ke Reyno saja.

Reyno tertawa-tawa sampai terduduk di tanah, memegangi perutnya yang kram karena tak tahan dengan kegelian yang ada. Dia menunjuk-nunjuk muka Andra yang berwarna coklat kehitaman.

Andra juga ikut tertawa sampai menangis di lantai.

Kehebohan ulangtahun Reyno akhirnya diakhiri dengan tawa menggema anak IPA 6.

Alya memandang Reyno yang terus tertawa itu. Dia menunduk memandang kadonya yang berbungkus winnie the pooh. Apa bisa ya kadonya ini membuat Reyno tertawa lebar begitu. Alya mulai berpikir macam-macam. Selama ini dia merasa dia membuat Reyno stres, sial dan menderita saat bersamanya. Tidak beruntung sama sekali.

Alya langsung berbalik pergi dari sana, memilih untuk menunggu Reyno di tempat parkir.

Setelah sejam membersihkan diri dan masih terus tertawa, akhirnya Reyno bisa pulang juga. Dia berjalan menuju tempat parkir sambil menenteng bungkusan besar berisi kado-kado dari teman-temannya. Ia bersiul-siul ceria. Tadi dia sudah mengirim SMS pada Alya untuk menunggunya di tempat parkir.

“Hei…” sapa Reyno saat melihat Alya di dekat mobilnya. “Maaf ya nunggu lama…”

Alya menggeleng.

Reyno terdiam sesaat. Apa dia tau ya kalo hari ini aku ulangtahun?? Tapi Reyno mencelos sendiri saat ingat kalo Alya temasuk pelupa. Tapi mungkin tak ada salahnya bertanya. “Al… lo tau ga sekarang hari apa?”

Alya yang dari tadi menunduk langsung mendongak. “Selasa…”

Reyno tersenyum tipis. Jawaban yang sama sekali tidak memuaskan. Ya udah deh kalo dia emang ga tau… ga usah dipaksa juga kali. “Ya udah, kita masuk aja ke mobil yuk…”

“Eh, eh…” Alya menahan Reyno dengan kata-katanya. Alya mengeluarkan kado dari dalam tas dan ia berikan pada Reyno yang melotot tak percaya. “I-ini… Kado…”

Mulut Reyno masih menganga saat ia memegang kado itu. Dia benar-benar tak percaya!! Ternyata Alya ingat!!! Yeah walaupun bungkus kadonya kayak anak kecil dan kecewekan…

”Waaahhh… Makasih…” Reyno tersenyum lebar, senang bukan kepalang.

“Oh ya ada satu lagi…” Dengan hati-hati Alya mengeluarkan bungkusan lain dari tasnya yang berisi puding coklat. “Nih…”

“Itu apa lagi?” tanya Reyno makin lebar senyumnya.

“Puding coklat…”

“Waaa…” Reyno langsung menerimanya. Dia duduk di tanah (tak peduli itu kotor sekalipun). Alya juga ikut-ikutan duduk di sebelah Reyno. “Kadonya boleh gue buka ga??”

“Ja-jangan…” cegah Alya, takut kalau nanti melihat ekspresi Reyno yang kecewa. “Di rumah aja…”

“Lho kenapa?”

“Malu…”

Reyno terkekeh. Bisa malu juga tuh cewek. “Kalo pudingnya boleh dimakan sekarang ga?”

Alya mengangguk lambat. “Tapi kenapa ga di rumah aja?”

Reyno angkat bahu lalu membuka tutup mangkok. Reyno mana mau kalau Tika akan mencuri pudingnya lagi!

Reyno langsung melahap puding itu. Seperti biasa walau bentuknya ga karuan tapi rasanya enak banget!! Dalam sekejap Reyno menghabiskan puding itu di depan Alya.

“Makasih… Enak banget!!”

Alya tersenyum.

Sambil melap mulut, Reyno mengambil kartu ucapan yang tertempel di belakang kadonya. Lagi-lagi kartunya bergambar winnie the pooh. Di sana tertulis dengan tinta PINK :

Slamat ulangtahun, Rey… ^^

Semoga tambah baik, tambah patuh orangtua, tambah pinter dan selalu beruntung…

Keep smile ya.

Sukses selalu. Cheers!

Alya

Reyno tersenyum penuh haru saat membacanya. Baginya kata-kata sederhana ini sangat menyentuh. Dia perhatian juga…

“Gue harap lo selalu beruntung, Rey…” ucap Alya, “Ga sial mulu kalo sama gue…”

“Tuh kan… kok ngomongnya gitu lagi?” protes Reyno.

“Tapi bener kan?”

“Lo ga boleh ngomong gitu, Al…” Reyno menatap jalanan. Dia kadang kesal kalau ada yang bilang dia selalu sial saat bersama Alya. Dan bahkan Alya juga mengakuinya. Bagaimana mungkin? Reyno tidak mau kalau semua itu adalah fakta. Dia merasa nyaman dan seneng aja tuh saat bersama Alya… yeah walau memang banyak ketiban sial…

Alya menunduk, merasa bersalah. “Gue kan cuma berdoa dan berharap, Rey… Ga boleh ya?”

Reyno menoleh, memandang Alya yang menunduk. Bener-bener tuh cewek polos abis. Tapi Reyno tersenyum juga. Dia mengelus sekali kepala Alya lalu bangkit berdiri. “Pulang yuk…”

Untuk beberapa detik Alya tak bergeming, masih terkejut dengan sikap Reyno barusan. Namun Alya langsung bangkit berdiri juga, tidak mau terlalu dramatis.

Mereka berdua sama-sama masuk ke dalam mobil.

“Laper ga? Kita makan dulu ya…” ujar Reyno sambil menyalakan mobil.

“Bukannya tadi udah makan puding?”

Reyno tertawa pelan. “Belum kenyang lagi. Lagian… hari ini adalah hari yang sangat bersejarah dan unforgetable birthdayHarus dirayain…” Reyno tersenyum saat melirik Alya.

Saat di rumah, Reyno membuka kado dari Alya. Isinya adalah sebuah dompet classy dan sebuah gantungan kunci berbentuk miniatur mobil.

Reyno tersenyum. Dia senang sekali dengan kedua hadiah itu. Dia langsung memasangkan gantungan kunci itu ke kunci mobilnya. Sedangkan dompet itu dia simpan baik-baik di laci. Mungkin saat waktunya tepat nanti dia akan pakai dompet itu.

êêê

Pagi itu Alya masuk ke kelasnya dengan ceria seperti biasa sambil menyapa teman-teman sekelasnya dengan semangat.

“Al, lo bawa topi ga? Pagi ini kan upacara, merayakan Hari Sumpah Pemuda.” Celetuk Ihsan.

“Haahh??” Alya melongo. Ia baru inget kalau ternyata hari ini ada upacara, padahal kemarin sudah diumumkan lewat mikrofon sekolah kalau hari ini siswa siswi wajib memakai seragam lengkap upacara.

“Lo ga bawa topi, Al?” tanya Melva saat Alya sudah duduk di bangkunya. Melva sih sudah biasa dengan kecerobohan atau amnesia sesaat temannya ini. Makanya dia ga terlalu surprised.

Alya mengangguk lemah. “Gimana dong, Mel? Pasti gue kena hukuman... Hwaaa...”

Melva juga bingung sendiri. Ia yang biasanya menjadi reminder Alya akan tugas-tugas sekolah juga lupa untuk memberitau sobatnya ini semalam untuk membawa topi.

Bel berbunyi tanda bahwa upacara akan segera dimulai. Para Guru BP berjalan keliling kelas demi kelas menyuruh murid-murid untuk segera ke lapangan upacara.

“Ya udahlah, Al... mau gimana lagi...” gumam Melva sambil menepuk bahu Alya, “Yuk ke lapangan... semoga aja ga ada pemeriksaan.”

Alya mengangguk, mengharapkan yang dikatakan Melva benar-benar terjadi. Mereka berdua pun berjalan bersama-sama menuju lapangan upacara. Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan Reyno dan teman-teman sekelasnya yang rombongan (dengan kompaknya) menuju lapangan upacara.

“Haii...” sapa Reyno pada Alya.

“Hai...” balas Alya berusaha tersenyum karna hatinya masih dilanda kecemasan.

“Ciyee ciyee...” goda Erik sambil mendorong-dorong badan Reyno, “Slalu aja nyuri waktu buat ngedeketin doi.”

“Apa sih...” Reyno malah balik mendorong-dorong badan Erik untuk menutupi rasa groginya. Alhasil Reyno, Erik, Andra dan Defta malah saling dorong-dorongan membuat lorong yang memang sudah sesak dengan banyaknya murid yang akan menuju lapangan makin kacau lagi.

Alya hanya tertawa kecil. Matanya tak sengaja melihat ke arah teman-teman cewek sekelas Reyno yang dari tadi memperhatikannya. Alya sudah akan tersenyum namun 3 cewek itu malah membuang muka dengan judes. Alya heran sendiri, ada apa ya?

Ia melirik Melva yang sibuk SMS-an. Inginnya sih Alya langsung menceritakan yang ia lihat pada sobatnya. Tapi kalau dipikir-pikir, rasanya terlalu negative thinking juga...

Alya melihat lagi 3 cewek itu berjalan di depannya sambil bisik-bisik. Sesekali melirik Alya dengan mata berkilat tajam.

Kenapa ya?? Alya bertanya-tanya sendiri dalam hati. Alya jadi berpikir apa jangan-jangan 3 cewek itu tidak suka kalau Reyno pacaran dengannya? Yah mungkin saja cemburu atau apa karna Reyno memang cukup populer di sekolahan (karna sikapnya yang ramah pada siapa saja). Alya jadi sedikit terintimidasi dipandangi begitu.

“Udah ah... jangan dorong-dorongan terus...” tukas Reyno menyudahi ‘acara dorong-dorongan’ ga penting itu. Ia mendekati Alya membuat 3 temannya makin bersuit-suitan. “Al, hari ini lo ada ulangan?”

Alya menggeleng. “Engga. Lo?”

“Hehehe... gue ada ulangan Matematika...”

“Ohh...” Hanya itu jawaban Alya.

Reyno agak kecewa juga. Sebenarnya maksud basa basinya ialah untuk mencari perhatian Alya, yah... minta sedikit semangat gitu...

“Si Reyno minta disemangatin, Al...” celetuk Andra terkekeh-kekeh.

“Hihihi... dasar manja.” Defta ikut berkomentar membuat telinga Reyno makin panas.

Alya tersenyum, baru ngeuh sebenarnya. “Kalo gitu semangat ya, Rey... Ayo... semangat...” ucapnya dengan bernada. Alya tersenyum lebar membuat hati Reyno berbunga-bunga ga karuan. Alya mengangkat dua tangannya memberikan semangat pada Reyno, “Ulangannya semoga bagus...”

Reyno terkekeh. Mukanya sudah merah. Ia gemas sekali melihat Alya yang polos dan apa adanya. Dia memang tidak pernah menyesal sudah mengenal Alya. “Makasih yaa..”

Melva sudah menahan tawa. Dia yang walaupun dari tadi keliatan autis karna sibuk SMS-an, ternyata menguping baik-baik semua pembicaraan itu. Melva merasa kalau dua orang itu memang tidak sedang main-main dalam pacaran.

Mereka semua pun sampai di lapangan upacara. Reyno yang sudah akan berpisah dengan Alya karna pisah barisan, memandangi Alya yang sepertinya tidak membawa topi. “Al, topi lo mana?”

“Haahh?? Ng, ng... gue ga bawa topi, Rey...” Alya agak malu juga, “Gue lupa...”

Reyno terdiam sesaat. Ia melirik sekilas ke tengah lapangan, beberapa guru BP sudah berkeliling ‘mencari mangsa’ yang tidak memakai atribut dengan lengkap. “Kayaknya bakal ada pemeriksaan...” Tanpa banyak berpikir lagi Reyno langsung melepas topi yang ia pakai dan lantas ia kenakan di kepala Alya. “Nih lo yang pake ini...”

Melva langsung menoleh kaget. Andra, Erik dan Defta juga sampai menatap tidak berkedip.

“Eh... nggak usah, Rey...” gumam Alya berusaha melepaskan topi yang dipakaikan Reyno.

“Gak apa-apa...” sahut Rey sambil tersenyum, “Lo aja yang pake... Gue kan cowok, udah biasa kalo dijemur di lapangan... tapi lo kan cewek, Al...”

Erik bersiul nyaring, kagum juga dengan sifat pengorbanan Reyno yang sungguh gantle ini.

Reyno menepuk kepala Alya sekali lagi dengan senyum manisnya. “Lain kali jangan lupa lagi ya...” Reyno pun langsung pergi begitu saja, diikuti 3 temannya yang bersuit-suitan.

Melva juga ber’waw’ ria. “Beruntung lo, Al... lo ga akan kena hukuman hari ini... Pacar lo itu keren juga...”

Alya masih memandang kepergian Reyno. Hatinya sedikit merasa bersalah (lagi). Namun dalam hati ia berterimakasih pada kebaikan Reyno ini.

***

Sore ini sekitar jam 5, Reyno sudah standby di rumah Alya. Dai tadi pagi Reyno memang sudah bulak balik SMS Alya untuk mengingatkan cewek itu akan kencannya hari ini pergi ke bioskop. Reyno datang selain untuk menjemput, juga untuk minta ijin pada Ibu Alya.

“Kalian pulang jam berapa?” tanya Mama Alya ramah. Beliau memang sudah mendengar cerita anaknya tentang Reyno.

“Nyampe sini sebelum jam 9, Tante...” Reyno tersenyum, agak deg-degan sebenarnya.

Tiba-tiba saja Alya turun dengan suara gedebak gedebuk keras. Ia mendekati Reyno dengan penuh permintaan maaf. “Maaf ya, Rey... gue lama ya?”

“Eng-engga...” Mendadak Reyno langsung terbata-bata. Cewek di depannya ini sudah terlihat sangat cantik dan manis dengan balutan dress pink polkadot putih. Reyno tersenyum memandang Alya. “Al... lo cantik banget...”

Alya reflek menutup wajahnya karna malu. “Gue berlebihan ya, Rey...?”

“Engga kok, Al...” Reyno tersenyum lembut.

Mama Alya yang dari tadi masih ada di sana akhirnya berdehem saja pada dua anak yang malah saling memandang itu. “Ayo cepat kalian pergi, nanti filmnya keburu dimulai lho...”

Reyno mengangguk malu, tersadar kalau dari tadi dipandangi Mama Alya. “Kalo gitu, kami berangkat dulu ya, Tante...”

“Hati-hati ya... jangan kemaleman lho...” gumam Mama sambil disalam oleh Reyno dan Alya.

Reyno senang sekali karna akhirnya dia bisa jalan juga dengan Alya (setelah kencan mereka yang dulu gatot alias gagal total karna Alya yang lupa dengan janjian mereka itu). Reyno memang sengaja menjemput Alya supaya cewek itu ga telat atau terkena amnesia mendadak lagi.

Ah senangnya... Hari ini pasti semuanya berjalan lancar. Cihuuuy...

Sesuai dengan rencananya, Reyno mengajak Alya untuk nonton. Setengah jam lagi film akan diputar, Reyno mengajak Alya untuk membeli cemilan saat mereka nonton nanti.

“Mau cemilan apa, Al?” tanya Reyno manis.

Alya tersenyum, “Ga ada puding coklat ya?”

Reyno malah tertawa lebar. Rasanya suasana hari ini sungguh menunjang dan sangat positif sekali. “Gue juga emang suka puding coklat tapi hanya puding coklat buatan Alya aja.”

Alya terkekeh malu. “Nanti Alya buatin lagi ya.”

Reyno mengangguk. “Yawdah, cemilan buat nonton filmnya popcorn mau ga?”

Alya mengangguk dan mereka berdua langsung menuju stand yang menjual pop corn. Kalau Reyno memesan pop corn keju, Alya memesan pop corn ekstra pedas.

“Gue baru tau lho kalo lo ternyata suka yang pedes-pedes...”

Alya tersenyum gugup. Dia sih emang ga biasa makan pedas, namun alasan dia membeli pop corn pedas sebagai jaga-jaga kalau-kalau film yang mereka tonton akan menyeramkan. Sebetulnya mereka hanya akan nonton film Harry Potter saja, tapi entah kenapa untuk ukuran film begituan Alya kadang ketakutan. Memang aneh cewek ini. Dia tidak terlalu suka dengan film magis, hanya saja ia tak enak kalau mengatakannya pada Reyno karna cowok itu kelihatan sangat bersemangat dan terus membicarakan Harry Potter.

Film pun dimulai dan mereka menonton di tempat yang cukup strategis. Lumayan. Reyno makin berpikir kencannya hari ini akan sukses tanpa ada kekacauan sedikit pun!

Haha, akhirnya aku merasakan kencan yang sesungguhnya! Lihat kami, Erik!

Setiap penonton yang duduk dalam ruang bioskop itu mulai menikmati film Harry Potter dari menit ke menit. Efek sound dan gambar yang lebih bagus dari sebelumnya membuat tiap penonton tidak bisa mengalihkan matanya dari layar. Namun berbeda halnya dengan Alya. Cewek itu malah menahan ketakutan saat menonton tiap adegan yang ia anggap menyeramkan padahal biasa saja.

“Ahh!!!”

Alya malah teriak ketakutan sendiri saat melihat wajah salah satu tokoh Harry Potter yang ia anggap menyeramkan padahal biasa saja itu.

Kontanlah penonton yang mendengar teriakan Alya itu merasa terganggu dan bergumam protes. Bagi mereka sama sekali tak ada alasan bagi salah penonton untuk berteriak kenceng kayak lihat vampire itu.

“Al, lo kenapa?” tanya Reyno cemas. Ia tidak bisa melihat wajah Alya dengan jelas karna lampu dimatikan.

Alya menggeleng-geleng. Alyaaaa...! Jangan rusak suasana! Tahan diri. “Eng-engga, Rey... Tadi kayaknya gue liat kecoak.”

“Kecoa?” Reyno tercengang mendengarnya. Sekarang ia benar-benar tak percaya kalau di gedung bioskop yang terbilang elite ini ada kecoak yang terbang.

“A-ah.. tapi kayaknya gue salah liat deh... Hehe, iya, salah lihat...”

Karna keberisikan Reyno dan Alya akhirnya salah satu penonton yang duduk di belakang mereka langsung protes keras dan menyindir. “Heh! Berisik banget sih! Mau nonton atau ngobrol?”

Karna teguran itu Alya dan Reyno langsung terdiam dan sama-sama kembali menonton ke layar.

Masih cemas, akhirnya Reyno mengetikkan kalimat di ponselnya lalu menunjukkannya pada Alya untuk cewek itu baca. Isinya :

Lo ga apa-apa kan, Al?

Alya hanya tersenyum sambil menggeleng pada Reyno. Ia mengembalikan ponsel Reyno lalu kembali asik menonton seolah film itu sangat menarik baginya, padahal Alya sedang menahan diri untuk setiap ketakutan-ketakutan yang ada dalam dirinya.

Tiap kali tokoh film Harry Potter yang bagi Alya wajahnya seram, Alya pasti akan memejamkan mata rapat-rapat untuk sesaat sambil menggigit bibir untuk tidak berteriak ketakutan.

Namun rasanya semua itu sia-sia saja karna slalu saja ia melihat ada banyak wajah seram dalam film itu, maka Alya pun memutuskan untuk makan pop corn saja, mengalihkan matanya pada hal yang lain.

Alya menunduk sambil asik makan pop corn sementara Reyno menonton serius, tidak tau kalau pacarnya tidak ikut menonton. Alya terus memakan pop corn yang cukup pedas itu sampai akhirnya bumbu cabai pada pop corn masuk ke dalam matanya. Alya merasa matanya perih seperti terbakar. Dia langsung berteriak kesakitan.

“Akhh.. Akhhh...”

Reyno menoleh kaget. Dia tidak bisa melihat apa-apa, hanya bisa mendengar teriakan aduhan Alya. “Al, lo kenapa?”

“Akhhh... mata gue, Rey... Akhh...” Alya mengucek-ngucek matanya namun matanya malah makin terasa terbakar karna ternyata tangannya tertempel banyak bumbu cabai. “Akhhh!!”

“Al?” Reyno memegang lengan Alya, “Lo kenapa?”

“Woi berisik banget sih! Ga tau apa ini bioskop?” protes salah satu penonton kesal banget karna film sedang seru-serunya.

Yang lain juga ikut berdumel protes, sebal banget dengan keributan yang ada karna merusak back sound film yang sudah sangat nyata.

“Kalo mau pacaran jangan di sini, di empang aja!”

Alya sudah ingin menangis, bukan karna suara-suara protes namun karna matanya yang perih seperti terbakar.

“Alya? Alya, lo kenapa?” tanya Reyno dengan suara lebih pelan sementara ruang bioskop masih gaduh.

“Ah! Sia-sia gue udah beli tiket nonton! Ini sih sama aja nonton film bajakan!” sindir salah satu penonton yang duduk tepat di belakang Alya dengan suara kerras-keras.

Alya tak tahan lagi. Matanya masih perih. Dia langsung bangkit berdiri dan disambut dengan ‘huuuu’ panjang penonton, merasa terganggu dengan gerak Alya yang sudah menghalangi layar.

Melihat kepergian Alya, Reyno juga bangkit berdiri dan mengejar. Dia juga disambut dengan ‘huuu’ yang tak kalah panjangnya, bahkan ada juga yang melempar bungkus pop corn saking dongkolnya.

Di luar bioskop, Reyno kehilangan jejak Alya. Entah kemana cewek itu pergi.

Reyno menoleh ke sana ke mari, mencari-cari Alya dengan kebingungan yang amat sangat. Alya... Lo kemana sih, Al???

Reyno menelepon Alya namun tidak diangkat-angkat. Agak kesal Reyno langsung berlari menuruni lantai empat dengan mata yang terus menjelajah ke sana ke mari mencari sosok Alya.

Barulah dari eskalator lantai dua, Reyno melihat sosok Alya yang berlari keluar dari pintu mal. “Alya!!” serunya namun tak didengar karna jauh. Reyno sudah tak peduli kalau semua mata kini memandangnya dengan penuh keheranan. Reyno mempercepat larinya menuju luar mal.

Reyno menemukan Alya yang sedang duduk sendiri di bangku taman mal sambil mengucek-ngucek mata. Reyno menghela nafas dan berjalan perlahan mendekati Alya. Reyno menyangka kalau cewek itu sepertinya sedang menangis karna mengucek-ngucek mata. Kamu kenapa sih, Al?? Kenapa kamu kayak gini tiba-tiba? Aku bingung....

“Al...”

Cewek itu menoleh. Ia memandang Reyno dengan matanya yang merah dan masih basah. “Rey...” gumam Alya parau.

Reyno tercengang juga melihat mata Alya yang sangat merah itu. “Al, mata lo kenapa?”

Melihat sikap Reyno, Alya mulai menangis. “Mata gue tadi kena bubuk cabe pop corn... Mata gue perih banget, Rey...”

“Astaga...” Reyno baru tau kalau hal yang membuat Alya teriak-teriak mengaduh adalah karna matanya kemasukan bumbu cabe. “Mata lo sampe merah gitu, Al...”

Alya mengangguk dan menghapus air mata. Matanya sudah tidak seperih tadi namun masih terasa sakit dan bengkak.

Reyno memandang cewek itu dengan kasihan. Dia sempat bingung harus melakukan apa, namun dia mendapat wahyu juga akhirnya. “Lo tunggu di sini ya, Al... gue cari obatnya...”

Alya mengangguk dan Reyno langsung berlari pergi. Alya menatap kepergian cowok itu dengan penuh rasa bersalah. Dia merasa sudah merusak suasana dan lagi-lagi menyusahkan Reyno. Rasanya Alya merasa bukan apa-apa lagi deh. Reyno... maaf... maaf banget. Untuk kali ini lagi.. aku nyusahin... Lagi.

Lima menit kemudian Reyno sudah kembali dengan obat penyegar mata di tangannya yang ia beli di mini market terdekat. “Sini, Al, gue tetesin obat matanya...”

Alya mengangguk. Matanya melihat ke atas dan membiarkan Reyno meneteskan obat mata itu ke matanya. Saat meneteskan obat mata itu Reyno meringis melihat mata Alya yang merah. Dia berdoa pada Tuhan supaya mata Alya kembali sembuh dan baikan. Rasanya begitu miris kalau melihat pacar sendiri terlihat begitu menderita namun tidak banyak mengeluh.

Setelah selesai meneteskan obat mata dan Alya sibuk mengerjap-ngerjapkan matanya yang basah, Reyno menepuk kepala cewek itu. ia bergumam pelan. “Lain kali hati-hati ya...”

Alya menoleh dan mengangguk lalu menunduk. Ada perasaan bersalah yang masih berbekas di dalam hatinya. Sekarang ia merasa kalau Reyno terlihat letih karna hari ini kencan mereka kacau balau. Ia menganggap kalau cowok itu pasti sedang kecewa berat (padahal Reyno cemas dan khawatir dengan kondisi Alya).

Dia pasti kecewa banget sama aku... Aku kan sudah merusak suasana! Ah Alya, kenapa kamu slalu merusak suasana dan merepotkan orang sih??

“Makan yuk? Gue laper...” ucap Reyno yang dibalas dengan anggukan kecil Alya.

Mereka pun makan di sebuah restoran lantai 3 mal. Alya masih tak berhenti merasa bersalah dalam hatinya. Dia sungguh-sungguh merasa tidak enak pada Reyno. Makanya Alya kadang hanya diam, makan sambil menunduk.

Reyno memandang Alya yang makan dalam diam itu. Reyno jadi takut kalau Alya tidak enak badan atau mungkin matanya masih sakit ya? “Al, mata lo masih sakit?”

Alya mendongak dan menggeleng. Ia berusaha tersenyum, “Engga kok, Rey, udah ga sakit lagi kok...”

Reyno tersenyum. “Habis makan gue mau bawa lo ke suatu tempat, boleh?”

Alya mengangguk namun bingung, tidak tau akan dibawa ke mana oleh Reyno nanti. Tapi dia hanya berharap dia tidak mengacaukan suasana lagi.

Reyno kembali makan dengan senyum dikulum. Entah kenapa tadi ada sebersit ide kecil untuk membawa Alya ke pet shop yang juga ada dalam mal ini. Walau memang tadi Reyno sedikit kecewa karna dia tidak bisa menonton Harry Potter sampai tamat (padahal ini rencana emasnya!), tapi mungkin ke pet shop juga tidak terlalu buruk.

Sehabis makan Reyno mengajak Alya ke pet shop. Wajah Alya yang tadinya masih terlihat murung langsung cerah begitu saja saat menginjakkan kakinya di pet shop yang dipenuhi dengan suara gonggongan anjing dan meongan kucing. Reyno juga seneng banget ngeliat perubahan wajah dan ekspresi Alya ini. Ah syukurlah dia suka...

Alya mendekati seekor anak anjing yang sedang tertidur. Bulunya cantik, berwarna putih susu dan tebal. Alya mengelus-ngelus anjing itu dengan sayang. “Lucunya...”

Reyno tertawa pelan. Ia menggendong anak anjing lain jenis sama yang menggonggong pelan di sebelah anak anjing yang dielus-elus Alya. “Yang ini bantet banget ya?”

Alya tertawa lebar. “Lucu banget!”

Untungnya sang pemilik toko sangat ramah dan baik. Ia menawarkan Reyno dan Alya untuk membantu memberi makan anak-anak anjing itu. Tentu saja Reyno dan Alya mau. Dengan semangat mereka memberi makan anak-anak anjing dalam pet shop itu sambil sesekali cekikikan dan tertawa karna malah iseng memberi nama pada anak-anak anjing yang mereka beri makan.

“Yang ini gue kasih nama Milka ...” gumam Reyno mengangkat anak anjing berwarna putih susu dan memberi makan.

Alya terkekeh. “Gue juga mana mau kalah.” Lantas Alya mengangkat anak anjing bulldog yang begitu tenang. “Ini... big storm.”

“Ha? Big storm?” Reyno menahan tawa mendengar nama buatan Alya yang tidak sesuai dengan kondisi si anjing yang cenderung tenang seperti air.

“Yeah...” Alya menahan senyum karna sebentar lagi dia akan ngegaring. “...karna pandangan matanya sudah membuat big storm dalam hatiku.”

Reyno tertawa lebar, mana tahan. Tidak dia sangka Alya bisa sebodor ini juga. “Haha kocak banget...”

Sang pemilik toko juga tersenyum menahan tawa mendengar obrolan dua orang itu. Baginya Reyno dan Alya tidak menganggu sama sekali.

“Nah yang ini...” Reyno memberi makan anak anjing lincah berwarna abu. “Namanya Rider.”

“Ha???” Alya menganga parah. Baginya nama itu sangat aneh dan jarang untuk seekor anjing. Sekalian aja power ranger.

Reyno nyengir melihat ekspresi Alya. “Ada tulisannya lho di kandangnya... namanya Rider.”

Alya langsung tertawa kocak. Ternyata memang benar nama anak anjing lucu itu Rider. Setelah puas tertawa sambil memegang perut, Alya mengambil seekor anak anjing yang lucu menggemaskan berwarna coklat keemasan. Alya begitu sayang melihat anak anjing itu lebih daripada anak anjing lainnya. Mata anak anjing itu jernih dan memandang Alya dengan sayang tanpa menggonggong, seolah sudah ada ikatan batin. Anak anjing itu hanya menggoyangkan ekornya ke kiri dan ke kanan dan seolah tersenyum saat Alya menatapnya.

“Lucu banget...” gumam Alya pelan saking terpesonanya.

Reyno mendekati Alya dan anjing itu. Ia juga setuju kalau anjing itu lucu sekali.

“Namanya Lovely...” Reyno membaca nama di dalam kandang anjing itu.

“So sweet...” komentar Alya masih memandang mata anjing itu.

Penjaga toko begitu tertarik saat Alya dan Reyno bergantian mengelus Lovely. Dia mendekati mereka dan tersenyum ramah. “Anak anjing ini satu-satunya yang lahir dari anjing saya yang saya pelihara sejak kuliah...”

Alya dan Reyno menoleh, balas tersenyum sopan.

Penjaga toko itu juga mengelus punggung Lovely. “Induknya meninggal setelah melahirkannya karna pendarahan. Anjing saya itu meninggal dua minggu yang lalu...”

“Astaga....” Alya menyayangkan kalau ternyata Lovely sudah tidak mempunyai induk lagi. Alya menggendong anak anjing itu lagi dan mengelus-ngelusnya dalam pelukannya.

Reyno menarik penjaga toko itu ke pinggir, sudah akan melakukan transaksi karna sepertinya Alya suka banget sama anak anjing itu. “Pak, harga Lovely berapa?”

Penjaga toko tersenyum. “Tujuh ratus lima puluh ribu...”

Reyno menelan ludah dalam-dalam. Kalau harganya segitu sih duitnya kurang. Lagian dia kan masih anak SMA juga, jadi wajar kalo jarang punya uang segede itu. Reyno setengah berbisik, “Duit saya agak kurang, Pak.. mungkin baru terkumpul cukup seminggu lagi.... Kalo seminggu lagi saya beli ga apa-apa kan? Yahh... ng, maksudnya Lovely jangan dijual ke siapa-siapa dulu.”

Penjaga toko tersenyum lebar dan mengangguk. “Oke, ga jadi masalah kok...”

Reyno dan Alya masih melihat-lihat anjing yang berada di pet shop itu hingga sang penjaga toko mendatangi mereka dan memberikan dua gantungan HP berbentuk tulang sebagai kenang-kenangan. Tentu saja Reyno dan Alya menerimanya dengan senang hati. Mereka berterimakasih sekali karna penjaga toko begitu baik dan tetap membiarkan mereka lihat-lihat saja tanpa membeli.

“Bagus ya, Rey...” gumam Alya saat mereka sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang.

Reyno mengangguk.



bersambung... (hehe)