Pages

Selasa, 22 Maret 2011

Bacaan Ringan ^___^


Bacaan Ringan ^___^

Ada 4 binatang yang terkecil di bumi tetapi yang sangat cekatan :

Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas; pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di atas bukit batu; belalang, yang tidak mempunyai raja namun semuanya berbaris dengan teratur; cicak yang dapat kau tangkap dengan tangan tetapi yang juga ada di istana-istana raja.

Ada 3 hal yang mengherankan aku, bahkan ada 4 hal yang tak kumengerti :

Jalan rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di tengah-tengah laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis.

Hati yang gembira adalah obat

Tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang

Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya

Tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?

Orang yang sabar besar pengertiannya

Tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan

Siapa lekas naik darah berlaku bodoh

Tetapi orang yang bijaksana bersabar

Hati yang tenang menyegarkan tubuh

Tetapi iri hati membusukkan tulang

Siapa menghina sesamanya berbuat dosa

Tetapi berbahagialah orang yang menaruh belas kasihan

Kepada orang yang menderita

Jawaban yang lemah lembut

Meredakan kegeraman,

Tetapi perkataan yang pedas

Membangkitkan amarah

Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan

Orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota

Siapa bijak hati memperhatikan perintah-perintah

Tetapi siapa bodoh bicaranya akan jatuh.

Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan

Penghasilan orang fasi membawa kepada dosa

Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga

Tetapi bijak yang mengabaikan cemooh

Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan

Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum

SHINee, fighting! SHINee World



SHINee... SHINee...

Shinee (umumnya ditulis sebagai SHINee) adalah boy band Korea Selatan yang beraliran R&B kontemporer.[1] Dibentuk SM Entertainment pada tahun 2008, Shinee terdiri dari Onew, Jonghyun, Key, Minho, dan Taemin. Penampilan pertama mereka pada 25 Mei 2008 dalam acara Popular Songs di SBS. Mereka membawakan singel promosi, “Nunan Neomu Yeppeo (Replay)” (“누난 너무 예뻐 (Replay)”).

1. Leader Onew

  • Birth Name:Lee Jinki (이진기),
  • Date of Birth: 14 Dessember 1989
  • Height: 177 cm
  • Blood type: O
  • Hobbies: Singing, playing piano, playing soccer, playing basket
  • Position in group: Vocal, Leader
  • Bahasa Yang Dikuasai : Korea, Inggris, Mandarin
  • Julukan : Ondubu (tahu Murni)

Facts about Onew:

Paling tua di antara member yang lain

Termasuk murid yang pintar dalam bidang akademik, terbukti dia bisa mempertahankan nilai-nilainya meskipun telah bergabung dengan SHINee

Lemah lembut

Tipe cewek idamannya ga neko-neko, dia bilang setiap cewek tu punya daya tarik masing-masing

Terkenal dengan kegaringannya, semua member bakal membantu kalau dia udah mulai garing. Sampai-sampai mereka menjuluki kondisi ini dengan “Onew’s condition”

onew terbilang paling pintar di antara anggota Shinee, terbukti waktu sekolah Onew pernah mendapatkan juara 2 satu sekolahan

2. Bling Bling Jong Hyun

  • Birth name: Kim Jonghyun (김종현),
  • Date of Birth: 8 April 1990
  • Height: 173 cm
  • Blood type: AB
  • Hobbies: singing, writing lyrics, watching movies, playing piano
  • Position in group: lead vocal
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua, 1 kakak cowok, 1 kakak cewek
  • Nama Panggilan : Bling Bling, Cryng King-nya Shinee

Fact About Jonghyun:

member shinee paling pendek

mempunyai suara paling tinggi

mempunyai kebiasaan bicara cepat

ahli membuat lirik lagu, salah satu ciptaanya “love like Oxyent”

Jago main gitar, bass, dan piano

sangat peduli dengan kesehatannya dengan tidak memakan mie instan

mempunyai tindikan di telinga

paling dekat dengan key

3. Almighty Key

  • Birth Name: Kim Kibum (김기범)
  • Date of Birth: 23 September 1991
  • Height: 177 cm
  • Blood type: B
  • Hobbies: rap, dance, wakebord
  • Position in group: Rap
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Julukan : “Key Omma”

Fact About Key :

Paling perhatian di antara semua member (terutama sama Taemin, mungkin dia udah nganggep Taemin sebagai adiknya sendiri ya…)

Pinter masak

Takut ketinggian (tapi dia berani mencoba bungee jumping lho! hebat!)

Kocak, gokil, selalu menjadi penyelamat dengan kata-katanya yang lucu ketika Onew’s Condition terjadi

Tipe cewek idamannya jujur dan baik, gak suka cewek yang terlalu feminim

pernah tampil di drama “attack of the pin up boys (2007) bareng super junior”

key paling suka niru dance girlband karena ia bisa hapal 1x liat

suka film horor tapi penakut (LOL)

4. FLAMING CHARISMA Minho

  • Birth name: Choi Minho (최민호)
  • Date of Birth: 9 Desember 1992
  • Height: 181 cm
  • Blood type: B
  • Hobbies: playing soccer, playing basket, mandarin
  • Position in group: Rap
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua dan 1 kakak cowok

Fact About Minho

Paling pendiem dan di antara member lainnya

Paling tinggi juga

Tipe cewek idamannya punya rambut panjang, tinggi rata-rata, suka pake gaun, dan baik hati

anggota Shinee yang paling manly alias cowok banget

paling suka main game sepak bola terutama Winning eleven dan sering tanding dengan meber shinee lainnya

suka membaca komik “Slam Dunk”

mantan model sebelum gabung dengan shinee

belum pernah melihat hantu dan berharap bisa melihat hantu (LOL)

5. Maknae Taemin

  • Birth name: Lee Taemin (이태민),
  • Date of Birth: 18 Juli 1993
  • Blood type: B
  • Height: 175 cm
  • Hobbies: dancing, music
  • Position in group: Lead dancer
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua dan 1 kakak cowok (Lee Taesun)
  • Education: Graduated middle school
  • Julukan: Handy Boy Taemin

Fact About Taemin

Member paling muda

Paling jago nge-dance

member shinee yang paling murah senyum

mempunyai persediaan permen di tasnya yang khusus diberikan untuk noona

sangat mengidolakan Michael Jackson

sangat ngefans dengan harry Potter terutama Emma Watson

Paling Takut dengan serangga

mempunyai cita-cita keliling dunia

Salah satu nilai plus tersendiri yg bikin aku salut sama SHINee (terutama Minho) adalah saat membaca artikel di bawah ini. Seorang publisher di Korea yg menulisnya. Berikut kutipannya :

Tinggal di Korea bukan berarti bahwa hidupmu hanya berkisar pada kpop semata. Aku orang Korea, tetapi hanya sedikit orang yang tahu bahwa beberapa perbuatan yang mereka (artis Kpop) tunjukkan adalah palsu. Menyedihkan, tapi itulah kenyataannya. Di titik ini, aku bahkan menjauh dari scene Kpop dan memilih untuk mendengarkan dan mengikuti tindakan Kpop di balik layar saja.

Tetapi, bekerja di publishing filed, yang secara langsung terlibat dengan dunia Kpop, aku harus bertindak netral. Aku harus tetap mengingatkan diri sendiri untuk tidak terlalu bersikap skeptis. Tapi itu berat, saat dimana sesuatu yang tidak ingin kau lihat, kau dengar, ada di hadapan kedua matamu. Tetapi semua itu berubah hanya dalam satu hari. Itu semua karena SHINee.

Kami sangat menunggu-nunggu hari itu, karena akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai grup yang sangat kami kagumi. Aku bukanlah fans berat mereka, tetapi aku menghargai mereka yang bekerja keras untuk menyelesaikan apa yang mereka dapatkan saat ini, berada di industri yang kejam dengan persaingan yang ganas.

Hari itu, kami sudah tak sabar untuk menemui SHINee. Segera setelah mengobrol dan mewawancarai Key, Onew, Taemin, dan Jonghyun, akhirnya tibalah giliran Minho.

Dia sangat tenang dan bijaksana saat seluruh pertanyaan ditanyakan kepada mereka (SHINee). Ia berbicara sesekali, dan sering tersenyum. Di lain waktu, ia hanya menunduk, dan tertawa sedikit saat Onew sedang melancarkan candaannya.

Ia melemparkan pandangan pada para member, dan tidak ada yang salah pada persaudaraan kuat yang mereka miliki. Ia akan menepuk punggung Taemin sesekali, dan meremas otot tegang Jonghyun yang keluar dari bahunya.

Sesi dilanjutkan untuk waktu 2 jam, dan di suatu saat ia bahkan pergi untuk mengambilkan minum untuk para member, bukannya menunggu staff kami untuk membawa mereka.

Jonghyun dan Taemin keluar ruangan untuk beberapa saat, dan kita memulai untuk mewawancarai Minho dengan pertanyaan pertama.

“Minho dikenal sebagai orang yang sangat kompetitif. Beberapa orang bilang, itu sangat mengganggu, melihat coretan itu dalam dirimu karena kamu masih sangat muda, dan seharusnya kamu menikmati hidupmu, atau jangan menganggap sesuatu dengan terlalu serius. Apa yang harus kamu katakan untuk menanggapi itu?”

Dia sempat kelihangan pemikiran untuk beberapa saat sebelum akhirnya dengan tenang menjawab.

“Saat aku masih kecil, aku ingin sekali menjadi pemain sepakbola profesional. Aku sangat mencintai olah raga, dimana aku aku mempelajari semua tentang sepakbola, dan mengikuti semua pertandingan bola yang ada. Dahakuku untuk menang tidak terpuaskan, bahwa aku sangat mengkhawatirkan keluargaku. Suatu hari, ayahku berkata bahwa ia menentangku untuk mengejar satu hal yang saat itu benar-benar aku sukai dan kuinginkan. Ia tidak ingin aku menjadi pemain sepakbola. Ia berkata bahwa bekerja di bidang olahraga sangatlah berat, ia tahu itu karena ia sendiri adalah seorang pelatih klub sepakbola. Aku sangat bingung dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Dan ketika aku tersadar aku memutuskan untuk tidak pernah menyerah dalam hal apapun. Jika aku melakukan sesuatu, aku melakukannya dengan sepenuh hati. Bahkan jika orang-orang terus berkata bahwa itu tidak mungkin, aku tidak pernah mau memercayai mereka, dan malah percaya pada apa yang aku yakini. Perjuangkanlah sesuatu seakan-akan itulah perjuangan terakhirmu.. seakan-akan tak ada lagi kesempatan untuk melakukannya nanti. Itulah yang menggerakkan sifat kompetitifku. Bila aku kalah, aku akan sangat kecewa pada diriku sendiri, dan terus menyalahkan diri atas kekalahan itu. Aku terus berkata pada diri sendiri untuk melakukannya dengan lebih baik di waktu mendatang.”

Saat itu, Onew selalu sepakat dengan apa yang minho katakan. Kami terkejut saat Onew menambahkan:

“Minho melakukan apa yang ia lakukan dengan sungguh-sungguh, melakukan dengan kemampuan terbaiknya, seperti tidak ada hari esok. Menjadi seperti itu saat perform, maupun olahraga. Bahkan sebagai leader, aku tidak bisa melakukannya.”

“Kamu terlihat paling pendiam diantara para member. Apakah ada alasannya?”

“Aku adalah bungsu di keluargaku. Aku dibesarkan untuk mendengarkan, lalu berbicara. Bukannya berbicara, lalu mendengarkan. Maksudnya, aku dididik oleh ibuku untuk menjadi pengamat dan pendengar. Karena kakakku adalah anak laki-laki pertama selama 30 tahun di garis keluarga ayah (berarti sebelumnya perempuaaaan semua ??), dia yang menjadi pusat perhatian, sedangkan aku menikmati untuk berada di sisinya, berteman baik dengannya di tengah situasi yang menghimpitku, untuk selalu ada saat ayah dan ibuku membutuhkanku. Walaupun aku tidak melakukannya dengan baik sebagai anak mereka. Maka dari itu, aku sering menjadi pendiam. Aku lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Lalu Key berkata:

“Jika ia sedang berisik, ia akan sangaaaat berisik”, yang langsung membuat satu ruangan tertawa.

Kami mendapati Minho tertawa kecil dan malu-malu. Sesi wawancara berlangsung sekitar 30 menit. Tapi saat itu ia terlihat sangat nyaman dan bisa berbicara dengan lebih bebas.”Apa nama fansclub untuk SHINee? Apakah arti fans bagimu?”

[tersenyum lebar sebelum melanjutkan]

“SHINee World, atau disingkat menjadi SHAWOL. Dimana aku berada sekarang, disitulah kami berada. Sangatlah tidak mungkin tanpa cinta dan dukungan dari fans kami. Kami mengunjungi SM Youtube channel kadang-kadang. Dan kami sangat sangat terkejut melihat kehangatan, komentar2 yang mendorong yang mereka berikan atas video kami. Aku berharap aku dapat lebih memahami bahasa Inggris. Aku ingin memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Kami bekerja untuk album ini selama 9 bulan. Tidak tidur semalaman untuk memilih lagu, menulis lirik, berlatih menyanyi, merekam lagu, latihan menari, mendiskusikan konsep, dll.. semua itu untuk fans kami. Kami sangat senang, akhirnya kami bisa melakukan apa yang paling kami cintai, yaitu menghibur.”

“Beribu-ribu maaf dengan lutut terbungkuk karena aku tidak bisa tampil di panggung bersama dengan para member. Kami baru saja menyelesaikan syuting MV dan tinggal menunggu waktu untuk comeback, saat kecelakaan itu terjadi. Ototku yang sobek membutuhkan waktu yang lama untuk bisa pulih, tetapi sekarang aku mengonsumsi obat yang membantuku agar bisa cepat kembali perform di panggung. Aku masih merasa kesakitan, tetapi akan menahannya demi fans kami. Mohon maaf atas kecerobohanku. SHINee World adalah dunia kami. Dunia kami dikelilingi oleh mereka. Kami sangat menghargai cinta kalian. Jika aku bisa membungkukkan badan pada kalian satu per satu, aku akan melakukannya. ‘Terima kasih’ tidaklah cukup, tapi aku mohon, ketahuilah dengan hatimu bahwa kami sangat meghargai kalian semua. Untuk iku, aku sangat BERTERIMA KASIH, KAMI BERTERIMA KASIH.”

Saat sesi berakhir, kami menyadari bahwa anak-anak yang bersinar itu sangatlah spesial. Minho adalah pembicara yang baik. Kami tidak pernah menyangka itu darinya. Dia sangatlah rendah hati dan down to earth. Saat ia meninggalkan ruangan, ke-4 member menunggu dengan gelisah sampai ia kembali.

Taemin memilihkan makanan dalam nampan dan meletakkannya dalam piring.“Ini untuk Minho Hyung”.

Key terus mengganggu Taemin. “Minho tidak suka yang ini. Ayo ambil Kimbab rolls lagi untuk dia. Dia suka itu.” ~umma yang baik~

SHINee won’t be SHINee without Choi Min Ho.

SHINee won’t be SHINee without Key, Onew, Jonghyun and Taemin.

They complete each other up.

Boy band Korea yg paling saya suka (haha geuleuh gitu)

SHINee... fighting!!

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA open ended-inquiry untuk meningkatkan berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Bila tujuan pendidikan matematika yang tercantum pada kurikulum 1975, 1984, 1994, 1999 dan kurikulum berbasis kompetensi kita cermati, dapat kita katakan bahwa tujuannya sama. Tujuan yang ingin dicapai pada intinya adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lain. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir sistematis, kritis, obyektif, jujur, dan disipilin. Selain itu juga dengan belajar matematika diharapkan siswa dapat memanfaatkan matematika untuk berkomunikasi dan mengemukakan gagasan.

Pada awal abad yang lalu, John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero (1988) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.

Menurut Fraenkel (Tarwin, 2005: 8) tahapan berpikir terdiri dari :

1. Tahapan berpikir konvergen, yaitu tahapan berpikir yang mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar

2. Tahapan berpikir divergen, yaitu tahapan berpikir dimana kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban

3. Tahapan berpikir kritis

4. Tahapan berpikir kreatif, yaitu tahapan berpikir yang tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan

Dari tahapan berpikir di atas, berpikir kritis berada pada tahap tiga. Ujung dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif yang merupakan tindak lanjut dari berpikir kritis. Artinya untuk berpikir kreatif seseorang harus lebih dahulu berpikir kritis.

Carole Wade dan Carol Travis (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan pertimbangan yang sehat.

Tyler (Sugiyarti, 2005:13) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir kritis siswa.

Hal lain yang tidak bisa dipungkiri bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah kurang diminati oleh siswa. Di kelas siswa kurang bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Ada yang mengobrol dengan teman, keluar masuk kelas, melakukan aktivitas di luar matematika dan hanya sedikit yang benar-benar mengikuti apa yang dijelaskan guru. Dari pengalaman peneliti sebagai seorang guru les privat, ada beberapa anak yang mengeluh saat belajar matematika dan merasa kurang paham dengan pelajaran matematika karna tidak merasakan manfaatnya dalam kehidupan nyata. Ada pula yang mengerjakan soal matematika hanya dengan melihat contoh soal yang ada di buku tanpa menelusuri prosesnya.

Kondisi itu tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan yang berperan secara langsung dalam membelajarkan siswa, harus dapat mengatasi masalah seperti ini dan mengupayakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disajikan.

Salah satu metode pembelajaran matematika yang dapat diterapkan dalam mengantisipasi masalah yang timbul selama proses pembelajaran matematika adalah metode pembelajaran inkuiri. Diharapkan dengan metode pembelajaran inkuiri, siswa dapat berpikir kritis, logis, sistematis dan kreatif untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah atau problem yang dipertanyakan. Dengan adanya metode pembelajaran inkuiri diharapkan mampu menarik perhatian dan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika.

Problem tradisional yang diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah dalam bentuk problem lengkap atau problem tertutup, yaitu memberikan permasalahan yang telah diformulasikan dengan baik, memiliki jawaban benar atau salah dan jawaban yang benar bersifat unik (hanya ada satu solusi). Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau problem terbuka. Menurut Rama Klavir (O’Neil & Brown, 1998; Shepard, 1995) problem open-ended ini membuka pandangan baru bahwa setiap permasalahan tidak harus memiliki satu jawaban benar. Setiap siswa diberikan kebebasan untuk menyelesaikan permasalahan yang sama sesuai dengan kemampuannya. Namun demikian, permasalahan penting utama dengan digunakannya jenis ini adalah siswa dapat belajar berbagai macam strategi dan hal ini bergantung pada pengetahuan matematika serta pengembangan berpikir kritis matematika mereka.

Menurut Martha Yunanda dengan problem terbuka atau open ended yang dapat memberikan keleluasaan pada siswa dalam mengerjakan permasalahan dan metode pembelajaran inkuiri yang menuntut siswa untuk menemukan jawaban sendiri disertai dengan bimbingan guru, diharapkan berpikir kritis siswa dapat semakin terasah lebih lagi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

2. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika?

3. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian dengan menggunakan kombinasi pembelajaran matematika open-ended dan pembelajaran inkuiri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

D. Manfaat Penelitian

  1. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan dan pengembangan strategi pengajaran pada semua jenjang pendidikan
  2. Sebagai alternatif bagi guru dalam memilih strategi-strategi, penerapan model pembelajaran di kelas
  3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya dalam mengkaji masalah yang serupa
  4. Bagi penulis secara pribadi yaitu sebagai sarana perluasan wawasan mengenai pembelajaran matematika open-ended dan pembelajaran inkuiri

E. Definisi Operasional

Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran.

1. Berpikir kritis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.

2. Problem Open-ended adalah problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar atau disebut problem tak lengkap

3. Pembelajaran Inkuiri adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir Kritis

Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik.

Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran. Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis (Watson dan Glaser (1980:1)).

Pendapat tersebut sesuai pula dengan tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Menurut Krulik dan Rudnick (1995: 2) penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan menganalisis informasi, menentukan masuk akal tidaknya sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat analitis dan refleksif.

Berpikir kritis seringkali dibicarakan sebagai suatu kemampuan manusia yang sangat umum sehingga menyentuh hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan, Costa dan Ennis (dalam Marzano dkk., 1988) mendifinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.

Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis (1996) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan.

Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).

Sedangkan pengertian berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.

Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.

Berdasarkan hasil penelitian Fawcett (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993), ditemukan bahwa apabila siswa menggunakan berpikir kritisnya maka mereka melakukan di antara hal berikut: (1) memilih kata dan ungkapan yang tepat dalam setiap pernyataan penting yang diungkapkan serta bertanya tentang hal yang memerlukan pendefinisian secara jelas, (2) mencari buktibukti yang dapat mendukung suatu kesimpulan, sebelum kesimpulan tersebut diterima atau dibuat, (3) menganalisis bukti-bukti tersebut serta membedakan antara fakta dan asumsi, (4) memperhatikan asumsi-asumsi penting berkenaan dengan kesimpulan baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun tidak, (5) mengevaluasi asumsi-asumsi tersebut serta menerima sebagian atau menolak sebagian lainnya, (6) mengevaluasi argumen terhadap suatu kesim-pulan yang menjadi dasar untuk menerima atau menolak kesimpulan tersebut, dan (7) menguji kembali asumsi-asumsi yang melatarbelakangi pandangan serta proses pengambilan kesimpulan yang telah dilakukan. Berdasarkan hal-hal yang sudah diutarakan di atas, selanjutnya O’Daffer dan Thornquist (1993) mengajukan suatu model dari proses berpikir kritis seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Menerapkan kesimpulan, keputusan atau solusi

Memahami masalah

Melakukan pengkajian terhadap hal di luar bukti , data dan asumsi di atas

Melakukan pengkajian terhadap bukti, data dan asumsi

Menyatakan dan mendukung suatu kesimpulan, keputusan atau solusi


O’Daffer dan Thornquist (1993) juga mencoba melakukan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang berfokus pada berpikir kritis sehingga diperoleh beberapa kesimpulan berikut: (1) siswa pada umumnya menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan dalam menghadapi tugas-tugas akademik yang memuat tuntutan penerapan kemampuan berpikir kritis, (2) Disposisi untuk berpikir secara kritis merupakan suatu komponen berpikir kritis yang sangat efektif, (3) Terdapat sejumlah bukti kuat bahwa upaya untuk melakukan pembelajaran berpikir kritis dapat dilakukan secara efektif, walaupun masih sedikit bukti yang diketahui tentang penyebab utama berkembangnya kemampuan berpikir kritis seseorang, dan (4) Kemampuan berpikir kritis dapat diterapkan secara efektif pada suatu tugas akademik manakala dikembangkan tiga hal berikut: kemampuan berpikir kritis, pengetahuan materi subyek, dan pengalaman untuk menerapkan kedua hal tersebut.

Karena kurangnya bukti tentang penyebab berkembangnya kemampuan berpikir kritis seseorang, sejumlah peneliti mencoba mencari jawaban melalui studi yang berfokus pada penggunaan matematika sebagai bidang studi untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Sebagai contoh, Fawcett (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993, h.41) menyatakan dalam studinya bahwa “It is the purpose of this study to describe classroom procedures by which geometric proof may be used as a means for cultivating critical and reflective thought and to evaluate the effect of such experiences on the thinking of the pupils.” Dalam studi tersebut Fawcett mencoba menggunakan contoh-contoh permasalahan nyata sehari-hari untuk membantu siswa melakukan transfer berpikir kritisnya yang biasa digunakan dalam proses bembuktian geometri terhadap situasi sehari-hari. Untuk mengetahui dampak dari upaya tersebut, telah dilakukan wawancara dengan orangtua siswa yang antara lain menunjukkan keyakinannya bahwa cara tersebut berdampak positif pada kemampuan berpikir kritis anak-anaknya. Studi lain yang dilakukan Lewis (O’Daffer dan Thornquist, 1993) juga mencoba mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran pembuktian dan logika pada bidang geometri yang dikaitkan dengan situasi sehari-hari. Studi tersebut menemukan bahwa cara yang dilakukan dapat secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sementara Price (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993) yang melakukan studi tentang pengaruh penggunaan pendekatan penemuan dan pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematik, menemukan bahwa pendekatan tersebut dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari pendapat para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.

Dari uraian di atas tampak bahwa berpikir kritis berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan. Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis. Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada.

Selanjutnya bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, yaitu : (1) Building Categories (Membuat Klasifikasi), (2) Finding Problem (Menemukan Masalah), dan (3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan lingkungan).

Disebutkan pula bahwa beberapa “ciri khas” dari mengajar untuk berpikir kritis meliputi : (1) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pebelajar, (2) Dengan mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan (4) Teaching for transfer (Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).

B. Pendekatan Open-ended

Tujuan pembelajaran menurut Nohda (2000) adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving yang simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus. Suherman (1993:221) menyatakan pula bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Suherman dkk (2003) jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika adalah:

a. Pendekatan Konstruktivis

b. Pendekatan pemecahan masalah matematika

c. Pendekatan Open Ended

d. Pendekatan realistik

Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:

a. Kegiatan siswa harus terbuka

Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

b. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir

Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.

c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, prosedural, dan saklek.

Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.

Secara sederhana, open problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems dan pure open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga banyak jawaban.

C. Model Pembelajaran Inkuiri

Menurut Herdian (2010) sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan dan indera-indera lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Tujuan dari pembelajaran setidak-tidaknya seorang guru menanamkan tiga domain, yakni, kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domian itu secara langsung akan tertanam pada setiap siswa yang mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, yang paling mendasar di pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru. Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau induktif. Inkuiri, pada tingkat paling dasar dapat dipandang sebagai proses menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan berdasarkan fakta dan pengamatan. Siklus inkuiri terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya.

Pada prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

Selanjutnya Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

i. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa

ii. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan

iii. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.

Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:

1) Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.

2) Inkuiri Bebas (free inquiry approach).

Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3) Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-7 SMP Negeri 21 Kota Bandung, dengan jumlah siswa 40 orang yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan. Waktu pelaksanaan penelitian adalah mulai dari tanggal 21 Juni-19 Juli 2011.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian berbentuk “pretest-postest control group”. Penelian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang pembelajarannya dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended dan kelas yang pembelajarannya biasa. Sebelum mendapatkan perlakuan, dilakukan pretest (tes awal) dan setelah mendapatkan perlakuan dilakukan postest (tes akhir). Sementara itu, tujuan dilaksanakan pretest dan postest adalah untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut. Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

A O X1 O

A O X2 O

Keterangan :

A : Menunjukkan pengelompokkan subjek

O : Pretest dan postest

X1 : Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended

X2 : Pembelajaran matematika biasa

C. Instrumen

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis yang digunakan berbentuk uraian. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, yang meliputi pretest dan postest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa. Postest digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan perlakuan.

2. Angket

Angket adalah jenis evaluasi yang berisi daftar pernyataan yang harus diisi oleh siswa dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur aspek afektif siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.

3. Lembar Kerja Siswa

Observasi ini digunakan oleh peneliti sekaligus guru sebagai alat bantu dalam menganalisis dan merefleksi setiap tahapan tindakan pembelajaran untuk merencanakan tindakan pembelajaran berikutnya bila tindakan yang sudah dilakukan dinilai memiliki kekuarangan. Observasi sangat mendukung data pokok yang mengungkap tingkat pemahaman siswa.

4. Jurnal Harian Siswa

Jurnal Harian Siswa ini bertujuan untuk mengetahui kesan, pesan, atau pun aspirasi dari siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Jurnal ini diberikan kepada masing-masing siswa setiap akhir pertemuan.

5. Angket (Questionare)

Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data. Data tersebut berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat, mengenai sesuatu hal.

6. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dapat bersifat relatif karena dapat dipengaruhi oleh subjektivitas observer.

7. Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan tanya jawab. Wawancara ini dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui kesan pembelajaran yang dilaksanakan mengacu pada pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan setelah pembelajaran berakhir.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang berkaitan dengan penelitian menggunakan instrumen berupa tes, jurnal harian siswa, angket, lembar observasi, dan wawancara. Test berupa pretest dan postest diberikan kepada kedua kelas eksperimen. Begitu pula dengan angket dan jurnal siswa diberikan kepada kedua kelas eksperimen untuk melihat respon dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika yang meliputi sikap terhadap matematika, sikap terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended, sikap terhadap penampilan guru dan sikap terhadap bahan ajar. Untuk menunjang kebenaran dari jawaban siswa maka dilengkapi dengan lembar observasi yang diisi oleh observer dan wawancara terhadap beberapa siswa.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini secara garis besar dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Tahap Persiapan

a. Observasi awal dan Identifikasi masalah

b. Merencanakan bahan ajar dan instrumen

c. Membuat bahan ajar (LAS, media, RPP) dan instrumen

d. Uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis pada siswa (pretest) kemudian menghitung validitas, realibitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran.

v Validitas

v Realibitas

v Daya pembeda

v Indeks kesukaran

e. Kegiatan Akhir

Menganalisis dan mengevaluasi peningkatan kemampuan akhir yaitu pemahaman siswa setelah diterapkan pendekatan keterampilan proses melalui alat evaluasi berupa tes tulis dan menganalisis aspek keterampilan proses apa saja yang dipahami siswa melalui pedoman observasi dan lembar kerja siswa; menjaring respon siswa terhadap pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan keterampilan melalui pedoman wawancara.

f. Evaluasi Tindakan

Hasil seluruh tindakan yang dilakukan dianalisis dan direfleksi sehingga nantinya akan diperoleh apakah pelaksanaan tindakan-tindakan ini telah mencapai tujuan yang diharapkan atau belum untuk menentukan kejelasan tindakan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, Shimada. 1997. The Open-Ended Approach. NCTM

Bonnie dan Potts. (2003). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Assesment, Research & Evaluation.

Ennis, R, H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Krulik, S dan Rudnick, J.A (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Massachusetts: Allyn & Bacon A Simon & Schuster Company.

Liliasari. (2000). Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Dalam Proceeding Nasional Science Education Seminar, The Problem of Mathematics and Science Education and Alternative to Solve the Problems. Malang: JICA-IMSTEP FMIPA UM.

Nurdiansyah, Budi (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Romlah, N. H. S. (2002). Peningkatan Berpikir Kritis dan Analisis dalam Pembelajaran Bryophyta. Skripsi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Russeffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Sugiyarti, Henik. 2005. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa SMPN 1 Tambakromo Kabupaten Pati Melalui Pembelajaran Matenatika Berbasis Masalah. Skripsi pada Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: UPI.

Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. FPMIPA UPI.

Tarwin, Y. W (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Watson, G dan Glaser, E. M. (1980). Critical Thinking Appraisal. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Selasa, 22 Maret 2011

Bacaan Ringan ^___^


Bacaan Ringan ^___^

Ada 4 binatang yang terkecil di bumi tetapi yang sangat cekatan :

Semut, bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas; pelanduk, bangsa yang lemah, tetapi yang membuat rumahnya di atas bukit batu; belalang, yang tidak mempunyai raja namun semuanya berbaris dengan teratur; cicak yang dapat kau tangkap dengan tangan tetapi yang juga ada di istana-istana raja.

Ada 3 hal yang mengherankan aku, bahkan ada 4 hal yang tak kumengerti :

Jalan rajawali di udara, jalan ular di atas cadas, jalan kapal di tengah-tengah laut, dan jalan seorang laki-laki dengan seorang gadis.

Hati yang gembira adalah obat

Tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang

Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya

Tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?

Orang yang sabar besar pengertiannya

Tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan

Siapa lekas naik darah berlaku bodoh

Tetapi orang yang bijaksana bersabar

Hati yang tenang menyegarkan tubuh

Tetapi iri hati membusukkan tulang

Siapa menghina sesamanya berbuat dosa

Tetapi berbahagialah orang yang menaruh belas kasihan

Kepada orang yang menderita

Jawaban yang lemah lembut

Meredakan kegeraman,

Tetapi perkataan yang pedas

Membangkitkan amarah

Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan

Orang yang menguasai dirinya melebihi orang yang merebut kota

Siapa bijak hati memperhatikan perintah-perintah

Tetapi siapa bodoh bicaranya akan jatuh.

Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan

Penghasilan orang fasi membawa kepada dosa

Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga

Tetapi bijak yang mengabaikan cemooh

Siapa banyak memberi berkat diberi kelimpahan

Siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum

SHINee, fighting! SHINee World



SHINee... SHINee...

Shinee (umumnya ditulis sebagai SHINee) adalah boy band Korea Selatan yang beraliran R&B kontemporer.[1] Dibentuk SM Entertainment pada tahun 2008, Shinee terdiri dari Onew, Jonghyun, Key, Minho, dan Taemin. Penampilan pertama mereka pada 25 Mei 2008 dalam acara Popular Songs di SBS. Mereka membawakan singel promosi, “Nunan Neomu Yeppeo (Replay)” (“누난 너무 예뻐 (Replay)”).

1. Leader Onew

  • Birth Name:Lee Jinki (이진기),
  • Date of Birth: 14 Dessember 1989
  • Height: 177 cm
  • Blood type: O
  • Hobbies: Singing, playing piano, playing soccer, playing basket
  • Position in group: Vocal, Leader
  • Bahasa Yang Dikuasai : Korea, Inggris, Mandarin
  • Julukan : Ondubu (tahu Murni)

Facts about Onew:

Paling tua di antara member yang lain

Termasuk murid yang pintar dalam bidang akademik, terbukti dia bisa mempertahankan nilai-nilainya meskipun telah bergabung dengan SHINee

Lemah lembut

Tipe cewek idamannya ga neko-neko, dia bilang setiap cewek tu punya daya tarik masing-masing

Terkenal dengan kegaringannya, semua member bakal membantu kalau dia udah mulai garing. Sampai-sampai mereka menjuluki kondisi ini dengan “Onew’s condition”

onew terbilang paling pintar di antara anggota Shinee, terbukti waktu sekolah Onew pernah mendapatkan juara 2 satu sekolahan

2. Bling Bling Jong Hyun

  • Birth name: Kim Jonghyun (김종현),
  • Date of Birth: 8 April 1990
  • Height: 173 cm
  • Blood type: AB
  • Hobbies: singing, writing lyrics, watching movies, playing piano
  • Position in group: lead vocal
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua, 1 kakak cowok, 1 kakak cewek
  • Nama Panggilan : Bling Bling, Cryng King-nya Shinee

Fact About Jonghyun:

member shinee paling pendek

mempunyai suara paling tinggi

mempunyai kebiasaan bicara cepat

ahli membuat lirik lagu, salah satu ciptaanya “love like Oxyent”

Jago main gitar, bass, dan piano

sangat peduli dengan kesehatannya dengan tidak memakan mie instan

mempunyai tindikan di telinga

paling dekat dengan key

3. Almighty Key

  • Birth Name: Kim Kibum (김기범)
  • Date of Birth: 23 September 1991
  • Height: 177 cm
  • Blood type: B
  • Hobbies: rap, dance, wakebord
  • Position in group: Rap
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Julukan : “Key Omma”

Fact About Key :

Paling perhatian di antara semua member (terutama sama Taemin, mungkin dia udah nganggep Taemin sebagai adiknya sendiri ya…)

Pinter masak

Takut ketinggian (tapi dia berani mencoba bungee jumping lho! hebat!)

Kocak, gokil, selalu menjadi penyelamat dengan kata-katanya yang lucu ketika Onew’s Condition terjadi

Tipe cewek idamannya jujur dan baik, gak suka cewek yang terlalu feminim

pernah tampil di drama “attack of the pin up boys (2007) bareng super junior”

key paling suka niru dance girlband karena ia bisa hapal 1x liat

suka film horor tapi penakut (LOL)

4. FLAMING CHARISMA Minho

  • Birth name: Choi Minho (최민호)
  • Date of Birth: 9 Desember 1992
  • Height: 181 cm
  • Blood type: B
  • Hobbies: playing soccer, playing basket, mandarin
  • Position in group: Rap
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua dan 1 kakak cowok

Fact About Minho

Paling pendiem dan di antara member lainnya

Paling tinggi juga

Tipe cewek idamannya punya rambut panjang, tinggi rata-rata, suka pake gaun, dan baik hati

anggota Shinee yang paling manly alias cowok banget

paling suka main game sepak bola terutama Winning eleven dan sering tanding dengan meber shinee lainnya

suka membaca komik “Slam Dunk”

mantan model sebelum gabung dengan shinee

belum pernah melihat hantu dan berharap bisa melihat hantu (LOL)

5. Maknae Taemin

  • Birth name: Lee Taemin (이태민),
  • Date of Birth: 18 Juli 1993
  • Blood type: B
  • Height: 175 cm
  • Hobbies: dancing, music
  • Position in group: Lead dancer
  • Bahasa yang dikuasai: Korea, Inggris, Mandarin
  • Family: Orang tua dan 1 kakak cowok (Lee Taesun)
  • Education: Graduated middle school
  • Julukan: Handy Boy Taemin

Fact About Taemin

Member paling muda

Paling jago nge-dance

member shinee yang paling murah senyum

mempunyai persediaan permen di tasnya yang khusus diberikan untuk noona

sangat mengidolakan Michael Jackson

sangat ngefans dengan harry Potter terutama Emma Watson

Paling Takut dengan serangga

mempunyai cita-cita keliling dunia

Salah satu nilai plus tersendiri yg bikin aku salut sama SHINee (terutama Minho) adalah saat membaca artikel di bawah ini. Seorang publisher di Korea yg menulisnya. Berikut kutipannya :

Tinggal di Korea bukan berarti bahwa hidupmu hanya berkisar pada kpop semata. Aku orang Korea, tetapi hanya sedikit orang yang tahu bahwa beberapa perbuatan yang mereka (artis Kpop) tunjukkan adalah palsu. Menyedihkan, tapi itulah kenyataannya. Di titik ini, aku bahkan menjauh dari scene Kpop dan memilih untuk mendengarkan dan mengikuti tindakan Kpop di balik layar saja.

Tetapi, bekerja di publishing filed, yang secara langsung terlibat dengan dunia Kpop, aku harus bertindak netral. Aku harus tetap mengingatkan diri sendiri untuk tidak terlalu bersikap skeptis. Tapi itu berat, saat dimana sesuatu yang tidak ingin kau lihat, kau dengar, ada di hadapan kedua matamu. Tetapi semua itu berubah hanya dalam satu hari. Itu semua karena SHINee.

Kami sangat menunggu-nunggu hari itu, karena akhirnya kami mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai grup yang sangat kami kagumi. Aku bukanlah fans berat mereka, tetapi aku menghargai mereka yang bekerja keras untuk menyelesaikan apa yang mereka dapatkan saat ini, berada di industri yang kejam dengan persaingan yang ganas.

Hari itu, kami sudah tak sabar untuk menemui SHINee. Segera setelah mengobrol dan mewawancarai Key, Onew, Taemin, dan Jonghyun, akhirnya tibalah giliran Minho.

Dia sangat tenang dan bijaksana saat seluruh pertanyaan ditanyakan kepada mereka (SHINee). Ia berbicara sesekali, dan sering tersenyum. Di lain waktu, ia hanya menunduk, dan tertawa sedikit saat Onew sedang melancarkan candaannya.

Ia melemparkan pandangan pada para member, dan tidak ada yang salah pada persaudaraan kuat yang mereka miliki. Ia akan menepuk punggung Taemin sesekali, dan meremas otot tegang Jonghyun yang keluar dari bahunya.

Sesi dilanjutkan untuk waktu 2 jam, dan di suatu saat ia bahkan pergi untuk mengambilkan minum untuk para member, bukannya menunggu staff kami untuk membawa mereka.

Jonghyun dan Taemin keluar ruangan untuk beberapa saat, dan kita memulai untuk mewawancarai Minho dengan pertanyaan pertama.

“Minho dikenal sebagai orang yang sangat kompetitif. Beberapa orang bilang, itu sangat mengganggu, melihat coretan itu dalam dirimu karena kamu masih sangat muda, dan seharusnya kamu menikmati hidupmu, atau jangan menganggap sesuatu dengan terlalu serius. Apa yang harus kamu katakan untuk menanggapi itu?”

Dia sempat kelihangan pemikiran untuk beberapa saat sebelum akhirnya dengan tenang menjawab.

“Saat aku masih kecil, aku ingin sekali menjadi pemain sepakbola profesional. Aku sangat mencintai olah raga, dimana aku aku mempelajari semua tentang sepakbola, dan mengikuti semua pertandingan bola yang ada. Dahakuku untuk menang tidak terpuaskan, bahwa aku sangat mengkhawatirkan keluargaku. Suatu hari, ayahku berkata bahwa ia menentangku untuk mengejar satu hal yang saat itu benar-benar aku sukai dan kuinginkan. Ia tidak ingin aku menjadi pemain sepakbola. Ia berkata bahwa bekerja di bidang olahraga sangatlah berat, ia tahu itu karena ia sendiri adalah seorang pelatih klub sepakbola. Aku sangat bingung dan tak tahu apa yang harus kulakukan. Dan ketika aku tersadar aku memutuskan untuk tidak pernah menyerah dalam hal apapun. Jika aku melakukan sesuatu, aku melakukannya dengan sepenuh hati. Bahkan jika orang-orang terus berkata bahwa itu tidak mungkin, aku tidak pernah mau memercayai mereka, dan malah percaya pada apa yang aku yakini. Perjuangkanlah sesuatu seakan-akan itulah perjuangan terakhirmu.. seakan-akan tak ada lagi kesempatan untuk melakukannya nanti. Itulah yang menggerakkan sifat kompetitifku. Bila aku kalah, aku akan sangat kecewa pada diriku sendiri, dan terus menyalahkan diri atas kekalahan itu. Aku terus berkata pada diri sendiri untuk melakukannya dengan lebih baik di waktu mendatang.”

Saat itu, Onew selalu sepakat dengan apa yang minho katakan. Kami terkejut saat Onew menambahkan:

“Minho melakukan apa yang ia lakukan dengan sungguh-sungguh, melakukan dengan kemampuan terbaiknya, seperti tidak ada hari esok. Menjadi seperti itu saat perform, maupun olahraga. Bahkan sebagai leader, aku tidak bisa melakukannya.”

“Kamu terlihat paling pendiam diantara para member. Apakah ada alasannya?”

“Aku adalah bungsu di keluargaku. Aku dibesarkan untuk mendengarkan, lalu berbicara. Bukannya berbicara, lalu mendengarkan. Maksudnya, aku dididik oleh ibuku untuk menjadi pengamat dan pendengar. Karena kakakku adalah anak laki-laki pertama selama 30 tahun di garis keluarga ayah (berarti sebelumnya perempuaaaan semua ??), dia yang menjadi pusat perhatian, sedangkan aku menikmati untuk berada di sisinya, berteman baik dengannya di tengah situasi yang menghimpitku, untuk selalu ada saat ayah dan ibuku membutuhkanku. Walaupun aku tidak melakukannya dengan baik sebagai anak mereka. Maka dari itu, aku sering menjadi pendiam. Aku lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Lalu Key berkata:

“Jika ia sedang berisik, ia akan sangaaaat berisik”, yang langsung membuat satu ruangan tertawa.

Kami mendapati Minho tertawa kecil dan malu-malu. Sesi wawancara berlangsung sekitar 30 menit. Tapi saat itu ia terlihat sangat nyaman dan bisa berbicara dengan lebih bebas.”Apa nama fansclub untuk SHINee? Apakah arti fans bagimu?”

[tersenyum lebar sebelum melanjutkan]

“SHINee World, atau disingkat menjadi SHAWOL. Dimana aku berada sekarang, disitulah kami berada. Sangatlah tidak mungkin tanpa cinta dan dukungan dari fans kami. Kami mengunjungi SM Youtube channel kadang-kadang. Dan kami sangat sangat terkejut melihat kehangatan, komentar2 yang mendorong yang mereka berikan atas video kami. Aku berharap aku dapat lebih memahami bahasa Inggris. Aku ingin memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Kami bekerja untuk album ini selama 9 bulan. Tidak tidur semalaman untuk memilih lagu, menulis lirik, berlatih menyanyi, merekam lagu, latihan menari, mendiskusikan konsep, dll.. semua itu untuk fans kami. Kami sangat senang, akhirnya kami bisa melakukan apa yang paling kami cintai, yaitu menghibur.”

“Beribu-ribu maaf dengan lutut terbungkuk karena aku tidak bisa tampil di panggung bersama dengan para member. Kami baru saja menyelesaikan syuting MV dan tinggal menunggu waktu untuk comeback, saat kecelakaan itu terjadi. Ototku yang sobek membutuhkan waktu yang lama untuk bisa pulih, tetapi sekarang aku mengonsumsi obat yang membantuku agar bisa cepat kembali perform di panggung. Aku masih merasa kesakitan, tetapi akan menahannya demi fans kami. Mohon maaf atas kecerobohanku. SHINee World adalah dunia kami. Dunia kami dikelilingi oleh mereka. Kami sangat menghargai cinta kalian. Jika aku bisa membungkukkan badan pada kalian satu per satu, aku akan melakukannya. ‘Terima kasih’ tidaklah cukup, tapi aku mohon, ketahuilah dengan hatimu bahwa kami sangat meghargai kalian semua. Untuk iku, aku sangat BERTERIMA KASIH, KAMI BERTERIMA KASIH.”

Saat sesi berakhir, kami menyadari bahwa anak-anak yang bersinar itu sangatlah spesial. Minho adalah pembicara yang baik. Kami tidak pernah menyangka itu darinya. Dia sangatlah rendah hati dan down to earth. Saat ia meninggalkan ruangan, ke-4 member menunggu dengan gelisah sampai ia kembali.

Taemin memilihkan makanan dalam nampan dan meletakkannya dalam piring.“Ini untuk Minho Hyung”.

Key terus mengganggu Taemin. “Minho tidak suka yang ini. Ayo ambil Kimbab rolls lagi untuk dia. Dia suka itu.” ~umma yang baik~

SHINee won’t be SHINee without Choi Min Ho.

SHINee won’t be SHINee without Key, Onew, Jonghyun and Taemin.

They complete each other up.

Boy band Korea yg paling saya suka (haha geuleuh gitu)

SHINee... fighting!!

PROPOSAL PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA open ended-inquiry untuk meningkatkan berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Bila tujuan pendidikan matematika yang tercantum pada kurikulum 1975, 1984, 1994, 1999 dan kurikulum berbasis kompetensi kita cermati, dapat kita katakan bahwa tujuannya sama. Tujuan yang ingin dicapai pada intinya adalah agar siswa mampu menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam belajar pengetahuan lain. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu memperoleh kemampuan yang tercermin melalui berpikir sistematis, kritis, obyektif, jujur, dan disipilin. Selain itu juga dengan belajar matematika diharapkan siswa dapat memanfaatkan matematika untuk berkomunikasi dan mengemukakan gagasan.

Pada awal abad yang lalu, John Dewey mengatakan bahwa sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak. Vincent Ruggiero (1988) mengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna.

Menurut Fraenkel (Tarwin, 2005: 8) tahapan berpikir terdiri dari :

1. Tahapan berpikir konvergen, yaitu tahapan berpikir yang mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar

2. Tahapan berpikir divergen, yaitu tahapan berpikir dimana kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban

3. Tahapan berpikir kritis

4. Tahapan berpikir kreatif, yaitu tahapan berpikir yang tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan

Dari tahapan berpikir di atas, berpikir kritis berada pada tahap tiga. Ujung dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif yang merupakan tindak lanjut dari berpikir kritis. Artinya untuk berpikir kreatif seseorang harus lebih dahulu berpikir kritis.

Carole Wade dan Carol Travis (2007) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada pertimbangan yang sehat dan fakta-fakta yang mendukung, bukan berdasarkan pada emosi dan anekdot. Berpikir kritis adalah kemampuan seseorang untuk mencari berdasarkan masalah yang ada dengan pertimbangan yang sehat.

Tyler (Sugiyarti, 2005:13) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berpikir kritis siswa.

Hal lain yang tidak bisa dipungkiri bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah kurang diminati oleh siswa. Di kelas siswa kurang bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Ada yang mengobrol dengan teman, keluar masuk kelas, melakukan aktivitas di luar matematika dan hanya sedikit yang benar-benar mengikuti apa yang dijelaskan guru. Dari pengalaman peneliti sebagai seorang guru les privat, ada beberapa anak yang mengeluh saat belajar matematika dan merasa kurang paham dengan pelajaran matematika karna tidak merasakan manfaatnya dalam kehidupan nyata. Ada pula yang mengerjakan soal matematika hanya dengan melihat contoh soal yang ada di buku tanpa menelusuri prosesnya.

Kondisi itu tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan yang berperan secara langsung dalam membelajarkan siswa, harus dapat mengatasi masalah seperti ini dan mengupayakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disajikan.

Salah satu metode pembelajaran matematika yang dapat diterapkan dalam mengantisipasi masalah yang timbul selama proses pembelajaran matematika adalah metode pembelajaran inkuiri. Diharapkan dengan metode pembelajaran inkuiri, siswa dapat berpikir kritis, logis, sistematis dan kreatif untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah atau problem yang dipertanyakan. Dengan adanya metode pembelajaran inkuiri diharapkan mampu menarik perhatian dan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika.

Problem tradisional yang diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah dalam bentuk problem lengkap atau problem tertutup, yaitu memberikan permasalahan yang telah diformulasikan dengan baik, memiliki jawaban benar atau salah dan jawaban yang benar bersifat unik (hanya ada satu solusi). Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga problem open-ended atau problem terbuka. Menurut Rama Klavir (O’Neil & Brown, 1998; Shepard, 1995) problem open-ended ini membuka pandangan baru bahwa setiap permasalahan tidak harus memiliki satu jawaban benar. Setiap siswa diberikan kebebasan untuk menyelesaikan permasalahan yang sama sesuai dengan kemampuannya. Namun demikian, permasalahan penting utama dengan digunakannya jenis ini adalah siswa dapat belajar berbagai macam strategi dan hal ini bergantung pada pengetahuan matematika serta pengembangan berpikir kritis matematika mereka.

Menurut Martha Yunanda dengan problem terbuka atau open ended yang dapat memberikan keleluasaan pada siswa dalam mengerjakan permasalahan dan metode pembelajaran inkuiri yang menuntut siswa untuk menemukan jawaban sendiri disertai dengan bimbingan guru, diharapkan berpikir kritis siswa dapat semakin terasah lebih lagi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Berpikir Kritis Siswa Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

2. Apakah strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika?

3. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan pendekatan open ended?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian dengan menggunakan kombinasi pembelajaran matematika open-ended dan pembelajaran inkuiri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

D. Manfaat Penelitian

  1. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang memberi perhatian terhadap pelaksanaan dan pengembangan strategi pengajaran pada semua jenjang pendidikan
  2. Sebagai alternatif bagi guru dalam memilih strategi-strategi, penerapan model pembelajaran di kelas
  3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya dalam mengkaji masalah yang serupa
  4. Bagi penulis secara pribadi yaitu sebagai sarana perluasan wawasan mengenai pembelajaran matematika open-ended dan pembelajaran inkuiri

E. Definisi Operasional

Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran.

1. Berpikir kritis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.

2. Problem Open-ended adalah problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar atau disebut problem tak lengkap

3. Pembelajaran Inkuiri adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir Kritis

Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik.

Karena begitu pentingnya, berpikir kritis pada umumnya dianggap sebagai tujuan utama dari pembelajaran. Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis (Watson dan Glaser (1980:1)).

Pendapat tersebut sesuai pula dengan tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah seperti tertuang baik dalam Kurikulum 1994 maupun Kurikulum 2004, yang bertujuan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar (berpikir logis, kritis, sistematis, dan objektif) yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Menurut Krulik dan Rudnick (1995: 2) penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking). Terdapat delapan buah deskripsi yang dapat dihubungkan dengan berpikir kritis, yaitu menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, memfokuskan pada bagian dari sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan menganalisis informasi, menentukan masuk akal tidaknya sebuah jawaban, menarik kesimpulan yang valid, memiliki sifat analitis dan refleksif.

Berpikir kritis seringkali dibicarakan sebagai suatu kemampuan manusia yang sangat umum sehingga menyentuh hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang relevan, Costa dan Ennis (dalam Marzano dkk., 1988) mendifinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses penggunaan kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan.

Pengertian yang lain diberikan oleh Ennis (1996) yaitu: berpikir kritis merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang kita percayai dan apa yang kita kerjakan.

Berpikir kritis merupakan salah satu tahapan berpikir tingkat tinggi. Costa (Liliasari, 2000: 136) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).

Sedangkan pengertian berpikir kritis menurut penulis adalah menelaah, menganalisis, dan mengorganisasikan terhadap informasi yang diterimanya, diperiksa dan dibandingkan dulu kebenarannya dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya sehingga seseorang tersebut mampu memberikan kumpulan terhadap informasi tersebut dengan alasan yang tepat.

Dengan demikian agar para siswa tidak salah pada waktu membuat keputusan dalam kehidupannya, mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik. Menurut Ruber (Romlah, 2002: 9) dalam berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Tapilouw (Romlah, 2002:9), bahwa “berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui”.

Berdasarkan hasil penelitian Fawcett (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993), ditemukan bahwa apabila siswa menggunakan berpikir kritisnya maka mereka melakukan di antara hal berikut: (1) memilih kata dan ungkapan yang tepat dalam setiap pernyataan penting yang diungkapkan serta bertanya tentang hal yang memerlukan pendefinisian secara jelas, (2) mencari buktibukti yang dapat mendukung suatu kesimpulan, sebelum kesimpulan tersebut diterima atau dibuat, (3) menganalisis bukti-bukti tersebut serta membedakan antara fakta dan asumsi, (4) memperhatikan asumsi-asumsi penting berkenaan dengan kesimpulan baik yang dinyatakan secara eksplisit maupun tidak, (5) mengevaluasi asumsi-asumsi tersebut serta menerima sebagian atau menolak sebagian lainnya, (6) mengevaluasi argumen terhadap suatu kesim-pulan yang menjadi dasar untuk menerima atau menolak kesimpulan tersebut, dan (7) menguji kembali asumsi-asumsi yang melatarbelakangi pandangan serta proses pengambilan kesimpulan yang telah dilakukan. Berdasarkan hal-hal yang sudah diutarakan di atas, selanjutnya O’Daffer dan Thornquist (1993) mengajukan suatu model dari proses berpikir kritis seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Menerapkan kesimpulan, keputusan atau solusi

Memahami masalah

Melakukan pengkajian terhadap hal di luar bukti , data dan asumsi di atas

Melakukan pengkajian terhadap bukti, data dan asumsi

Menyatakan dan mendukung suatu kesimpulan, keputusan atau solusi


O’Daffer dan Thornquist (1993) juga mencoba melakukan sintesis terhadap hasil-hasil penelitian yang berfokus pada berpikir kritis sehingga diperoleh beberapa kesimpulan berikut: (1) siswa pada umumnya menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan dalam menghadapi tugas-tugas akademik yang memuat tuntutan penerapan kemampuan berpikir kritis, (2) Disposisi untuk berpikir secara kritis merupakan suatu komponen berpikir kritis yang sangat efektif, (3) Terdapat sejumlah bukti kuat bahwa upaya untuk melakukan pembelajaran berpikir kritis dapat dilakukan secara efektif, walaupun masih sedikit bukti yang diketahui tentang penyebab utama berkembangnya kemampuan berpikir kritis seseorang, dan (4) Kemampuan berpikir kritis dapat diterapkan secara efektif pada suatu tugas akademik manakala dikembangkan tiga hal berikut: kemampuan berpikir kritis, pengetahuan materi subyek, dan pengalaman untuk menerapkan kedua hal tersebut.

Karena kurangnya bukti tentang penyebab berkembangnya kemampuan berpikir kritis seseorang, sejumlah peneliti mencoba mencari jawaban melalui studi yang berfokus pada penggunaan matematika sebagai bidang studi untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Sebagai contoh, Fawcett (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993, h.41) menyatakan dalam studinya bahwa “It is the purpose of this study to describe classroom procedures by which geometric proof may be used as a means for cultivating critical and reflective thought and to evaluate the effect of such experiences on the thinking of the pupils.” Dalam studi tersebut Fawcett mencoba menggunakan contoh-contoh permasalahan nyata sehari-hari untuk membantu siswa melakukan transfer berpikir kritisnya yang biasa digunakan dalam proses bembuktian geometri terhadap situasi sehari-hari. Untuk mengetahui dampak dari upaya tersebut, telah dilakukan wawancara dengan orangtua siswa yang antara lain menunjukkan keyakinannya bahwa cara tersebut berdampak positif pada kemampuan berpikir kritis anak-anaknya. Studi lain yang dilakukan Lewis (O’Daffer dan Thornquist, 1993) juga mencoba mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran pembuktian dan logika pada bidang geometri yang dikaitkan dengan situasi sehari-hari. Studi tersebut menemukan bahwa cara yang dilakukan dapat secara efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Sementara Price (dalam O’Daffer dan Thornquist, 1993) yang melakukan studi tentang pengaruh penggunaan pendekatan penemuan dan pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematik, menemukan bahwa pendekatan tersebut dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari pendapat para ahli seperti telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran.

Dari uraian di atas tampak bahwa berpikir kritis berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan. Seperti diketahui kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis. Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada.

Selanjutnya bagaimana cara mengajar para siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik? Menurut Bonnie dan Potts (2003) secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, yaitu : (1) Building Categories (Membuat Klasifikasi), (2) Finding Problem (Menemukan Masalah), dan (3) Enhancing the Environment (Mengkondusifkan lingkungan).

Disebutkan pula bahwa beberapa “ciri khas” dari mengajar untuk berpikir kritis meliputi : (1) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pebelajar, (2) Dengan mengajukan pertanyaan open-ended, (3) Memberikan waktu yang memadai kepada para siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, dan (4) Teaching for transfer (Mengajar untuk dapat menggunakan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi lain dan terhadap pengalaman sendiri yang para siswa miliki).

B. Pendekatan Open-ended

Tujuan pembelajaran menurut Nohda (2000) adalah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving yang simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa. Hal yang dapat digaris bawahi adalah perlunya memberi kesempatan siswa untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas kelas yang penuh dengan ide-ide matematika ini pada gilirannya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus. Suherman (1993:221) menyatakan pula bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Suherman dkk (2003) jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran matematika adalah:

a. Pendekatan Konstruktivis

b. Pendekatan pemecahan masalah matematika

c. Pendekatan Open Ended

d. Pendekatan realistik

Sama halnya seperti ilmu-ilmu sosial, permasalahan atau soal-soal dalam matematika pun secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah masalah-masalah matematika tetutup (closed problems). Dan yang kedua adalah masalah-masalah matematika terbuka (open problems).

Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut:

a. Kegiatan siswa harus terbuka

Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.

b. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir

Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.

c. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Yang selama ini muncul di permukaan dan banyak diajarkan di sekolah adalah masalah-masalah matematika yang tertutup (closed problems). Di mana memang dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika tertutup ini, prosedure yang digunakannya sudah hampir bisa dikatakan standar alias baku. Akibatnya timbul persepsi yang agak keliru terhadap matematika. Matematika dianggap sebagai pengetahuan yang pasti, prosedural, dan saklek.

Sementara itu, masalah-masalah matematika terbuka (open problems) sendiri hampir tidak tersentuh, hampir tidak pernah muncul dan disajikan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Akibatnya bila ada permasalahan matematika macam ini, soal atau permasalahan itu dianggap ‘salah soal’ atau soal yang tidak lengkap.

Secara sederhana, open problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni open-ended problems dan pure open problems. Untuk open-ended problems sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Yakni: (1) problems dengan satu jawaban banyak cara penyelesaian; dan (2) problems dengan banyak cara penyelesaian juga banyak jawaban.

C. Model Pembelajaran Inkuiri

Menurut Herdian (2010) sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke dunia. Sejak kecil manusia memiliki keinginan untuk mengenal segala sesuatu melalui indera penglihatan, pendengaran, pengecapan dan indera-indera lainnya. Hingga dewasa keingintahuan manusia secara terus menerus berkembang dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia akan bermakna (meaningfull) manakala didasari oleh keingintahuan itu. Didasari hal inilah suatu strategi pembelajaran yang dikenal dengan inkuiri dikembangkan.

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Tujuan dari pembelajaran setidak-tidaknya seorang guru menanamkan tiga domain, yakni, kognitif, afektif dan psikomotor dan ketiga domian itu secara langsung akan tertanam pada setiap siswa yang mengikuti suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, yang paling mendasar di pahami oleh guru adalah melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru. Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau induktif. Inkuiri, pada tingkat paling dasar dapat dipandang sebagai proses menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan berdasarkan fakta dan pengamatan. Siklus inkuiri terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki, menganalisa dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya.

Pada prinsipnya tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan, mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk membantu teori dan gagasannya tentang dunia. Lebih jauh lagi dikatakan bahwa pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga keterampilan berpikir kritis.

Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.

Selanjutnya Sanjaya (2008;196) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Artinya dalam pendekatan inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa, sehingga kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:

i. Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa

ii. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan

iii. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Alasan rasional penggunaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” penyelidikan. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung pembelajaran dengan pendekatan inkuiri. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep matematika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Sehingga diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berpikir ilmiah tersebut.

Pendekatan inkuiri terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan besarnya intervensi guru terhadap siswa atau besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswanya. Ketiga jenis pendekatan inkuiri tersebut adalah:

1) Inkuiri Terbimbing (guided inquiry approach)

Pendekatan inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pendekatan inkuiri terbimbing ini digunakan bagi siswa yang kurang berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Pada pendekatan ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri.

Pada dasarnya siswa selama proses belajar berlangsung akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan. Pada tahap awal, guru banyak memberikan bimbingan, kemudian pada tahap-tahap berikutnya, bimbingan tersebut dikurangi, sehingga siswa mampu melakukan proses inkuiri secara mandiri. Bimbingan yang diberikan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan dan diskusi multi arah yang dapat menggiring siswa agar dapat memahami konsep pelajaran matematika. Di samping itu, bimbingan dapat pula diberikan melalui lembar kerja siswa yang terstruktur. Selama berlangsungnya proses belajar guru harus memantau kelompok diskusi siswa, sehingga guru dapat mengetahui dan memberikan petunjuk-petunjuk dan scafolding yang diperlukan oleh siswa.

2) Inkuiri Bebas (free inquiry approach).

Pada umumnya pendekatan ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang diperlukan.

Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Salah satu keuntungan belajar dengan metode ini adalah adanya kemungkinan siswa dalam memecahkan masalah open ended dan mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Selain itu, ada kemungkinan siswa menemukan cara dan solusi yang baru atau belum pernah ditemukan oleh orang lain dari masalah yang diselidiki.

Sedangkan belajar dengan metode ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: 1) waktu yang diperlukan untuk menemukan sesuatu relatif lama sehingga melebihi waktu yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, 2) karena diberi kebebasan untuk menentukan sendiri permasalahan yang diselidiki, ada kemungkinan topik yang diplih oleh siswa di luar konteks yang ada dalam kurikulum, 3) ada kemungkinan setiap kelompok atau individual mempunyai topik berbeda, sehingga guru akan membutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa hasil yang diperoleh siswa, 4) karena topik yang diselidiki antara kelompok atau individual berbeda, ada kemungkinan kelompok atau individual lainnya kurang memahami topik yang diselidiki oleh kelompok atau individual tertentu, sehingga diskusi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

3) Inkuiri Bebas yang Dimodifikasikan ( modified free inquiry approach)

Pendekatan ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua pendekatan inkuiri sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas. Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam pendekatan ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak terstruktur.

Dalam pendekatan inkuiri jenis ini guru membatasi memberi bimbingan, agar siswa berupaya terlebih dahulu secara mandiri, dengan harapan agar siswa dapat menemukan sendiri penyelesaiannya. Namun, apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan permasalahannya, maka bimbingan dapat diberikan secara tidak langsung dengan memberikan contoh-contoh yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, atau melalui diskusi dengan siswa dalam kelompok lain.

Berdasarkan pengertian dan uraian dari ketiga jenis pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, penulis memilih Pendekatan Inkuiri Terbimbing yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pemilihan ini penulis lakukan dengan pertimbangan bahwa penelitian yang akan dilakukan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana tingkat perkembangan kognitif siswa masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal, dan siswa masih belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri serta karena siswa masih dalam taraf belajar proses ilmiah, sehingga penulis beranggapan pendekatan inkuiri terbimbing lebih cocok untuk diterapkan.

Selain itu, penulis berpendapat bahwa pendekatan inkuiri bebas kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran matematika topik yang diajarkan sudah ditetapkan dalam silabus kurikulum matematika, sehingga siswa tidak perlu mencari atau menetapkan sendiri permasalahan yang akan dipelajari.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-7 SMP Negeri 21 Kota Bandung, dengan jumlah siswa 40 orang yang terdiri dari 18 siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan. Waktu pelaksanaan penelitian adalah mulai dari tanggal 21 Juni-19 Juli 2011.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan desain penelitian berbentuk “pretest-postest control group”. Penelian ini melibatkan dua kelas, yakni kelas yang pembelajarannya dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended dan kelas yang pembelajarannya biasa. Sebelum mendapatkan perlakuan, dilakukan pretest (tes awal) dan setelah mendapatkan perlakuan dilakukan postest (tes akhir). Sementara itu, tujuan dilaksanakan pretest dan postest adalah untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas tersebut. Adapun desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

A O X1 O

A O X2 O

Keterangan :

A : Menunjukkan pengelompokkan subjek

O : Pretest dan postest

X1 : Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended

X2 : Pembelajaran matematika biasa

C. Instrumen

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis yang digunakan berbentuk uraian. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, yang meliputi pretest dan postest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa. Postest digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah mendapatkan perlakuan.

2. Angket

Angket adalah jenis evaluasi yang berisi daftar pernyataan yang harus diisi oleh siswa dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur aspek afektif siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan.

3. Lembar Kerja Siswa

Observasi ini digunakan oleh peneliti sekaligus guru sebagai alat bantu dalam menganalisis dan merefleksi setiap tahapan tindakan pembelajaran untuk merencanakan tindakan pembelajaran berikutnya bila tindakan yang sudah dilakukan dinilai memiliki kekuarangan. Observasi sangat mendukung data pokok yang mengungkap tingkat pemahaman siswa.

4. Jurnal Harian Siswa

Jurnal Harian Siswa ini bertujuan untuk mengetahui kesan, pesan, atau pun aspirasi dari siswa terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Jurnal ini diberikan kepada masing-masing siswa setiap akhir pertemuan.

5. Angket (Questionare)

Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi (responden). Angket berfungsi sebagai alat pengumpul data. Data tersebut berupa keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, pendapat, mengenai sesuatu hal.

6. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan alat untuk mengetahui sikap serta aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Data ini dapat bersifat relatif karena dapat dipengaruhi oleh subjektivitas observer.

7. Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden dengan tanya jawab. Wawancara ini dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui kesan pembelajaran yang dilaksanakan mengacu pada pedoman wawancara. Wawancara ini dilakukan setelah pembelajaran berakhir.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang berkaitan dengan penelitian menggunakan instrumen berupa tes, jurnal harian siswa, angket, lembar observasi, dan wawancara. Test berupa pretest dan postest diberikan kepada kedua kelas eksperimen. Begitu pula dengan angket dan jurnal siswa diberikan kepada kedua kelas eksperimen untuk melihat respon dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika yang meliputi sikap terhadap matematika, sikap terhadap pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan open ended, sikap terhadap penampilan guru dan sikap terhadap bahan ajar. Untuk menunjang kebenaran dari jawaban siswa maka dilengkapi dengan lembar observasi yang diisi oleh observer dan wawancara terhadap beberapa siswa.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini secara garis besar dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Tahap Persiapan

a. Observasi awal dan Identifikasi masalah

b. Merencanakan bahan ajar dan instrumen

c. Membuat bahan ajar (LAS, media, RPP) dan instrumen

d. Uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis pada siswa (pretest) kemudian menghitung validitas, realibitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran.

v Validitas

v Realibitas

v Daya pembeda

v Indeks kesukaran

e. Kegiatan Akhir

Menganalisis dan mengevaluasi peningkatan kemampuan akhir yaitu pemahaman siswa setelah diterapkan pendekatan keterampilan proses melalui alat evaluasi berupa tes tulis dan menganalisis aspek keterampilan proses apa saja yang dipahami siswa melalui pedoman observasi dan lembar kerja siswa; menjaring respon siswa terhadap pembelajaran Matematika menggunakan pendekatan keterampilan melalui pedoman wawancara.

f. Evaluasi Tindakan

Hasil seluruh tindakan yang dilakukan dianalisis dan direfleksi sehingga nantinya akan diperoleh apakah pelaksanaan tindakan-tindakan ini telah mencapai tujuan yang diharapkan atau belum untuk menentukan kejelasan tindakan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, Shimada. 1997. The Open-Ended Approach. NCTM

Bonnie dan Potts. (2003). Strategies for Teaching Critical Thinking. Practical Assesment, Research & Evaluation.

Ennis, R, H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Krulik, S dan Rudnick, J.A (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Massachusetts: Allyn & Bacon A Simon & Schuster Company.

Liliasari. (2000). Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Dalam Proceeding Nasional Science Education Seminar, The Problem of Mathematics and Science Education and Alternative to Solve the Problems. Malang: JICA-IMSTEP FMIPA UM.

Nurdiansyah, Budi (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Romlah, N. H. S. (2002). Peningkatan Berpikir Kritis dan Analisis dalam Pembelajaran Bryophyta. Skripsi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Russeffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Sanjaya, Wina. Dr. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Sugiyarti, Henik. 2005. Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Siswa SMPN 1 Tambakromo Kabupaten Pati Melalui Pembelajaran Matenatika Berbasis Masalah. Skripsi pada Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: UPI.

Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. FPMIPA UPI.

Tarwin, Y. W (2005). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Watson, G dan Glaser, E. M. (1980). Critical Thinking Appraisal. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.